Warga Buntet se-Jabodetabek Mengadakan Dzikrumaulid

Warga Buntet se-Jabodetabek Mengadakan Dzikrumaulid

Posted by Unknown  |  at  3:43 PM

H. Deni Danuri, Pak Jauhari dan Kang Anas Arsyad saat bertemu sebelum acara.

Oleh: Muhammad Kurtubi

Dalam sejarah silaturahmi yang melibatkan ratusan orang warga Buntet Pesantren di perantauan, maka peristiwa pada Minggu, 16 Maret 2008 patut mendapat catatan khusus. Sebab disamping dihadiri ratusan orang dari berbagai lapisan profesi, beberapa kali silaturahmi yang digagas oleh orang-orang Buntet selama ini belum pernah hadir sebanyak itu.

More...

Tenda hijau daun menghiasi jalan Rasamala Raya yang menghubungkan antara Jalan Gatot Subroto dan Tebet Barat Dalam. Pagi itu saya saya pun ikut menghadiri acara ini. Pagi itu,  masih sekitar pukul setengah sembilan, namun di bawah tenda mewah itu sudah tertata rapih kursi berwarna merah berjejer memenuhi jalan Rasamala, depan kantor CBC. Ketiak masuk memasuki halaman kantor, kursi sudah dipenuhi oleh tamu-tamu yang datang lebih awal. Ada rombongan dari Ciputat, ada yang dari Tanjung Priok dan lain-lain.

 

Pukul 9 tepat, acara dimulai. Masing-masing hadirin berkumpul di samping kantor. Rupanya, sohibul bait sudah mengantisipasi, sebab acara hataman quran yang biasanya dilaksanakan di dalam kantor rupanya tidak mampu menampung tamu sebanyak itu. Para wanita dan anak-anak menempati kursi-kursi yang sudah tertata rapih di bawah tenda hijau di luar kantor, sedangkan anak muda dan orang tua laki-laki memasuki ruang acara.

 

Sebelum acara dimulai, para tamu lain berdatangan dan langsung menempati ruang acara. Tidak disangka-sangka ada pula seorang tamu yang spesial di pagi itu. Ia adalah Drs. H. Ahmad Jauhari, menurut KH. Anas Arsyad, beliau bersedia datang, pada pertemuan alumni Buntet Pesantren dari Kantor Departemen Agama RI, meskipun ada tugas di tempat lain. Oang Buntet hampir semuanya menganal Kang Jauhari yang pernah menjabat sebagai Biro Kepegawaian di Depag RI.

 

dzikromaulidinnabi-008_resize.jpgSetelah Pak Jauhari dipersilahkan duduk, Ust. H. Najmuddin Muzayyin, menyampaikan prakata sekaligus menjadi protokol acara Dzikro Maulidin Nabi saw.

 

Tepat pukul 9.00 WIB acara dimulai. Selanjutnya Kang Mudin memeberitahuan isi acara pada hari itu.

"Mari kita isi diisi acara hari ini dengan Hataman quran 30 juz, masing-masing yang memegang al quran dipersilahkan membacanya, dan bagi yang tidak memegang al quran dimohon membaca surat Al Ikhlas dan berhenti saat pembaca quran berhenti. Setelah hataman quran, akan dilanjutkan dengan pembacaan syair barzanji, yang akan dipimpin oleh Ust. H. Ifroyim, Ust. Syahid, S.Ag. dan Drs. Jaelani."

Di samping itu, acara silaturahmi ini sebagai bagian dari menyambut Maulid Nabi Muhamamd saw sekaligus sebagai forum kangen-kangenan antara saudara di perantauan. Bayangkan sudah hampir puluhan tahun kita tidak bertemu maka kesempatan ini sangat baik untuk saling bersilaturahmi. Tutur kang Mudin sekaligus membuka acara dengan ummul kitab.

 

H. Deni Danuri, shohibul bait acara iniTujuan Acara
Akhirnya pertanyaan saya terjawab maksud dan tujuan dari acara di pagi Ahad itu. Sebab H. Deni Danuri, sebagai shohibul bait melontarkan maksud dan tujuan dari acara tersebut. Sebelumnya saat saya bersalaman dengan H. Deni, ditanyakan kepada beliau mengapa mengundang orang-orang Buntet sebanyak ini dan untuk tujuan apakah gerangan. Saat itu H. Deni tidak sempat menjawab karena tamu-tamu berdatangan dan menyalaminya.

 

"Saya memiliki sejarah yang baik dengan Buntet Pesantren dimana saya banyak belajar dengan KH. Abdullah Abbas, dengan Kang Anas Arsyad. Karenanya, dengan Buntet Pesantren saya sangat terkesan. Agaknya, hari ini saya sangat berbahagia sekali bisa berkumpul dengan Bapak-bapak dan ibu beserta keluarga berkenan hadir di sini." Kata H. Deni mengawali kata sambutan di depan hadirin.

 

Acara hari ini berkaitan pula dengan bulan maulid Nabi Muhammad saw. Kita berharap semoga "Nur Muhammad saw" yang luar biasa itu menjadi wahana untuk kita bisa terus mencintai perjuangan beliau dan tetap teguh memegang risalahnya dan tentu saja semoga kita bisa mendapatkan syafatnya di hari akhir nanti. Lanjut H. Deni mengahiri kata sambutan.

 

Drs. H. Ahmad JauhariPengalaman Unik
Setelah H. Deni menyampaikan maksud acara, giliran Pak Jauhari didaulut untuk memberikan pidato singkat. Oleh Kang Mudin sebagai pembawa acara dimintalah ia untuk memberikan sambutan. Tidak banyak yang disampaikan namun sangat berkesan sekali dimana beliau bercerita tentang pengalaman unik yang pernah dijalani selama menjadi biro kepegawaian di Depag RI.

 

"Saya memiliki dua orang yang sangat unik sebagai pembelajaran hidup.

 

Pertama, orang ini datang ke saya untuk meminta tolong agar dipindahkan jabatannya dari Kalimantan ke Jawa Tengah. Singkat cerita, orang ini saya tolong. Namun hingga bertahun-tahun tidak mengabarkan bagaimana kelanjutan proses setelah SK ditandatangani oleh saya. Minimal berterima kasih atau mengabarkan tugasnya sudah pindah atau apalah, namun ujug-ujug 4 tahun kemudian orang ini datang lagi ke Jakarta. Saya pikir mau mengucapkan terima kasih yang tertunda. Namun ternyata, ia datang hanya ingin meminta tolong kepada saya untuk kedua kalinya. Katanya, ia berkeinginan agar keluarganya diangkat menjadi pegawai negeri semua." Cerita pertama Kang Jauhari.

 

Orang tersebut saya tidak akan menyebut namanya, karena saya anggap berprilaku tidak baik. Ia hanya meminta terus, berterima kasih pun tidak. Kedua, saya ingin menyebut pegawai saya di kantor yang telah menemani tugas-tugas saya selama tujuh tahun. Namanya Joko. Orang ini tidak pernah sedikitpun mengeluh. Keloyalan kepada pimpinan ia tunjukkan kepada saya misalnya meskipun ada tugas di luar kantor ia dengan senang hati melakukannya walaupun harus mengantarkan dokumen ke rumah di luar jam kantor.

 

Yang menarik dari orang ini, kata kang Jauhari, ia tidak pernah meminta sesuatu pada saya. Suatu ketika saya ditegur oleh Allah SWT dimana saya berketatapan hati untuk menanyakan padanya.

 

"Joko, apakah kamu punya keluarga yang menjadi pegawai negeri?"

 

"Anu Pak, boten wonten."

 

"Loh, kenapa tidak kamu mintakan pada saya. Orang dari mana-mana meminta tolong pada saya agar masuk pegawai negeri, tapi kamu orang yagn saya anggap dekat dan bagus dalam tugas, tetapi tidak pernah meminta. Ada apa man?"

 

"Nganu Pak, saya malu"

 

"Ya sudah! nanti saya bantu. Seandainya ada "asobah" nanti saya bantu." kata kang Jauhari.

 

Perbanyak Ingat ketimbang Meminta
Dua pengalaman pegawai Depan yang unik ini, kang Jauhari sampaikan sebagai pelaran hidup bahwa manusia sebaiknya lebih banyak berkonsentrasi kepada tugas ketimbang meminta.

Hal ini berlaku kepada kita dalam hal berhubungan dengan Allah. Menurut kang Jauhari yang pintar menirukan dalang pada tiap ceramahnya, mengatakan bahwa jika manusia lebih banyak ingat kepada Allah, maka niscaya Allah swt akan memberikan balasan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang ia minta dalam doanya. Kata Kang Jauhari sembari melafalkan hadits yang dimaksud.

 

Hal yang menarik lainnya dari uangkapan Kang Jauhari adalah logika sederhana terhadap tugas dan tanggung jawab. Dimana menurut beliau, bangsa Indonesia khususnya umat Islamnya, masih banyak yang tidak memperdulikan tugas dan kewajibannya. Salah satu hal ajaran agama yang sering kali dilalaikan adalah masalah sholat. Katanya, tidak sedikit diantara kita apabila mendengarkan seruan adzan dianggap angin lalu saja padahal menurutnya, itu adalah panggilan dari Allah swt.

 

Bayangkan jika Pak Deni memiliki supir, sambil menatap Pak H. Deni. Seandainya supir itu ingin dibutuhkan tepat pada jam 8 pagi, namun tiba-tiba si supir bilang "natar dulu pak, tanggung nih saya sedang nonton bola." kata Kang Jauhari mencontohkan.

  

Maka apa yang terjadi dengan si supir bila majikan menginginkan tugasnya dikerjakan namun dilalaikan bahakn ditunda-tunda, tentu saja resikonya bisa dipecat dan tidak dianggap lagi sebagai supirnya. kata Kang Jauhari mengahiri ceramahnya.

 

Syahdu
Setelah ceramah Pak Jauhari, acara hataman dimulai, masing-masing membaca quran satu juz. Tampak dalam vedo, kang Ni (Drs. Jaelani) paling akhir karena bacaanya berbeda dengan jamaah lain yang lebih dulu selesai. Sebab yang lain membaca dengan bacaan cepat.

Satelah hataman selesai, doa hataman dipimpin oleh KH. Anas Arsyad dan pembacaan syair barzanji dilakukan bersama-sama dengan khusu dan antusias. Terlihat misalnya Kang Nur, pimpinan pondok pesantren Tapak Sunan di Condet Jakarta, begitu terlihat khusu bahkan beliaulah yang diminta kang Anas Arsyad untuk menutup bacaan syair barzanji.

 

dimanfaatkan untuk Reuni Kecil-kecilan dari kiri kanan (depan) Nurjannah dan Yuni Mir'ati; belakang Subhan, Ahmad Baehaqi, Muhamad Kurtubi dan Ahmad RoyandiReuni Kecil-kecilan
Bagi saya (M. Kurtubi), Baehaqi, Ahmad Royandi, Siti Nurjanah, Nuruddin, Subhan dan Yuni Mir'ati, kesempatan silaturahmi kemarin itu dimanfaatkan untuk bertemu. Kami sudah puluhan tahun tidak bertemu apalagi setelah merantau di Jakarta. Maka teman-teman sewaktu SD waktu di Buntet Pesatnren itu kini sudah tua-tua.

 

Karenanya, pertemuan itu sangat dinikmati sebagai bagian dari rasa untuk saling menyatukan kembali orang-orang sejenis. Akhirnya reuni kecil itu bisa sempat berfoto bersama. Maaf fotonya ikut terdokumentasikan di sini.

 

Karenanya, secara pribadi saya mengucapkan terima kasih kepada H. Deni dan Kang Anas Arsyad yang telah memberi kesempatan kepada orang-orang Buntet bertemu dan bersilaturahmi. Apalagi momen maulidan ini sangat tepat sekali. Ditambah dengan nuansa acara yang dikemas apa adanya tanpa rekayasa itu berjalan bagaikan air mengalir.

 

Akhirnya, tidak sia-sialah semangat H. Deni yang mengeluarkan biaya cukup besar untuk acara ini. Konon menurut sumber yang dipercaya, harga sewa tenda hijau mewah itu seharga 7 juta dan katering 12 juta. Itu belum terhitung sewa kursi yang jumlahnya ratusan dan biaya lain-lainnya. Semua itu semoga tidak sia-sia namun dengan keikhlasan dan semangat untuk berbagi, maka semoga mendapat balasan dari Allah swt. Juga semoga anak H. Deni yang tengah dirawat di Rumah Sakit Singapura selama dua minggu dan kini tengah menjalani perawatan jalan bolak-balik Singapura-Jakarta, semoga cepat sembuh. Amin.

Warga Buntet se-Jabodetabek Mengadakan Dzikrumaulid

Warga Buntet se-Jabodetabek Mengadakan Dzikrumaulid

Posted by Unknown  |  at  3:43 PM

H. Deni Danuri, Pak Jauhari dan Kang Anas Arsyad saat bertemu sebelum acara.

Oleh: Muhammad Kurtubi

Dalam sejarah silaturahmi yang melibatkan ratusan orang warga Buntet Pesantren di perantauan, maka peristiwa pada Minggu, 16 Maret 2008 patut mendapat catatan khusus. Sebab disamping dihadiri ratusan orang dari berbagai lapisan profesi, beberapa kali silaturahmi yang digagas oleh orang-orang Buntet selama ini belum pernah hadir sebanyak itu.

More...

Tenda hijau daun menghiasi jalan Rasamala Raya yang menghubungkan antara Jalan Gatot Subroto dan Tebet Barat Dalam. Pagi itu saya saya pun ikut menghadiri acara ini. Pagi itu,  masih sekitar pukul setengah sembilan, namun di bawah tenda mewah itu sudah tertata rapih kursi berwarna merah berjejer memenuhi jalan Rasamala, depan kantor CBC. Ketiak masuk memasuki halaman kantor, kursi sudah dipenuhi oleh tamu-tamu yang datang lebih awal. Ada rombongan dari Ciputat, ada yang dari Tanjung Priok dan lain-lain.

 

Pukul 9 tepat, acara dimulai. Masing-masing hadirin berkumpul di samping kantor. Rupanya, sohibul bait sudah mengantisipasi, sebab acara hataman quran yang biasanya dilaksanakan di dalam kantor rupanya tidak mampu menampung tamu sebanyak itu. Para wanita dan anak-anak menempati kursi-kursi yang sudah tertata rapih di bawah tenda hijau di luar kantor, sedangkan anak muda dan orang tua laki-laki memasuki ruang acara.

 

Sebelum acara dimulai, para tamu lain berdatangan dan langsung menempati ruang acara. Tidak disangka-sangka ada pula seorang tamu yang spesial di pagi itu. Ia adalah Drs. H. Ahmad Jauhari, menurut KH. Anas Arsyad, beliau bersedia datang, pada pertemuan alumni Buntet Pesantren dari Kantor Departemen Agama RI, meskipun ada tugas di tempat lain. Oang Buntet hampir semuanya menganal Kang Jauhari yang pernah menjabat sebagai Biro Kepegawaian di Depag RI.

 

dzikromaulidinnabi-008_resize.jpgSetelah Pak Jauhari dipersilahkan duduk, Ust. H. Najmuddin Muzayyin, menyampaikan prakata sekaligus menjadi protokol acara Dzikro Maulidin Nabi saw.

 

Tepat pukul 9.00 WIB acara dimulai. Selanjutnya Kang Mudin memeberitahuan isi acara pada hari itu.

"Mari kita isi diisi acara hari ini dengan Hataman quran 30 juz, masing-masing yang memegang al quran dipersilahkan membacanya, dan bagi yang tidak memegang al quran dimohon membaca surat Al Ikhlas dan berhenti saat pembaca quran berhenti. Setelah hataman quran, akan dilanjutkan dengan pembacaan syair barzanji, yang akan dipimpin oleh Ust. H. Ifroyim, Ust. Syahid, S.Ag. dan Drs. Jaelani."

Di samping itu, acara silaturahmi ini sebagai bagian dari menyambut Maulid Nabi Muhamamd saw sekaligus sebagai forum kangen-kangenan antara saudara di perantauan. Bayangkan sudah hampir puluhan tahun kita tidak bertemu maka kesempatan ini sangat baik untuk saling bersilaturahmi. Tutur kang Mudin sekaligus membuka acara dengan ummul kitab.

 

H. Deni Danuri, shohibul bait acara iniTujuan Acara
Akhirnya pertanyaan saya terjawab maksud dan tujuan dari acara di pagi Ahad itu. Sebab H. Deni Danuri, sebagai shohibul bait melontarkan maksud dan tujuan dari acara tersebut. Sebelumnya saat saya bersalaman dengan H. Deni, ditanyakan kepada beliau mengapa mengundang orang-orang Buntet sebanyak ini dan untuk tujuan apakah gerangan. Saat itu H. Deni tidak sempat menjawab karena tamu-tamu berdatangan dan menyalaminya.

 

"Saya memiliki sejarah yang baik dengan Buntet Pesantren dimana saya banyak belajar dengan KH. Abdullah Abbas, dengan Kang Anas Arsyad. Karenanya, dengan Buntet Pesantren saya sangat terkesan. Agaknya, hari ini saya sangat berbahagia sekali bisa berkumpul dengan Bapak-bapak dan ibu beserta keluarga berkenan hadir di sini." Kata H. Deni mengawali kata sambutan di depan hadirin.

 

Acara hari ini berkaitan pula dengan bulan maulid Nabi Muhammad saw. Kita berharap semoga "Nur Muhammad saw" yang luar biasa itu menjadi wahana untuk kita bisa terus mencintai perjuangan beliau dan tetap teguh memegang risalahnya dan tentu saja semoga kita bisa mendapatkan syafatnya di hari akhir nanti. Lanjut H. Deni mengahiri kata sambutan.

 

Drs. H. Ahmad JauhariPengalaman Unik
Setelah H. Deni menyampaikan maksud acara, giliran Pak Jauhari didaulut untuk memberikan pidato singkat. Oleh Kang Mudin sebagai pembawa acara dimintalah ia untuk memberikan sambutan. Tidak banyak yang disampaikan namun sangat berkesan sekali dimana beliau bercerita tentang pengalaman unik yang pernah dijalani selama menjadi biro kepegawaian di Depag RI.

 

"Saya memiliki dua orang yang sangat unik sebagai pembelajaran hidup.

 

Pertama, orang ini datang ke saya untuk meminta tolong agar dipindahkan jabatannya dari Kalimantan ke Jawa Tengah. Singkat cerita, orang ini saya tolong. Namun hingga bertahun-tahun tidak mengabarkan bagaimana kelanjutan proses setelah SK ditandatangani oleh saya. Minimal berterima kasih atau mengabarkan tugasnya sudah pindah atau apalah, namun ujug-ujug 4 tahun kemudian orang ini datang lagi ke Jakarta. Saya pikir mau mengucapkan terima kasih yang tertunda. Namun ternyata, ia datang hanya ingin meminta tolong kepada saya untuk kedua kalinya. Katanya, ia berkeinginan agar keluarganya diangkat menjadi pegawai negeri semua." Cerita pertama Kang Jauhari.

 

Orang tersebut saya tidak akan menyebut namanya, karena saya anggap berprilaku tidak baik. Ia hanya meminta terus, berterima kasih pun tidak. Kedua, saya ingin menyebut pegawai saya di kantor yang telah menemani tugas-tugas saya selama tujuh tahun. Namanya Joko. Orang ini tidak pernah sedikitpun mengeluh. Keloyalan kepada pimpinan ia tunjukkan kepada saya misalnya meskipun ada tugas di luar kantor ia dengan senang hati melakukannya walaupun harus mengantarkan dokumen ke rumah di luar jam kantor.

 

Yang menarik dari orang ini, kata kang Jauhari, ia tidak pernah meminta sesuatu pada saya. Suatu ketika saya ditegur oleh Allah SWT dimana saya berketatapan hati untuk menanyakan padanya.

 

"Joko, apakah kamu punya keluarga yang menjadi pegawai negeri?"

 

"Anu Pak, boten wonten."

 

"Loh, kenapa tidak kamu mintakan pada saya. Orang dari mana-mana meminta tolong pada saya agar masuk pegawai negeri, tapi kamu orang yagn saya anggap dekat dan bagus dalam tugas, tetapi tidak pernah meminta. Ada apa man?"

 

"Nganu Pak, saya malu"

 

"Ya sudah! nanti saya bantu. Seandainya ada "asobah" nanti saya bantu." kata kang Jauhari.

 

Perbanyak Ingat ketimbang Meminta
Dua pengalaman pegawai Depan yang unik ini, kang Jauhari sampaikan sebagai pelaran hidup bahwa manusia sebaiknya lebih banyak berkonsentrasi kepada tugas ketimbang meminta.

Hal ini berlaku kepada kita dalam hal berhubungan dengan Allah. Menurut kang Jauhari yang pintar menirukan dalang pada tiap ceramahnya, mengatakan bahwa jika manusia lebih banyak ingat kepada Allah, maka niscaya Allah swt akan memberikan balasan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang ia minta dalam doanya. Kata Kang Jauhari sembari melafalkan hadits yang dimaksud.

 

Hal yang menarik lainnya dari uangkapan Kang Jauhari adalah logika sederhana terhadap tugas dan tanggung jawab. Dimana menurut beliau, bangsa Indonesia khususnya umat Islamnya, masih banyak yang tidak memperdulikan tugas dan kewajibannya. Salah satu hal ajaran agama yang sering kali dilalaikan adalah masalah sholat. Katanya, tidak sedikit diantara kita apabila mendengarkan seruan adzan dianggap angin lalu saja padahal menurutnya, itu adalah panggilan dari Allah swt.

 

Bayangkan jika Pak Deni memiliki supir, sambil menatap Pak H. Deni. Seandainya supir itu ingin dibutuhkan tepat pada jam 8 pagi, namun tiba-tiba si supir bilang "natar dulu pak, tanggung nih saya sedang nonton bola." kata Kang Jauhari mencontohkan.

  

Maka apa yang terjadi dengan si supir bila majikan menginginkan tugasnya dikerjakan namun dilalaikan bahakn ditunda-tunda, tentu saja resikonya bisa dipecat dan tidak dianggap lagi sebagai supirnya. kata Kang Jauhari mengahiri ceramahnya.

 

Syahdu
Setelah ceramah Pak Jauhari, acara hataman dimulai, masing-masing membaca quran satu juz. Tampak dalam vedo, kang Ni (Drs. Jaelani) paling akhir karena bacaanya berbeda dengan jamaah lain yang lebih dulu selesai. Sebab yang lain membaca dengan bacaan cepat.

Satelah hataman selesai, doa hataman dipimpin oleh KH. Anas Arsyad dan pembacaan syair barzanji dilakukan bersama-sama dengan khusu dan antusias. Terlihat misalnya Kang Nur, pimpinan pondok pesantren Tapak Sunan di Condet Jakarta, begitu terlihat khusu bahkan beliaulah yang diminta kang Anas Arsyad untuk menutup bacaan syair barzanji.

 

dimanfaatkan untuk Reuni Kecil-kecilan dari kiri kanan (depan) Nurjannah dan Yuni Mir'ati; belakang Subhan, Ahmad Baehaqi, Muhamad Kurtubi dan Ahmad RoyandiReuni Kecil-kecilan
Bagi saya (M. Kurtubi), Baehaqi, Ahmad Royandi, Siti Nurjanah, Nuruddin, Subhan dan Yuni Mir'ati, kesempatan silaturahmi kemarin itu dimanfaatkan untuk bertemu. Kami sudah puluhan tahun tidak bertemu apalagi setelah merantau di Jakarta. Maka teman-teman sewaktu SD waktu di Buntet Pesatnren itu kini sudah tua-tua.

 

Karenanya, pertemuan itu sangat dinikmati sebagai bagian dari rasa untuk saling menyatukan kembali orang-orang sejenis. Akhirnya reuni kecil itu bisa sempat berfoto bersama. Maaf fotonya ikut terdokumentasikan di sini.

 

Karenanya, secara pribadi saya mengucapkan terima kasih kepada H. Deni dan Kang Anas Arsyad yang telah memberi kesempatan kepada orang-orang Buntet bertemu dan bersilaturahmi. Apalagi momen maulidan ini sangat tepat sekali. Ditambah dengan nuansa acara yang dikemas apa adanya tanpa rekayasa itu berjalan bagaikan air mengalir.

 

Akhirnya, tidak sia-sialah semangat H. Deni yang mengeluarkan biaya cukup besar untuk acara ini. Konon menurut sumber yang dipercaya, harga sewa tenda hijau mewah itu seharga 7 juta dan katering 12 juta. Itu belum terhitung sewa kursi yang jumlahnya ratusan dan biaya lain-lainnya. Semua itu semoga tidak sia-sia namun dengan keikhlasan dan semangat untuk berbagi, maka semoga mendapat balasan dari Allah swt. Juga semoga anak H. Deni yang tengah dirawat di Rumah Sakit Singapura selama dua minggu dan kini tengah menjalani perawatan jalan bolak-balik Singapura-Jakarta, semoga cepat sembuh. Amin.

KH. Muhammad Akyas

KH. Muhammad Akyas

Posted by Unknown  |  at  5:20 PM

kyai_akyas.jpgOleh: Redaksi


Pagi hari, pukul 10.00 WIB Kamis pagi Pondok Buntet Pesantren sepanjang jalan menuju pusat kegiatan pesantren dipenuhi oleh serombongan ibu-ibu. Mereka berasal dari desa sekitar Buntet Pesantren. Puluhan ibu-ibu berbondong-bondong berjalan berbaris dengan pakaian rapih berkerudung dan menggunakan kain panjang. Perjalanan mereka ternyata berhenti di rumah KH. Muhammad Akyas. Di sana sudah berkumpul ibu-ibu yang siap mendengarkan pengajian di rumahnya.




Itulah salah satu kegiatan harian KH. Muhammad Akyas (Ki Akyas) dalam mengemban misi pendidikan kemasyarakatan ala pesantren. Para santri yang dibina beliau bukan saja santri yang datang dari daerah-daerah jauh dan bermukin di asrama-asrama, namun murid-murid (santri) beliau adalah juga para warga sekitar pesantren yang khusus datang mengaji kepadanya setiap hari Selasa dan Kamis. Pengajian “Kamisan” itu kini masih terus berlanjut dan dipimpin oleh anaknya, KH. Abdullah Syifa.





Jika orang Indonesia mengenal sosok KH. Abbas dari Buntet Pesantren Cirebon sebagai kyai alim dan pejuang yang pernah memimpin pasukan Hizbullah pada 10 November 1945 bersama Bung Tomo di Surabaya, maka tidak demikian dengan adiknya,  KH. Muhammad Akyas. Beliau justru dikenal sebagai kyai dikenal sebagai sosok Kyai yang sederhana namun berani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di masyarakat pasca kemerdekaan.





Tidak heran, kiprah beliau dalam menegakkan sendi sendi agama di masyarakat masih mebekas hingga kini. Di samping itu beliau sebagai muqoddam (mursyid) Tarekat Tijani, kerap dalam setiap dakwahnya selalu membawa pesan yang mudah dimengerti.  Salah satunya, beliau pandai menirukan dalang saat berdakwah  dan seringkali menegur orang secara langsung ke masalah utama.





KH. Akyas lahir tahun 1893 putra dari KH. Abdul Jamil sesepuh Pondok Buntet Pesantren pada periode dulu. Menurut penuturan anakya, KH. Abdullah Syifa,  Ki Akyas, sapaan akrab KH. Muhammad Akyas, wafat pada tahun 1978 memasuki usia 85 tahun. Anak keturunannya berjumlah 10. Dari isteri pertama yang kemudian meninggal dikaruniai 1 orang anak dan bersama isteri kedua, beliau dikaruniai anak 9 orang. Salah satu putranya yang meneruskan perjuangan dakwah adalah KH. Abdullah Syifa seperti ayahnya, Ki Syifa, pun membimbing thareqah Tijani.





Namun kenangan dan cerita dibalik kehidupan beliau yang unik sangat membekas di hati para murid-muridnya juga pada para santri yang pernah mondok di asrama Beliau. Tidak heran beliau dipercaya sebagai muqoddam Tarekat Tijani pada waktu hidupnya.







Hafal Alfiah



Dalam menelusuri ilmu-ilmu keislaman, syarat mutlak untuk memasuki bab-bab ilmu adalah ilmu Nahwu Shorof. Di pesantren santri yang mampu menguasai "ilmu alat" ini (linguistik) diharapkan akan mudah mempelajari kitab-kitab ulama. Karenanya, Kyai Akyas sejak muda tekun sekali menghafal alfiah saat masih di Buntet Pesantren.





Namun Sebagai anak kyai tidaklah heran jika para putranya diharuskan untuk mengikuti jejang ayahnya. Karenanya, Ki AKyas saat masih remaja diperintahkan untuk memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren lain . Namun berbeda dengan para santri umumnya. Ki Akyas saat datang mondok pertama kali sudah hafal alfiah. Karenanya, ia hanya butuh waktu 18 bulan saja mondok di Jombang dan berguru langsung kepada Hadratusshaikh, KH.Hasyim Asy'ari.





Dari situ, beliau berpindah ke Tambak Resi, Welleri untuk berguru kepada KH. Abdullah. Tidak lama kemudian Ki Akyas pindah lagi mondoknya di KH. Abdul Malik di Pesantren Jami Soren di Solo. Namun di pesantren ini, justru Ki Akyas bukannya belajr malah disuruh mengajar Alfiah di Madrasah Mambaul Ulum. Di pesantren ini hanya memakan waktu setengah tahun saja.





Awalnya, guru madrasah bertanya, kepada para santri-sanrinya kalau-kalau ada yang hafal alfiyah. Saat itu Ki Akyas masih remaja dan saat ia mengaku hafal alfiah, dianggap gurauan.  Sebab para guru di sana masih belum percaya kalau Ki Akyas remaja ini hafal alfiah. Tapi akhirnya setelah di tes kemampuannya, semuanya mempercayai daya hafal santri cilik ini.





Rupanya, KH. AKyas menuntut ilmu di pesantren lain tidak memakan waktu lama karena ilmu yang dipelajari di pesantren lain itu sudah diajarkan di Buntet Pesantren seperti alfiyah salah satu ilmu alat (linguistik) untuk membaca kitab-kitab ulama mutaqoddimin. Namun karena menuntut ilmu di pondok pesantren bagi keluarga kyai merupakan semacam prasyarat untuk bisa memimpin pesantren. Maka menunutut ilmu di banyak guru lain di pesantrenlain merupakan tindakan "tabarrukan" atau mencari kebaikan dari kyai-kyai di pesantren lain.





Meski masih muda, dengan berbekal ilmu dan pengalaman di pesantren lain itulah Ki Akyas dipercaya oleh ayahnya untuk mengajar para santri di pesantren. Akhirnya beliau dipercaya untuk mendirikan asrama di lingkungan Pondok Buntet Pesantren. Di asrama inilah kemudian berbondong-bondong para santri untuk mendalami ilmu pada beliau.





Teguh Pendirian



Kyai Akyas terkenal dengan julukan kyai yang teguh dalam pendirian dalam ajaran kepantasan dan kesopanan. Ketegasan sikap dan prilaku itu ditunjukkan beliau saat melihat hal-hal yang menurutnya tidak pantas yang berkembang di masyarakat. Salah satunya beliau tidak segan-segan menegur orang yang salah prilakuknya.






Misalnya melihat orang sudah dewasa tetapi masih memakai celana pendek, coba-coba berani melintas di depan beliau, maka tidak ragu-ragu Kyai Akyas menegurnya dan dikasih tahu jangan sekali-kali memakai celana pendek karena tidak pantas.  Karenaya di Buntet Pesantren melihat adab kesopanan berpakaian ini diikuti hingga saat ini. Hampir tidak ditemui orang-orang dewasa memakai celana pendek.





Demikian juga dalam hal kepantasan berpakaian, menurut para kyai di pesantren khususnya di Buntet pesatnren ada semacam ketidakpatutan jika orang yang memakai peci putih ala haji. Maklum dalam dunia pesantren memakai peci putih itu rupanya dikhususkan bagi orang yang pernah pergi haji. Karenanya, bila ada santri atau warga pesantren yang belum naik haji kemudian memakai peci langsung ditegur beliau.








Lain lagi bila datang hari Jum’at.  Menurut penuturan beberapa warga Pesantren, apalagi hari Jum’at beliau beliau selalu datang awal di masjid. Kemudian seperti biasa berdzikir dan lain-lain. Namun ada hal yang unik dilakukan kyai satu ini. Sebelum khatib naik mimbar, beliau selalu mengatur barisan shaf orang-orang yang ada di dalam masjid agar duduk tenang dan rapih. Padahal belum dilaksanakan shalat jum’at. Hal ini dilakukan bukan saja di masjid Pesantren namun di beberapa masjid di wilayah lain.





Pada hari-hari biasa, Ki Akyas ini sering sekali berputar-putar keliling Buntet Pesantren menggunakan kendaraan beca. Dari rumah beliau menuju barat, kemudian hingga batas wilayah pesantren beliau menyuruh tukang beca untuk berbalik kembali dan menuju timur, Utara dan Selatan.





Pintar Meniru Dalang



Berdakwah adalah ciri khas dari kyai satu ini. Kepiawaiannya dalam mengkomunikasikan ajaran agama kepada masyarakat cukup unik. Beliau salah satunya mahir menirukan gaya dalang namun bukan untuk membawakan wayang. Syair-syair arab diubah beliau menjadi langgam mirip gaya dalang.





Hal itu pernah beliau lakukan di suatu daerah diundang. Dalam undangan tersebut ada pertunjukan wayang. Giliran beliau tampil berpidato, Kyai Akyas bercerita seputar tokoh-tokoh wayang namun dikaitkan dengan ajaran keagamaan. Suara dan intonasinya yang fasih melafalkan ayat-ayat quran dan syair-syair arab membuat para hadirin terpukau. Sekan-akan tampilan ki Dalang itu kalah oleh beliau.





Menurut putranya, keahlian melagukan syair ini kemudian banyak ditiru oleh salah satu murid beliau KH. Fuad Hasyim (almarhum) salah satu ulama kyai dari Buntet Pesantren yang terkenal dengan kefasihan dalam melagukan ayat-ayat suci Al Quran.





Warisan Amnat



Nasehat-nasehat beliau dalam setiap pengajian disampaikan dalam bahasa yang jelas dan sangat mengena. Beberapa nasehat beliau yang masih dikenang oleh para muridnya itu misalnya:



Kata beliau, masyarakat akan hancur manakala terjadi empat hal berikut:



Pertama, orang alim yang mengaku-aku kealimannya.



Kedua, orang miskin yang disuruh memegang uang;



Ketiga, orang kaya melihat keuntungan;



Kelima, penguasa yang suka melihat jabatan.





Kemudian kepada anak-anaknya, beliau sering berwanti-wanti dalam nasehatnya. Misalnya nasehat yang dituturkan oleh KH. Syifa:






  • Jika kamu menjadi tua, maka janganlah seperti ayam jago tetapi juga tirulah jago. Maksudnya, prilaku ayam jago ada yang baik ada pula yang buruk. Yang baik misalnya, ayam jago itu bila melihat ayam betina pasangannya direbut oleh pejantan yang lain, akan langsung diburu dan dipatuk hingga kabur dan jika melawan dilabrak. Namun prilaku yang tidak boleh ditiru dari ayam jantan adalah ia tidak suka melihat ayam jatan lain yang lebih. Hal ini sama seperti jika melihat orang lain lebih baik, jangan dibencinya.

  • Jika suatu ketika bepergian dengan isteri kemudian sang isteri meminta macam-macam barang untuk dibelikan, menurut Ki Akyas sebaiknya ikuti saja permintaanya dan jangan sekali-kali ditentang dan bersitegang di jalan. Namun bila ingin menegurnya, maka nanti kalau sudah sampai di rumah.

  • Bila diundang oleh masyarakat biasa, maka jangan sekali-kali merasa menajdi orang yang penting sehingga menjadi satu-satunya orang yang ditunggu. Merasa penting sendiri inilah yang harus dihindari.









Jakarta, 18 Maret 2008  16:04 WIB seperti yang diceritakan KH. Muhammad Syifa kepada Redaksi (Muhammad Kurtubi)




 





KH. Muhammad Akyas

KH. Muhammad Akyas

Posted by Unknown  |  at  5:20 PM

kyai_akyas.jpgOleh: Redaksi


Pagi hari, pukul 10.00 WIB Kamis pagi Pondok Buntet Pesantren sepanjang jalan menuju pusat kegiatan pesantren dipenuhi oleh serombongan ibu-ibu. Mereka berasal dari desa sekitar Buntet Pesantren. Puluhan ibu-ibu berbondong-bondong berjalan berbaris dengan pakaian rapih berkerudung dan menggunakan kain panjang. Perjalanan mereka ternyata berhenti di rumah KH. Muhammad Akyas. Di sana sudah berkumpul ibu-ibu yang siap mendengarkan pengajian di rumahnya.




Itulah salah satu kegiatan harian KH. Muhammad Akyas (Ki Akyas) dalam mengemban misi pendidikan kemasyarakatan ala pesantren. Para santri yang dibina beliau bukan saja santri yang datang dari daerah-daerah jauh dan bermukin di asrama-asrama, namun murid-murid (santri) beliau adalah juga para warga sekitar pesantren yang khusus datang mengaji kepadanya setiap hari Selasa dan Kamis. Pengajian “Kamisan” itu kini masih terus berlanjut dan dipimpin oleh anaknya, KH. Abdullah Syifa.





Jika orang Indonesia mengenal sosok KH. Abbas dari Buntet Pesantren Cirebon sebagai kyai alim dan pejuang yang pernah memimpin pasukan Hizbullah pada 10 November 1945 bersama Bung Tomo di Surabaya, maka tidak demikian dengan adiknya,  KH. Muhammad Akyas. Beliau justru dikenal sebagai kyai dikenal sebagai sosok Kyai yang sederhana namun berani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di masyarakat pasca kemerdekaan.





Tidak heran, kiprah beliau dalam menegakkan sendi sendi agama di masyarakat masih mebekas hingga kini. Di samping itu beliau sebagai muqoddam (mursyid) Tarekat Tijani, kerap dalam setiap dakwahnya selalu membawa pesan yang mudah dimengerti.  Salah satunya, beliau pandai menirukan dalang saat berdakwah  dan seringkali menegur orang secara langsung ke masalah utama.





KH. Akyas lahir tahun 1893 putra dari KH. Abdul Jamil sesepuh Pondok Buntet Pesantren pada periode dulu. Menurut penuturan anakya, KH. Abdullah Syifa,  Ki Akyas, sapaan akrab KH. Muhammad Akyas, wafat pada tahun 1978 memasuki usia 85 tahun. Anak keturunannya berjumlah 10. Dari isteri pertama yang kemudian meninggal dikaruniai 1 orang anak dan bersama isteri kedua, beliau dikaruniai anak 9 orang. Salah satu putranya yang meneruskan perjuangan dakwah adalah KH. Abdullah Syifa seperti ayahnya, Ki Syifa, pun membimbing thareqah Tijani.





Namun kenangan dan cerita dibalik kehidupan beliau yang unik sangat membekas di hati para murid-muridnya juga pada para santri yang pernah mondok di asrama Beliau. Tidak heran beliau dipercaya sebagai muqoddam Tarekat Tijani pada waktu hidupnya.







Hafal Alfiah



Dalam menelusuri ilmu-ilmu keislaman, syarat mutlak untuk memasuki bab-bab ilmu adalah ilmu Nahwu Shorof. Di pesantren santri yang mampu menguasai "ilmu alat" ini (linguistik) diharapkan akan mudah mempelajari kitab-kitab ulama. Karenanya, Kyai Akyas sejak muda tekun sekali menghafal alfiah saat masih di Buntet Pesantren.





Namun Sebagai anak kyai tidaklah heran jika para putranya diharuskan untuk mengikuti jejang ayahnya. Karenanya, Ki AKyas saat masih remaja diperintahkan untuk memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren lain . Namun berbeda dengan para santri umumnya. Ki Akyas saat datang mondok pertama kali sudah hafal alfiah. Karenanya, ia hanya butuh waktu 18 bulan saja mondok di Jombang dan berguru langsung kepada Hadratusshaikh, KH.Hasyim Asy'ari.





Dari situ, beliau berpindah ke Tambak Resi, Welleri untuk berguru kepada KH. Abdullah. Tidak lama kemudian Ki Akyas pindah lagi mondoknya di KH. Abdul Malik di Pesantren Jami Soren di Solo. Namun di pesantren ini, justru Ki Akyas bukannya belajr malah disuruh mengajar Alfiah di Madrasah Mambaul Ulum. Di pesantren ini hanya memakan waktu setengah tahun saja.





Awalnya, guru madrasah bertanya, kepada para santri-sanrinya kalau-kalau ada yang hafal alfiyah. Saat itu Ki Akyas masih remaja dan saat ia mengaku hafal alfiah, dianggap gurauan.  Sebab para guru di sana masih belum percaya kalau Ki Akyas remaja ini hafal alfiah. Tapi akhirnya setelah di tes kemampuannya, semuanya mempercayai daya hafal santri cilik ini.





Rupanya, KH. AKyas menuntut ilmu di pesantren lain tidak memakan waktu lama karena ilmu yang dipelajari di pesantren lain itu sudah diajarkan di Buntet Pesantren seperti alfiyah salah satu ilmu alat (linguistik) untuk membaca kitab-kitab ulama mutaqoddimin. Namun karena menuntut ilmu di pondok pesantren bagi keluarga kyai merupakan semacam prasyarat untuk bisa memimpin pesantren. Maka menunutut ilmu di banyak guru lain di pesantrenlain merupakan tindakan "tabarrukan" atau mencari kebaikan dari kyai-kyai di pesantren lain.





Meski masih muda, dengan berbekal ilmu dan pengalaman di pesantren lain itulah Ki Akyas dipercaya oleh ayahnya untuk mengajar para santri di pesantren. Akhirnya beliau dipercaya untuk mendirikan asrama di lingkungan Pondok Buntet Pesantren. Di asrama inilah kemudian berbondong-bondong para santri untuk mendalami ilmu pada beliau.





Teguh Pendirian



Kyai Akyas terkenal dengan julukan kyai yang teguh dalam pendirian dalam ajaran kepantasan dan kesopanan. Ketegasan sikap dan prilaku itu ditunjukkan beliau saat melihat hal-hal yang menurutnya tidak pantas yang berkembang di masyarakat. Salah satunya beliau tidak segan-segan menegur orang yang salah prilakuknya.






Misalnya melihat orang sudah dewasa tetapi masih memakai celana pendek, coba-coba berani melintas di depan beliau, maka tidak ragu-ragu Kyai Akyas menegurnya dan dikasih tahu jangan sekali-kali memakai celana pendek karena tidak pantas.  Karenaya di Buntet Pesantren melihat adab kesopanan berpakaian ini diikuti hingga saat ini. Hampir tidak ditemui orang-orang dewasa memakai celana pendek.





Demikian juga dalam hal kepantasan berpakaian, menurut para kyai di pesantren khususnya di Buntet pesatnren ada semacam ketidakpatutan jika orang yang memakai peci putih ala haji. Maklum dalam dunia pesantren memakai peci putih itu rupanya dikhususkan bagi orang yang pernah pergi haji. Karenanya, bila ada santri atau warga pesantren yang belum naik haji kemudian memakai peci langsung ditegur beliau.








Lain lagi bila datang hari Jum’at.  Menurut penuturan beberapa warga Pesantren, apalagi hari Jum’at beliau beliau selalu datang awal di masjid. Kemudian seperti biasa berdzikir dan lain-lain. Namun ada hal yang unik dilakukan kyai satu ini. Sebelum khatib naik mimbar, beliau selalu mengatur barisan shaf orang-orang yang ada di dalam masjid agar duduk tenang dan rapih. Padahal belum dilaksanakan shalat jum’at. Hal ini dilakukan bukan saja di masjid Pesantren namun di beberapa masjid di wilayah lain.





Pada hari-hari biasa, Ki Akyas ini sering sekali berputar-putar keliling Buntet Pesantren menggunakan kendaraan beca. Dari rumah beliau menuju barat, kemudian hingga batas wilayah pesantren beliau menyuruh tukang beca untuk berbalik kembali dan menuju timur, Utara dan Selatan.





Pintar Meniru Dalang



Berdakwah adalah ciri khas dari kyai satu ini. Kepiawaiannya dalam mengkomunikasikan ajaran agama kepada masyarakat cukup unik. Beliau salah satunya mahir menirukan gaya dalang namun bukan untuk membawakan wayang. Syair-syair arab diubah beliau menjadi langgam mirip gaya dalang.





Hal itu pernah beliau lakukan di suatu daerah diundang. Dalam undangan tersebut ada pertunjukan wayang. Giliran beliau tampil berpidato, Kyai Akyas bercerita seputar tokoh-tokoh wayang namun dikaitkan dengan ajaran keagamaan. Suara dan intonasinya yang fasih melafalkan ayat-ayat quran dan syair-syair arab membuat para hadirin terpukau. Sekan-akan tampilan ki Dalang itu kalah oleh beliau.





Menurut putranya, keahlian melagukan syair ini kemudian banyak ditiru oleh salah satu murid beliau KH. Fuad Hasyim (almarhum) salah satu ulama kyai dari Buntet Pesantren yang terkenal dengan kefasihan dalam melagukan ayat-ayat suci Al Quran.





Warisan Amnat



Nasehat-nasehat beliau dalam setiap pengajian disampaikan dalam bahasa yang jelas dan sangat mengena. Beberapa nasehat beliau yang masih dikenang oleh para muridnya itu misalnya:



Kata beliau, masyarakat akan hancur manakala terjadi empat hal berikut:



Pertama, orang alim yang mengaku-aku kealimannya.



Kedua, orang miskin yang disuruh memegang uang;



Ketiga, orang kaya melihat keuntungan;



Kelima, penguasa yang suka melihat jabatan.





Kemudian kepada anak-anaknya, beliau sering berwanti-wanti dalam nasehatnya. Misalnya nasehat yang dituturkan oleh KH. Syifa:






  • Jika kamu menjadi tua, maka janganlah seperti ayam jago tetapi juga tirulah jago. Maksudnya, prilaku ayam jago ada yang baik ada pula yang buruk. Yang baik misalnya, ayam jago itu bila melihat ayam betina pasangannya direbut oleh pejantan yang lain, akan langsung diburu dan dipatuk hingga kabur dan jika melawan dilabrak. Namun prilaku yang tidak boleh ditiru dari ayam jantan adalah ia tidak suka melihat ayam jatan lain yang lebih. Hal ini sama seperti jika melihat orang lain lebih baik, jangan dibencinya.

  • Jika suatu ketika bepergian dengan isteri kemudian sang isteri meminta macam-macam barang untuk dibelikan, menurut Ki Akyas sebaiknya ikuti saja permintaanya dan jangan sekali-kali ditentang dan bersitegang di jalan. Namun bila ingin menegurnya, maka nanti kalau sudah sampai di rumah.

  • Bila diundang oleh masyarakat biasa, maka jangan sekali-kali merasa menajdi orang yang penting sehingga menjadi satu-satunya orang yang ditunggu. Merasa penting sendiri inilah yang harus dihindari.









Jakarta, 18 Maret 2008  16:04 WIB seperti yang diceritakan KH. Muhammad Syifa kepada Redaksi (Muhammad Kurtubi)




 





KH. Muhammad Akyas

KH. Muhammad Akyas

Posted by Unknown  |  at  5:20 PM

kyai_akyas.jpgOleh: Redaksi


Pagi hari, pukul 10.00 WIB Kamis pagi Pondok Buntet Pesantren sepanjang jalan menuju pusat kegiatan pesantren dipenuhi oleh serombongan ibu-ibu. Mereka berasal dari desa sekitar Buntet Pesantren. Puluhan ibu-ibu berbondong-bondong berjalan berbaris dengan pakaian rapih berkerudung dan menggunakan kain panjang. Perjalanan mereka ternyata berhenti di rumah KH. Muhammad Akyas. Di sana sudah berkumpul ibu-ibu yang siap mendengarkan pengajian di rumahnya.




Itulah salah satu kegiatan harian KH. Muhammad Akyas (Ki Akyas) dalam mengemban misi pendidikan kemasyarakatan ala pesantren. Para santri yang dibina beliau bukan saja santri yang datang dari daerah-daerah jauh dan bermukin di asrama-asrama, namun murid-murid (santri) beliau adalah juga para warga sekitar pesantren yang khusus datang mengaji kepadanya setiap hari Selasa dan Kamis. Pengajian “Kamisan” itu kini masih terus berlanjut dan dipimpin oleh anaknya, KH. Abdullah Syifa.





Jika orang Indonesia mengenal sosok KH. Abbas dari Buntet Pesantren Cirebon sebagai kyai alim dan pejuang yang pernah memimpin pasukan Hizbullah pada 10 November 1945 bersama Bung Tomo di Surabaya, maka tidak demikian dengan adiknya,  KH. Muhammad Akyas. Beliau justru dikenal sebagai kyai dikenal sebagai sosok Kyai yang sederhana namun berani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di masyarakat pasca kemerdekaan.





Tidak heran, kiprah beliau dalam menegakkan sendi sendi agama di masyarakat masih mebekas hingga kini. Di samping itu beliau sebagai muqoddam (mursyid) Tarekat Tijani, kerap dalam setiap dakwahnya selalu membawa pesan yang mudah dimengerti.  Salah satunya, beliau pandai menirukan dalang saat berdakwah  dan seringkali menegur orang secara langsung ke masalah utama.





KH. Akyas lahir tahun 1893 putra dari KH. Abdul Jamil sesepuh Pondok Buntet Pesantren pada periode dulu. Menurut penuturan anakya, KH. Abdullah Syifa,  Ki Akyas, sapaan akrab KH. Muhammad Akyas, wafat pada tahun 1978 memasuki usia 85 tahun. Anak keturunannya berjumlah 10. Dari isteri pertama yang kemudian meninggal dikaruniai 1 orang anak dan bersama isteri kedua, beliau dikaruniai anak 9 orang. Salah satu putranya yang meneruskan perjuangan dakwah adalah KH. Abdullah Syifa seperti ayahnya, Ki Syifa, pun membimbing thareqah Tijani.





Namun kenangan dan cerita dibalik kehidupan beliau yang unik sangat membekas di hati para murid-muridnya juga pada para santri yang pernah mondok di asrama Beliau. Tidak heran beliau dipercaya sebagai muqoddam Tarekat Tijani pada waktu hidupnya.







Hafal Alfiah



Dalam menelusuri ilmu-ilmu keislaman, syarat mutlak untuk memasuki bab-bab ilmu adalah ilmu Nahwu Shorof. Di pesantren santri yang mampu menguasai "ilmu alat" ini (linguistik) diharapkan akan mudah mempelajari kitab-kitab ulama. Karenanya, Kyai Akyas sejak muda tekun sekali menghafal alfiah saat masih di Buntet Pesantren.





Namun Sebagai anak kyai tidaklah heran jika para putranya diharuskan untuk mengikuti jejang ayahnya. Karenanya, Ki AKyas saat masih remaja diperintahkan untuk memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren lain . Namun berbeda dengan para santri umumnya. Ki Akyas saat datang mondok pertama kali sudah hafal alfiah. Karenanya, ia hanya butuh waktu 18 bulan saja mondok di Jombang dan berguru langsung kepada Hadratusshaikh, KH.Hasyim Asy'ari.





Dari situ, beliau berpindah ke Tambak Resi, Welleri untuk berguru kepada KH. Abdullah. Tidak lama kemudian Ki Akyas pindah lagi mondoknya di KH. Abdul Malik di Pesantren Jami Soren di Solo. Namun di pesantren ini, justru Ki Akyas bukannya belajr malah disuruh mengajar Alfiah di Madrasah Mambaul Ulum. Di pesantren ini hanya memakan waktu setengah tahun saja.





Awalnya, guru madrasah bertanya, kepada para santri-sanrinya kalau-kalau ada yang hafal alfiyah. Saat itu Ki Akyas masih remaja dan saat ia mengaku hafal alfiah, dianggap gurauan.  Sebab para guru di sana masih belum percaya kalau Ki Akyas remaja ini hafal alfiah. Tapi akhirnya setelah di tes kemampuannya, semuanya mempercayai daya hafal santri cilik ini.





Rupanya, KH. AKyas menuntut ilmu di pesantren lain tidak memakan waktu lama karena ilmu yang dipelajari di pesantren lain itu sudah diajarkan di Buntet Pesantren seperti alfiyah salah satu ilmu alat (linguistik) untuk membaca kitab-kitab ulama mutaqoddimin. Namun karena menuntut ilmu di pondok pesantren bagi keluarga kyai merupakan semacam prasyarat untuk bisa memimpin pesantren. Maka menunutut ilmu di banyak guru lain di pesantrenlain merupakan tindakan "tabarrukan" atau mencari kebaikan dari kyai-kyai di pesantren lain.





Meski masih muda, dengan berbekal ilmu dan pengalaman di pesantren lain itulah Ki Akyas dipercaya oleh ayahnya untuk mengajar para santri di pesantren. Akhirnya beliau dipercaya untuk mendirikan asrama di lingkungan Pondok Buntet Pesantren. Di asrama inilah kemudian berbondong-bondong para santri untuk mendalami ilmu pada beliau.





Teguh Pendirian



Kyai Akyas terkenal dengan julukan kyai yang teguh dalam pendirian dalam ajaran kepantasan dan kesopanan. Ketegasan sikap dan prilaku itu ditunjukkan beliau saat melihat hal-hal yang menurutnya tidak pantas yang berkembang di masyarakat. Salah satunya beliau tidak segan-segan menegur orang yang salah prilakuknya.






Misalnya melihat orang sudah dewasa tetapi masih memakai celana pendek, coba-coba berani melintas di depan beliau, maka tidak ragu-ragu Kyai Akyas menegurnya dan dikasih tahu jangan sekali-kali memakai celana pendek karena tidak pantas.  Karenaya di Buntet Pesantren melihat adab kesopanan berpakaian ini diikuti hingga saat ini. Hampir tidak ditemui orang-orang dewasa memakai celana pendek.





Demikian juga dalam hal kepantasan berpakaian, menurut para kyai di pesantren khususnya di Buntet pesatnren ada semacam ketidakpatutan jika orang yang memakai peci putih ala haji. Maklum dalam dunia pesantren memakai peci putih itu rupanya dikhususkan bagi orang yang pernah pergi haji. Karenanya, bila ada santri atau warga pesantren yang belum naik haji kemudian memakai peci langsung ditegur beliau.








Lain lagi bila datang hari Jum’at.  Menurut penuturan beberapa warga Pesantren, apalagi hari Jum’at beliau beliau selalu datang awal di masjid. Kemudian seperti biasa berdzikir dan lain-lain. Namun ada hal yang unik dilakukan kyai satu ini. Sebelum khatib naik mimbar, beliau selalu mengatur barisan shaf orang-orang yang ada di dalam masjid agar duduk tenang dan rapih. Padahal belum dilaksanakan shalat jum’at. Hal ini dilakukan bukan saja di masjid Pesantren namun di beberapa masjid di wilayah lain.





Pada hari-hari biasa, Ki Akyas ini sering sekali berputar-putar keliling Buntet Pesantren menggunakan kendaraan beca. Dari rumah beliau menuju barat, kemudian hingga batas wilayah pesantren beliau menyuruh tukang beca untuk berbalik kembali dan menuju timur, Utara dan Selatan.





Pintar Meniru Dalang



Berdakwah adalah ciri khas dari kyai satu ini. Kepiawaiannya dalam mengkomunikasikan ajaran agama kepada masyarakat cukup unik. Beliau salah satunya mahir menirukan gaya dalang namun bukan untuk membawakan wayang. Syair-syair arab diubah beliau menjadi langgam mirip gaya dalang.





Hal itu pernah beliau lakukan di suatu daerah diundang. Dalam undangan tersebut ada pertunjukan wayang. Giliran beliau tampil berpidato, Kyai Akyas bercerita seputar tokoh-tokoh wayang namun dikaitkan dengan ajaran keagamaan. Suara dan intonasinya yang fasih melafalkan ayat-ayat quran dan syair-syair arab membuat para hadirin terpukau. Sekan-akan tampilan ki Dalang itu kalah oleh beliau.





Menurut putranya, keahlian melagukan syair ini kemudian banyak ditiru oleh salah satu murid beliau KH. Fuad Hasyim (almarhum) salah satu ulama kyai dari Buntet Pesantren yang terkenal dengan kefasihan dalam melagukan ayat-ayat suci Al Quran.





Warisan Amnat



Nasehat-nasehat beliau dalam setiap pengajian disampaikan dalam bahasa yang jelas dan sangat mengena. Beberapa nasehat beliau yang masih dikenang oleh para muridnya itu misalnya:



Kata beliau, masyarakat akan hancur manakala terjadi empat hal berikut:



Pertama, orang alim yang mengaku-aku kealimannya.



Kedua, orang miskin yang disuruh memegang uang;



Ketiga, orang kaya melihat keuntungan;



Kelima, penguasa yang suka melihat jabatan.





Kemudian kepada anak-anaknya, beliau sering berwanti-wanti dalam nasehatnya. Misalnya nasehat yang dituturkan oleh KH. Syifa:






  • Jika kamu menjadi tua, maka janganlah seperti ayam jago tetapi juga tirulah jago. Maksudnya, prilaku ayam jago ada yang baik ada pula yang buruk. Yang baik misalnya, ayam jago itu bila melihat ayam betina pasangannya direbut oleh pejantan yang lain, akan langsung diburu dan dipatuk hingga kabur dan jika melawan dilabrak. Namun prilaku yang tidak boleh ditiru dari ayam jantan adalah ia tidak suka melihat ayam jatan lain yang lebih. Hal ini sama seperti jika melihat orang lain lebih baik, jangan dibencinya.

  • Jika suatu ketika bepergian dengan isteri kemudian sang isteri meminta macam-macam barang untuk dibelikan, menurut Ki Akyas sebaiknya ikuti saja permintaanya dan jangan sekali-kali ditentang dan bersitegang di jalan. Namun bila ingin menegurnya, maka nanti kalau sudah sampai di rumah.

  • Bila diundang oleh masyarakat biasa, maka jangan sekali-kali merasa menajdi orang yang penting sehingga menjadi satu-satunya orang yang ditunggu. Merasa penting sendiri inilah yang harus dihindari.









Jakarta, 18 Maret 2008  16:04 WIB seperti yang diceritakan KH. Muhammad Syifa kepada Redaksi (Muhammad Kurtubi)




 





Hati yang Bergetar

Hati yang Bergetar

Posted by Unknown  |  at  8:20 AM

Getaran hati tak sependek gambar ini.. Oleh: Muhamad Kurtubi
Dalam sebuah ayat Al Qur’an menyebutkan kalimat: “wajilat qulubuhum” hati mereka bergetar. “waidza tuliyat ‘alaihim ayatuhu, zaadathum imaana”, kemudian jika dibacakan ayat-ayat (al qur’an) bertambahlah keimanan mereka. Dengan demikian, adakah hubungan yang signifikan antara getaran hati dengan rasa keberagamaan seseorang ?

 

 

Boleh jadi, rasa beragama merupakan citra yang didapat hasil dari bergumulnya keagamaan seseorang dalam kesehariannya. Namanya rasa, ada rasa manis, pahit, asem atau getir. Nah, karena agama bersifat meruhani tentu saja rasa ini pun sifatnya ruhani. Ternyata, jika dirunut-runut, rasa beragama ini bermula dari getaran hati karena reaksi pada dzikir kepada Allah. Misalnya pada ayat di atas, “jika mengingat akan Allah, hatinya bergetar”

 

Sebagai contoh kecil, misalnya pengalaman yang mungkin menimpa saya, Anda, teman saya atau siapapun. Pernah suatu ketika saat hendak mengerjakan shalat ashar namun waktu sudah mendekati finish (maghrib). Ketika mendengar atau melihat jam sudah setengah enam, saat itu, di musholla/Masjid terdengar pengajian menjelang maghrib. Kondisi di jalanan tengah macet luar biasa. Lalu dipaksakanlah mampir di masjid untuk segera mengerjakan shalat karena khawatir tidak kebagian waktu.

 

Meskipun mengerjakan shalat ashar itu menjelang maghrib, maka konon, siapaupun orang ini dalam hatinya masih mampu bergetar. Padahal itu hasil mendengarkan pengajian dari speaker atau saat melihat jam tangan.

 

Bayangkan jika tidak ada getaran dalam hatinya, jangankan mendengarkan suara pengajian, mendengar adzan saat waktu shalat tiba saja mungkin tidak akan memperdulikannya. Apalagi menjelang waktu shalat hampir selesai. Kadang terdengar ungkapan: “Masa bodoh ah!”, “baju saya kotor” atau ungkapan “nanti saja lah shalatnya” dan seterusnya. Tuhanlah yang mengetahui getaran sehalus apapun yang dipancarkan oleh Hati manusia. Inaallaha alimun bidzatissuduur (Allah mengetahui getaran yang dihasilkan oleh hati manusia).

 

Nabi saw, adalah contoh yang paling hebat getaran hatinya. Diceritakan dalam berbagai versi hadits dimana Rasulullah saw shalat malam hingga menjelang subuh. Dengan rakaat yang panjang-panjang dan seringkali menangis. Hingga pada saat hampir masuk waktu subuh, sahabat Bilal bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa Anda menangis bukankah Anda orang yang dijamin Allah masuk syurga.” Lalu Rasulullah saw menjawab: “Aku belum menjadi hamba yang bersyukur”.

 

Shabahat Ali kw, saat mendengarkan adzan berkumandang, muka beliau pucat karena akan menghadap Allah SWT. Kemudian cucunya, Ali Zainal Abidin, saat setelah berwudlu, mukanya pucat sekali. “Mengapa tuan mukanya, pucat?” tanya seseorang. “Bukankah kita akan menghadap Allah SWT (shalat).” Jawab beliau.

 

Energi Getaran
Apa jadinya dunia, kalau tidak ada getaran. Bunyi-bunyian adalah produk dari getaran yang simultan. Semakin lemah getaran, semakin longgar frekuensi getarannya. Semain keras getaran, semakin rapat frekuensinya. Maka kita berterima kasih kepada Michael Hertz yang mampu membuat teori getaran sehingga para pakar gelombang suara mampu menghasilkan berbagai temuannya.

 

Konon, energi terpancar melalui getaran. Manfaatnya dapat memberikan tenaga gerak pada segala sesuatu. Misalnya matahari sebagai sumber energi. Getaran hasil reaksi fusi di dalam matahari mampu memancarkan foton-foton yang membentuk cahaya. Lalu ia mampu menumbuhkan tanaman. Kemudian daun-daun hijau (klorofil) menghasilkan oksigen. Gerakan oksigen yang terpancar di udara inipun kemudian dimanfaatkan manusia dan mesin-mesin untuk bernafas sehingga menggerakan energi berikutnya.

 

Getaran Listrik juga demikian. Gaya gerak listik (GGL) yang tercipta dari hasil fluktuasi magnet pada generator menghasilkan ion positif dan negatif. Dari keduanya kemudian mengalir dengan deras ke selang-selang kabel sehingga mampu menghidupi mesin-mesin listrik dan lampu-lampu. Sehingga dunia menjadi ramai dan memakmurkan penduduk bumi.

 

Bunyi-bunyian tercipta dari getaran. Suara yang keluarkan mulut seseorang, dihasilkan dari getaran pita suara. Lalu digerakkan lagi oleh genderang telinga sehingga dimengerti. Sedangkan suara yang dipancarkan dari audio stereo digetarkan oleh membrane yang terdapat dalam speaker dan digetarkan ke udara lewat oleh foton dan ditangkap lagi oleh genderang telinga yang bergetar. Sehinggalah dari getaran ini pula semua kata/lagu dimengerti.

 

Keimanan (rasa beragama) juga timbul dari getaran. Getaran ini mirip gelombang sinus istilah Nabi saw: kadang yazid kadang yankus ( naik turun). Namun demikian seperti contoh di atas, orang masih ada keimanannya (rasa keberagamaanya) saat waktu kritis pun masih maumengerjakan misalnya shalat. Getaran sosial pun juga. Ketika melihat ada tetangga membutuhkan, ia tergerak untuk membantu tanpa ingin dipuji atau semisalnya. Bagi pemimpin yang bergetara rasa keagamaanya, ia tidak mau sedikitpun untuk korupsi dan lain-lain.

 

Akhirnya, getaran frekuensi merupakan gejala alam (sunnatullah) ini berlaku kepada alam makrokosmos. Demikian pula alam mikrokosmos seperti atom. Di dalamnya terdapat elektron yang senantiasa bergetar tiada henti. Alam jiwa seperti hati yang kita miliki juga terus-menerus bergetar getarannya mampu mencapai Arasy… Wallahu a’lam.

Hati yang Bergetar

Hati yang Bergetar

Posted by Unknown  |  at  8:20 AM

Getaran hati tak sependek gambar ini.. Oleh: Muhamad Kurtubi
Dalam sebuah ayat Al Qur’an menyebutkan kalimat: “wajilat qulubuhum” hati mereka bergetar. “waidza tuliyat ‘alaihim ayatuhu, zaadathum imaana”, kemudian jika dibacakan ayat-ayat (al qur’an) bertambahlah keimanan mereka. Dengan demikian, adakah hubungan yang signifikan antara getaran hati dengan rasa keberagamaan seseorang ?

 

 

Boleh jadi, rasa beragama merupakan citra yang didapat hasil dari bergumulnya keagamaan seseorang dalam kesehariannya. Namanya rasa, ada rasa manis, pahit, asem atau getir. Nah, karena agama bersifat meruhani tentu saja rasa ini pun sifatnya ruhani. Ternyata, jika dirunut-runut, rasa beragama ini bermula dari getaran hati karena reaksi pada dzikir kepada Allah. Misalnya pada ayat di atas, “jika mengingat akan Allah, hatinya bergetar”

 

Sebagai contoh kecil, misalnya pengalaman yang mungkin menimpa saya, Anda, teman saya atau siapapun. Pernah suatu ketika saat hendak mengerjakan shalat ashar namun waktu sudah mendekati finish (maghrib). Ketika mendengar atau melihat jam sudah setengah enam, saat itu, di musholla/Masjid terdengar pengajian menjelang maghrib. Kondisi di jalanan tengah macet luar biasa. Lalu dipaksakanlah mampir di masjid untuk segera mengerjakan shalat karena khawatir tidak kebagian waktu.

 

Meskipun mengerjakan shalat ashar itu menjelang maghrib, maka konon, siapaupun orang ini dalam hatinya masih mampu bergetar. Padahal itu hasil mendengarkan pengajian dari speaker atau saat melihat jam tangan.

 

Bayangkan jika tidak ada getaran dalam hatinya, jangankan mendengarkan suara pengajian, mendengar adzan saat waktu shalat tiba saja mungkin tidak akan memperdulikannya. Apalagi menjelang waktu shalat hampir selesai. Kadang terdengar ungkapan: “Masa bodoh ah!”, “baju saya kotor” atau ungkapan “nanti saja lah shalatnya” dan seterusnya. Tuhanlah yang mengetahui getaran sehalus apapun yang dipancarkan oleh Hati manusia. Inaallaha alimun bidzatissuduur (Allah mengetahui getaran yang dihasilkan oleh hati manusia).

 

Nabi saw, adalah contoh yang paling hebat getaran hatinya. Diceritakan dalam berbagai versi hadits dimana Rasulullah saw shalat malam hingga menjelang subuh. Dengan rakaat yang panjang-panjang dan seringkali menangis. Hingga pada saat hampir masuk waktu subuh, sahabat Bilal bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa Anda menangis bukankah Anda orang yang dijamin Allah masuk syurga.” Lalu Rasulullah saw menjawab: “Aku belum menjadi hamba yang bersyukur”.

 

Shabahat Ali kw, saat mendengarkan adzan berkumandang, muka beliau pucat karena akan menghadap Allah SWT. Kemudian cucunya, Ali Zainal Abidin, saat setelah berwudlu, mukanya pucat sekali. “Mengapa tuan mukanya, pucat?” tanya seseorang. “Bukankah kita akan menghadap Allah SWT (shalat).” Jawab beliau.

 

Energi Getaran
Apa jadinya dunia, kalau tidak ada getaran. Bunyi-bunyian adalah produk dari getaran yang simultan. Semakin lemah getaran, semakin longgar frekuensi getarannya. Semain keras getaran, semakin rapat frekuensinya. Maka kita berterima kasih kepada Michael Hertz yang mampu membuat teori getaran sehingga para pakar gelombang suara mampu menghasilkan berbagai temuannya.

 

Konon, energi terpancar melalui getaran. Manfaatnya dapat memberikan tenaga gerak pada segala sesuatu. Misalnya matahari sebagai sumber energi. Getaran hasil reaksi fusi di dalam matahari mampu memancarkan foton-foton yang membentuk cahaya. Lalu ia mampu menumbuhkan tanaman. Kemudian daun-daun hijau (klorofil) menghasilkan oksigen. Gerakan oksigen yang terpancar di udara inipun kemudian dimanfaatkan manusia dan mesin-mesin untuk bernafas sehingga menggerakan energi berikutnya.

 

Getaran Listrik juga demikian. Gaya gerak listik (GGL) yang tercipta dari hasil fluktuasi magnet pada generator menghasilkan ion positif dan negatif. Dari keduanya kemudian mengalir dengan deras ke selang-selang kabel sehingga mampu menghidupi mesin-mesin listrik dan lampu-lampu. Sehingga dunia menjadi ramai dan memakmurkan penduduk bumi.

 

Bunyi-bunyian tercipta dari getaran. Suara yang keluarkan mulut seseorang, dihasilkan dari getaran pita suara. Lalu digerakkan lagi oleh genderang telinga sehingga dimengerti. Sedangkan suara yang dipancarkan dari audio stereo digetarkan oleh membrane yang terdapat dalam speaker dan digetarkan ke udara lewat oleh foton dan ditangkap lagi oleh genderang telinga yang bergetar. Sehinggalah dari getaran ini pula semua kata/lagu dimengerti.

 

Keimanan (rasa beragama) juga timbul dari getaran. Getaran ini mirip gelombang sinus istilah Nabi saw: kadang yazid kadang yankus ( naik turun). Namun demikian seperti contoh di atas, orang masih ada keimanannya (rasa keberagamaanya) saat waktu kritis pun masih maumengerjakan misalnya shalat. Getaran sosial pun juga. Ketika melihat ada tetangga membutuhkan, ia tergerak untuk membantu tanpa ingin dipuji atau semisalnya. Bagi pemimpin yang bergetara rasa keagamaanya, ia tidak mau sedikitpun untuk korupsi dan lain-lain.

 

Akhirnya, getaran frekuensi merupakan gejala alam (sunnatullah) ini berlaku kepada alam makrokosmos. Demikian pula alam mikrokosmos seperti atom. Di dalamnya terdapat elektron yang senantiasa bergetar tiada henti. Alam jiwa seperti hati yang kita miliki juga terus-menerus bergetar getarannya mampu mencapai Arasy… Wallahu a’lam.

Copyright © 2013 Blog Backup Buntet Pesantren. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9
Blogger template. Proudly Powered by Blogger.
back to top