Mendahulukan Ada atau Qodho?

Mendahulukan Ada atau Qodho?

Posted by Unknown  |  at  12:27 AM

Mendahulukan shalat wajib atau qadha’ Shalat adalah ibadah yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Untuk shalat wajib, syara’ membaginya menjadi lima waktu; Dhuhur, Ashar, Mahgrib, Isya’ dan Subuh. Sedangkan untuk shalat sunnah syara’ memberi banyak pilihan bagi seorang muslim yang ingin mendapatkan pahala tambahan, seperti sholat Tahajjud, Dhuha, Witir, Qabliyah dan Ba’diyah serta masih banyak lagi shalat-shalat sunnah yang lain.

Terkhusus untuk shalat wajib, setiap muslim yang telah baligh wajib hukumnya menjalankan shalat lima waktu dalam sehari semalam sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh syara’. Jika seseorang menjalankan shalat pada waktunya itu dinamakan ada’(tepat waktu), dan jika seseorang menjalankan shalat diluar waktunya itu dinamakan qadha’(diluar waktu shalat) seperti seseorang yang lupa melaksanakan shalat maghrib karena kesibukan atau hal lain yang membuatnya lupa, maka setelah ingat ia wajib mengqadha’nya, contoh lain seperti seseorang yang terlelap tidur malam lalu terbangun ketika matahari telah bersinar, maka saat itu juga ia wajib mengqada’nya. Sebagaimana hadits Rasulullah,


إذا نام أحدكم عن الصلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها

Jika seseorang tertidur sampai tidak melaksanakan shalat atau juga lupa, maka ketika ia ingat wajib melaksanakan saat itu juga.

Lalu bagaimana jika seseorang lupa bahwa ia belum menjalankan shalat dhuhur, dan baru teringat ketika telah masuk waktu shalat ashar? Maka ia wajib mengqadha’ shalat dhuhur tersebut diwaktu ashar. Sedangkan ia juga berkewajiban menjalankan shalat ashar pada waktunya(ada’), manakah yang harus didahulukan, Shalat qadha’ ataukah shalat ada’? seseorang boleh memilih antara mendahulukan shalat ashar atau shalat qadha’ dhuhur, dengan catatan jika ia menjalankan shalat qadha’ dhuhur terlebih dahulu, waktu shalat ashar tidak dikhawatirkan terlewati, tetapi jika dikhawatirkan habisnya waktu ashar, maka shalat ashar wajib didahulukan, seperti yang terdapat dalam kitab Tuhfatu al-Thullab karangan Imam Zakariya Al-Anshari,

يقضي الشخص ما فاته من مؤقت  وجوبا في الفرض متى تذكره وقدر على فعله إلا إن خاف فوت حاضرة فيبدأ بها

Seseorang wajib mengqadha’ shalat(Fardlu) yang telah terlewat waktunya ketika ia telah ingat dan memungkinkan untuk melaksanakannya, keuali jika dikhawatirkan terlewatinya menjalankan shalat ada’ (pada waktunya), maka ia harus mendahulukan shalat ada’ terlebih dahulu.

Hal ini memberi penjelasan tentang wajibnya mengadha’ shalat fardlu bagi orang yang lupa atau sedang tertidur ketika telah ingat karena keduanya tidak terkena taklif(kewajiban) dari syara’, akan tetapi seseorang boleh memilih diantara mendahulukan shalat qadha’ atau shalat ada’ terlebih dahulu, jika memang tidak dikhawatirkan terlewatnya waktu shalat ada’ maka shalat qadha’ boleh didahulukan, akan tetapi jika terdapat kekhawatiran terlewatnya waktu shalat ada’ maka shalat qadha’ harus diakhirkan dan mendhulukan shalat ada’.  


Sejarah Haul Buntet Pesantren

Sejarah Haul Buntet Pesantren

Posted by Unknown  |  at  7:26 PM

Haul Buntet, atau yang “nama lengkap”nya adalah Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren ternyata merupakan sebuah tradisi yang merentang dalam waktu yang sangat panjang, Haul Buntet sudah diadakan pada masa kepemimpinan Pondok berada di tangan Kiai Abdul Jamil. Kita sudah sama-sama mafhum kalau Pondok Buntet Pesantren didirikan oleh Kiai Muqoyyim yang kemudian kepemimpinannya dilanjutkan oleh Cucu Menantu Beliau yaitu Kiai Raden Muta’ad, sedangkan Kiai Abdul Jamil adalah putra dari Kiai Muta’ad. Dengan kata lain, Haul Buntet sudah ada sejak generasi ke 3 Buntet.
Mengenal Haul suatu Pesantren berarti juga mengenal para Ulama Perintis yang memiliki dedikasi dan semangat juang tinggi untuk Pesantren tersebut. Mengenal Haul Buntet tentu tidak terlepas dengan mengenang para pendiri, para perintis Buntet Pesantren, merekalah Guru-guru Kita, Kakek-kakek Kita yang telah mengorbankan banyak hal demi dakwah islam lewat Pondok Buntet Pesantren.
Seperti yang telah diketahui, anak dari Kiai Muqoyyim tidak ada yang laki-laki karena itu bisa dibilang sepeninggal Mbah Muqoyyim, kegiatan Pesantren sempat berhenti walaupun saat itu, Kiai Muqoyyim memiliki seorang menantu yang tak lain adalah Muridnya yang paling “cemerlang” yaitu Raden Muhammad. Dari pernikahan Raden Muhammad dan putri Kiai Muqoyyim didapat keturunan yaitu Nyai Ratu Aisyah yang kemudian dipersunting oleh Kiai Raden Muta’ad bin Kiai Raden Muridin.
Kiai Muta’ad yang tak lain cucu menantu dari Mbah Muqoyyim lah yang kemudian kembali menghidupkan kegiatan pesantren. Beliau mempunyai beberapa Putra, Putra tertuanya adalah Kiai Barwi yang menikah dan tinggal di Jawa Timur, Adik dari Kiai Barwi adalah Kiai Soleh Zamzami yang mendirikan Pesantren Benda Kerep, Kota Cirebon. Kiai Sulaiman, putra Mbah Muta’ad selanjutnya setelah Kiai Soleh Zamzami, wafat mendahului Abahnya. Singkatnya, pasca wafatnya Mbah Muta’ad, Putra tertua yang “ada” di Buntet adalah Kiai Abdul Jamil, Beliau lah yang kemudian mendapat amanah untuk memimpin Pondok Buntet Pesantren.
Dalam mengembangkan Pesantren, Kiai Abdul Jamil bahu membahu bersama para adiknya, yaitu Kiai Abdul Mun’im, Kiai Abdul Mu’thi, Kiai Tarmidzi, dan juga bersama sepupunya yaitu Kiai Muktamil dan Kiai Abdullah serta bersama Kakak Iparnya, yaitu Kiai Kriyan. Pada periode ini banyak hal yang menjadi prioritas dari mulai pengadaan Kitab, pengiriman santri-santri terbaik ke beberapa pesantren, diberlakukannya Ngaji Pasaran setiap Bulan Ramadhan, penyelenggaraan Haul untuk mengenang jasa dan mendoakan Kiai Muqoyyim dan Kiai Muta’ad, dan lain-lain. Satu hal, yang akan kita soroti adalah inisiatif dari Kiai Abdul Jamil untuk mengadakan Haul yang ditujukan bagi dua ulama perintis Buntet Pesantren yaitu Mbah Muqoyyim dan Mbah Muta’ad. Kita jangan membayangkan Haul saat itu seramai dan semegah seperti Haul Buntet masa kini, Haul saat itu masih sangat sederhana yang mungkin masih terbatas untuk kalangan sendiri, tidak ada pejabat yang diundang karena memang kondisi saat itu yang merupakan masa penjajahan dan pejabat pemerintahan tentunya adalah orang-orang yang ditunjuk oleh penjajah sedangkan sikap Buntet tetap konsisten untuk tidak kooperatif dengan Penjajah.
Putra tertua dari Kiai Abdul Jamil adalah Kiai Abbas, Beliaulah yang kemudian memimpin Buntet Pesantren selanjutnya. Di masa kepemimpinan Kiai Abbas, pecah perang dunia II. Termasuk bagian dari perang tersebut  adalah perang Asia-Pasifik, karena itu Indonesia menjadi salah satu medan perang yang diperebutkan oleh ke dua pihak yang tengah berperang, yaitu Jepang dan Sekutu.  Kiai Abbas kemudian tampil menjadi salah satu “motor” dari gerakan perjuangan tanah air untuk merebut kemerdekaan. Bersama dengan jejaring pesantren Tanah Air, Beliau mengobarkan semangat juang dengan berbagai cara, dari mulai pendidikan, Resolusi Jihad, dan upaya-upaya lainnya. Salah satu upaya yang beliau tempuh untuk mengobarkan semangat juang adalah lewat Haul. Bersama adik-adiknya yaitu Kiai Anas, Kiai Ilyas, Kiai Akyas, dan Kiai Ahmad Zahid, mereka mengadakan Haul dengan tujuan tidak hanya meng’Haul’i Mbah Muqoyyim dan Mbah Muta’ad (seperti Haul di masa Kiai Abdul Jamil) tapi juga seluruh Kiai dan warga Buntet Pesantren yang telah wafat tentunya termasuk abah mereka yaitu KH. Abdul Jamil. Menurut KH. Hasanudin Kriyani,  putra-putra dari KH. Abdul Jamil pertama kali menyelenggarakan Haul pada tahun 1921, hampir satu abad yang lalu. Pada waktu itu, haul juga digunakan sebagai wahana untuk terus menjaga idealisme bahwa Mbah Muqoyyim mendirikan Buntet Pesantren karena tidak ingin kooperatif dengan penjajah dan idealisme itu akan terus dijaga oleh para penerusnya yaitu Mbah Muta’ad dan Kiai Abdul Jamil sehingga itu sangat relevan untuk membangkitkan semangat juang pada masa itu demi mengusir penjajah.
Suasana Pengukuhan Panita Haul Buntet 2014
Sejak Haul di masa kepemimpinan Kiai Abbas tersebut dan sampai sekarang, Haul Buntet bertajuk “Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren”. Sejarah singkat tentang Haul di atas disampaikan oleh Kiai Adib Rofiuddin, Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Buntet Pesantren pada acara pengukuhan Panitia Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren yang berlangsung pada Sabtu Malam, 21 September 2013 di Gedung Guest House. Kiai Adib bercerita bahwa kisah tentang Haul Buntet ini Beliau dapatkan langsung dari salah seorang putra dari Kiai Abdul Jamil, yaitu Kiai Ahmad Zahid yang tak lain adalah Kakek Beliau. Di akhir cerita, sambil berkelakar, Beliau mengatakan bahwa kita tidak akan menemukan Haul yang seperti Haul Buntet di pesantren manapun, baik di Indonesia bahkan seluruh Dunia, Ga percaya? Ayo kita buktikan!
Kiai Adib berujar “Haul di Buntet tidak hanya mendoakan para Sesepuh, tidak hanya mendoakan para Kiai, tetapi juga mendoakan seluruh Warga Buntet Pesantren, karena itu Haul adalah hajat seluruh Warga Pondok Buntet Pesantren, dan tugas kita bersama untuk menjaga dan melestarikannya.”
Pada acara pengukuhan tersebut, Kang Agus Nasrullah selaku Ketua Panitia Haul Buntet 2014, memohon doa dan dukungan dari semuanya agar Haul Buntet 2014 ini berjalan lancar dan sesuai harapan serta para Panitia mampu menjalankan amanah ini dengan Ikhlas sesuai pesan Sesepuh, Kiai Nahdudin Royandi Abbas. Beliau juga menyampaikan bahwa berdasarkan kesepakatan Para Kiai dan Pengurus Yayasan, Haul Buntet tahun 2014 insya Allah diadakan tanggal 5 April 2014, hanya beberapa hari sebelum penyelenggaraan Pemilu Legislatif.
Menanggapi pernyataan dari Kang Agus, Kiai Adib dalam sambutannya selain bercerita tentang sejarah Haul Buntet, beliau juga mewanti-wanti kepada semua yang hadir bahwasanya Buntet tidak pernah menentukan sikap untuk mensukseskan salah satu pihak dalam Pemilihan Umum termasuk dalam Pemilihan Bupati Cirebon yang sebentar lagi akan diselenggarakan.
Haul Buntet telah melakukan perjalanan yang panjang dari zaman Kiai Abdul Jamil hingga sampai di masa kita, kita lah yang akan membuat perjalanannya akan terus berlangsung sejauh mungkin, sampai tiba di anak-cucu kita.

Adzan Haji

Adzan Haji

Posted by Unknown  |  at  6:15 PM


Rupanya sudah begitu lazim adzan disuarakan di kala ada seorang yang mau pergi menempuh perjalanan jauh dan menempuh waktu yang relatif lama, seperti Mondok, Kuliah, dan Haji. Sudah menjadi tradisi hasanah ang dilakukan oleh calon jamaah haji ialah pamit sana sini, ke semua sesepuh, para ulama, kiai, dan tokoh masyarakat beberapa saat sebelum hari keberangkatan.

Bahkan kita sudah sama-sama mafhum, sudah cukup lumrah diadakan walimatus safar atau selametan. Maksud utamanya tidak lain adalah berpamitan dan minta maaf kepada saudara seiman sehubungan akan keberangkatannya pergi ibadah haji. 

Bahkan di Hari H keberangkatan juga ada semacam seremonial yang diisi dengan pengantar protokolir, sambutan, doa calon jamaah haji, penutup dan adzan untuk keberangkatan.

Yang akan dibahas di sini adalah Adzan yang dikumandangkan menjelang keberangkatan tersebut, karena lazimnya Adzan merupakan penyeru Sholat dan tentunya dikumandangkan pada awal waktu sholat.

Penjelasan pertama, didapat dalam kitab I’anatut Thalibin, Juz 1 hlm 23 berikut ini:

قوله خلف المسافر—أي ويسنّ الأذان والإقامة أيضا خلف المسافر لورود حديث صحيخ فيه قال أبو يعلى في مسنده وابن أبي شيبه: أقول وينبغي أنّ محل ذالك مالم يكن سفر معصية 

"Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir' maksudnya dalah disunnahkan adzan dan iqomah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shahih. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian asal tidak bertujuan maksiat."

Dalil kedua diperoleh dari kitab yang sama:

فائدة: لم يؤذن بلال لأحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم غير مرة لعمر حين دخل الشام فبكى الناس بكاء شديدا – قيل إنه أذان لأبي يكر إلي أن مات ... الخ

"Sahabat Bilal tidak pernah mengumandangkan adzan untuk seseorang setelah wafatnya Nabi Muhammad kecuali sekali. Yaitu ketika Umar bin Khattab berkunjung ke negeri Syam. Saat itu orang-orang menangis terharu sejadi-jadinya. Tapi ada khabar lain: Bilal mengumandangkan adzan pada waktu wafatnya Abu Bakar."

Dalil ketiga, dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36:

من طريق أبي بكر والرذبري عن ابن داسة قال: حدثنا ابن محزوم قال حدثني الإمام على ابن أبي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم—كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استودع منه حاج أو مسافر أذن وأقام – وقال ابن سني متواترا معنوي ورواه أبو داود والقرافي والبيهقي

"Riwayat Abu Bakar dan Ar-Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata: Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dari Aisyah, ia mengatakan: Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasul pun mengadzani dan mengomati. Hadits ini menurut Ibnu Sunni mutawatir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qarafi, dan al-Baihaqi."

Demikian pula kata Imam al-Hafidz yang dikutip oleh Sayyid Abdullah Bafaqih, Madang. Menurutnya, hadits ini juga terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36.

Disadur dari pernyataan KH Munawir Abdul Fattah, Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Dengan beberapa penyesuaian

MELURUSKAN REKAYASA GAMBAR BEBERAPA ULAMA’ YANG BEREDAR DI MASYARAKAT

MELURUSKAN REKAYASA GAMBAR BEBERAPA ULAMA’ YANG BEREDAR DI MASYARAKAT

Posted by Unknown  |  at  5:50 PM

DSC01241 - Copy - Copy
KH. AHMAD SADID JAUHARI
  Oleh: KH. A. Sadid Jauhari Pengasuh PP. Assunniyah Kencong Jember


Temanku pernah terpojokkan oleh pertanyaan teman kerjanya:”Eh….Nabimu yang kamu sanjung itu kayak siapa?. Kalau Tuhanku Yesus khan ada gambarnya. Jadi kami lebih mantap dan khusyu’ ketika menyembahnya”.
Suatu saat temanku tanya kepadaku tentang pertanyaan temannya yang sama-sama kerja di pabrik gula Semboro itu. “Wahai kiai, memang kenapa kok Nabi Muhammad tidak ada gambarnya. Kenapa kiai?”. Wah bikin PR juga orang ini, batin saya. Sebab kalau diterangkan secara global tentu tidak puas, maka perlu diterangkan secara rinci juga temanku ini.
Pertama-tama kujelaskan bahwa menggambar sesuatu yang bernyawa memang dilarang menurut agama. Banyak hadits Nabi yang menjelaskan larangan ini, sehingga para shahabat ketika melihat sebahagian tabi’in yang hobinya menggambar maka diarahkan agar menggambar pepohonan atau pemandangan alam saja. Maksudnya jangan menggambar binatang yang bernyawa.
Disisi lain, awal mula orang mulai musyrik menyembah berhala karena mereka sangat menyanjung salah seorang tokoh. Karena kelewat mengkultuskannya sehingga ketika sang tokoh tersebut wafat maka dibuatlah gambar orang tersebut di makamnya. Eh… lama-lama gambar tersebut disembahnya, maka musyriklah mereka
Kami tidak tahu apakah umat Kristiani juga begitu. Mereka sangat mengkultuskan Isa Al-Masih kemudian melukisnya, tahu-tahu akhirnya mereka menyembahnya dan menuhankannya. Padahal konon Al-Masih tidak pernah menyuruh umatnya agar menyembah Dia. Al-Masih hanya mengajak umatnya agar menyembah kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan Esa.
Di Indonesia yang mayoritas muslim ini juga mau terkontaminasi tradisi ini. Sehingga banyak tokoh-tokoh legendaris yang dilukis photo-photonya kemudian dijual di banyak tempat terutama di kaki lima. Padahal gambar/photo itu belum bisa diyakini otentisitasnya. Contoh real yang banyak kita temui diantaranya:
1.Gambar Hadlrotus syeikh KH.Hasyim Asy’ari yang menghadap seperti pas photo (dengan wajah menghadap ke depan) ternyata jauh berbeda dengan photo beliau yang menghadap kesamping kanan. Memang konon photo yang seperti pas photo itu adalah hasil lukisan abstrak dari salah seorang pengagumnya yang mungkin pernah melihat sekilas wajahnya. Jadi bukan melukis photo karena konon beliau memang tidak senang diphoto. Sementara photo yang menoleh kesamping kanan adalah hasil dokumen pemerintah kolonial Belanda ketika mbah Hasyim dipanggil menghadap ke pengadilan kolonial.
Hasyim_Asy'arikh-hasyim-asyari
2.Photo syaikhona Kholil Bangkalan yang konon orangnya sangat ganteng dengan bukti cucu-cucu beliau yang ganteng-ganteng sesuai keturunan genetiknya. Tetapi photo-photo beliau yang banyak dipajang di kaki lima sangat jauh berbeda dengan wajah asli beliau. Diceritakan bahwa ada salah seorang  murid beliau yang dikaruniai usia panjang, ketika melihat gambar gurunya yang kurang ganteng itu maka dia berkomentar: “Lho… Ini bukan gambar syaikhona Kholil. Yang aku tau ada tetangga beliau yang wajahnya mirip seperti ini, namanya juga H. Kholil”. Owalah !.
foto kh muh-kholil-madura
syaikhona-kholil3. Mirip kasus gambar syaikhona Kholil adalah gambar Syeikh Abd. Qodir al-Jilaniy. Gambar beliau yang dijual belikan di pingir-pingir jalan itu adalah gambar Abd. Qodir al-Jazairiy, seorang pahlawan nasional dari Aljazair ketika melawan kolonial Perancis atau Italia. Gambar di kamus Munjid cetakan yayasan katolik Lebanon itu rupanya diambil oleh salah seorang yang usil kemudian dicetak diperbesar dan digandakan dan ditulis dibawahnya Syeikh Abd.Qodir al-Jilaniy. Kasihan teman-teman ahli thoriqoh yang sama membeli gambar yang jelas-jelas dipalsukan itu. Memang nama al-Jilaniy dan al-Jazairiy itu berdampingan/berurutan di kamus Munjid.
shaykh abdul qadir jilani 2 syekh-abdul-qodir1
4.Demikan juga gambar Imam Ghozali yang juga diambil dari kamus Munjid, itu adalah gambar fiktif, sebagaimana gambar fiksinya Buroq yang berbentuk kuda dengan kepala manusia perempuan yang berparas cantik, Konon itu rekayasa Yahudi!.
Dan masih banyak lagi gambar-gambar fiktif yang menjadi sumber rizkinya pedagang kaki lima, seperti gambar wali songo, 4 shahabat khulafa al-rasyidin dll. Sehingga Syeikh Muhammad bin Ismail Zein yang dari Makkah itu berkomentar: “Hanya gambar rosululloh saja yang orang Indonesia tidak (berani) melukisnya”.
SAKSI PHOTO
 Pernah majlis kajian bahtsul masail di jam’iyah NU dan pesantren mendiskusikan gagasan bagaimana seandainya photo itu dijadikan saksi kriminal seperti zina dsb. Majlis dengan aklamasi tidak menyetujui gagasan itu. Sebab bagaimanapun juga yang menjadi saksi, khususnya zina, harus 4 orang lelaki yang adil. Walaupun kala itu photo nyaris sebagai bukti yang tidak bisa bohong atau dikamuflase/-direka-reka. Untung saja majlis memutuskan seperti itu. Sebab seandainya photo bisa dibuat saksi maka bagaimana dengan kondisi sekarang yang dengan canggih bisa mereka-reka photo sehingga di internet ada photo telanjang dengan wajah seorang seleberitis terkemuka.
GAMBAR YESUS
Bila gambar-gambar tokoh yang sering dipajang di dinding rumah-rumah orang muslim banyak bermasalah ternyata gambar-gambar idola di rumah-rumah orang nasrani juga bermasalah. Di masa Yesus belum ada photo atau pelukis yang benar-benar dipercaya. Gambar Yesus yang mereka kultuskan adalah hasil kesepakatan diantara mereka. Karena penganut terbesar orang nasrani adalah orang barat maka gambar Yesus pun mirip orang barat. Sementara ada gambar Yesus yang lain di kalangan orang Indian Amerika berbentuk lukisan mirip orang Indian yang berkulit merah, sebagaimana gambar Yesus dikalangan orang Negro juga mirip orang Negro dengan tampang yang berambut keriting, Maka teman saya, LS Syaukani Mokogintang yang mantan katolik membuat sayembara: “Barang siapa yang bisa membuktikan mana gambar Yesus yang asli akan dia beri hadiah 10 juta rupiah”. Wow !. 
WALLAHU ‘ALAM BIS SHOWAB
kumpulan-gambar-yesus-misterius
Foto Yesus ala Indian
Copy of kumpulan-gambar-yesus-misterius
Foto Yesus ala Negro
Copy (2) of kumpulan-gambar-yesus-misterius
Yesus ala Barat


dari 
MELURUSKAN REKAYASA GAMBAR BEBERAPA ULAMA’ YANG BEREDAR DI MASYARAKAT

Latihan Dasar Kepemimpinan

Latihan Dasar Kepemimpinan

Posted by Unknown  |  at  3:43 AM


Hari ini dan besok, 5 dan 6 September 2013 sedang diadakan acara Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) bertajuk bertema "Mempersiapkan Pengurus OSIS Baru yang Kreatif, Profesional, dan Berakhlakul Karimah".

Acara yang dibuka oleh Kepala Madrasah MANU Putra, (H. Ade Moh. Nasih, Lc) ini ditujukan untuk para Calon Pengurus OSIS Madrasah/Sekolah yang ada di bawah naungan YLPI Buntet Pesantren.


Meski hanya diikuti oleh 3 sekolah yaitu MANU Putra, MANU Putri, dan Mts NU Putra 1 Buntet Pesantren, namun antusiasmenya cukup tinggi, terlihat dari Jumlah peserta yang mencapai 105 siswa-siswi. 


Acara yang mengambil tempat di Aula YLPI Buntet Pesantren (Kampus MANU Putra Buntet Pesantren) ini diisi beberapa pemberian materi yang diiisi oleh Pemateri yang kompeten dibidangnya. Materi-materi yang diberikan dan pemateri-pematerinya adalah sebagai berikut:
Materi 1 : Wawasan Organisasi (Bapak Drs. H. Abdullah Sidik)
Materi 2 : Administrasi Organisasi (Bapak H. Ubaidillah Arif, S.Pd.I, M.M.Pd
MAteri 3 : Event Organising/Penyelenggaraan Kegiatan (Bapak Munib Rowandi, M.Pd)
materi 4 : atau materi terakhir di isi oleh Bapak KAPOLSEK ASTANAJAPURA dengan materi Kepemimpinan. Sekaligus menutup kegiatan ini.

Harapan dari Panitia Penyelenggara yang tak lain merupakan kepanitiaan bersama dari MANU Putra dan Putri Buntet Pesantren ini adalah seusai mengikuti kegiatan ini, para peserta akan menjadi pengurus OSIS yang berkompeten dan punya komitmen tinggi.
Selamat mengikuti pelatihan, Jadilah para PEMIMPIN yang berkualitas.

Siapakah "kyai"? Apa yang kau ketahui tentang "kyai"?

Siapakah "kyai"? Apa yang kau ketahui tentang "kyai"?

Posted by Unknown  |  at  9:02 PM


Hari Minggu, 25 Agustus 2013, Gus Mus melalui akun @gusmusgusmu menyiarkan serangkaian twit yang menarik --dalam khazanah twitter lazim disebut TL, yang mana saya sendiri tidak tahu itu singkatan apa.

"Sering kita TIDAK (bisa) MEMBEDAKAN sesuatu yg BERBEDA dan tidak jarang kita MEMBEDAKAN sesuatu yang (sebenarnya) SAMA", demikian Gus Mus membuka TL-nya. Kemudian beliau memberikan contoh-contoh, "USTADZ dan DA'I tidak sama. Malah USTADZ dengan GURU itu semakna... USTADZ dan KIAI itu berbeda sebagaimana KIAI dan ULAMA itu tidak sama...", dan seterusnya... --silahkan telusuri sendiri akun twitter beliau.

Dalam berbagai kesempatan, Gus Mus juga kerap membeberkan hasil penelitian beliau menyangkut kategorisasi kyai,

"Ada kyai rekomendasi masyarakat, seperti Kyai Mimoen Zubair; ada kyai rekomendasi Pemerintah, yakni MUI", beliau merinci, "ada kyai rekomendasi media massa, contohnya saya sendiri; ada kyai dukungan dunia maya...; ada kyai artis..."

Jadi, siapakah kyai?

Di kalangan masyarakat pesantren, gelar "kyai" pada mulanya disematkan kepada sesiapa yang diakui keunggulan ilmunya dan diyakini kematangan ruhaninya serta mengasuh pondok pesantren. Sedemikian krusialnya gelar itu sampai-sampai pada sekitar tahun 1930-an pernah diadakan bahtsul masail diantara para ulama Indonesia yang bermukim di Makkah pada waktu itu, dengan pokok bahasan: "Bolehkah memanggil atau memberi gelar 'kyai' kepada orang tidak berhak?" Jawaban hasil pembahasannya: "Tidak boleh"!

Tapi penetapan hasil bahtsul masail di Makkah itu tidak lama pengaruhnya. Makin lama, kriteria ke-kyai-an cenderung makin longgar. Di kampung-kampung, orang yang dituakan asalkan sudah bisa memimpin tahlil, dipanggillah ia kyai. Semua muballigh dipanggil kyai, tak perduli kalaupun profesi utamanya yang asli adalah penyanyi atau pelawak. Bahkan ada yang dipanggil kyai hanya karena "kepaten bapak" (ditinggal mati bapaknya). Contohnya saya sendiri. Begitu ayah saya meninggal, sekelompok orang langsung memanggil saya "kyai", tanpa "fit and proper test" sama sekali!

Dalam jam'iyyah Nahdlatul Ulama sendiri, orang yang walaupun bukan ahli agama tapi bisa menjabat Ketua Tanfidziyah dalam waktu cukup lama, bisa lantas dipanggil kyai. Maka dewasa ini tak sedikit kita jumpai mantan Ketua Tanfidziyah di berbagai tingkatan yang sesudah habis masa baktinya kemudian masuk jajaran Syuriyah, bahkan menjadi Rois! 

Yah... disebut dengan panggilan "kyai" memang menyenangkan, walaupun kau sendiri menyadari belum maqom-mu. Apalagi kalau kemudian orang-orang berebut menciumi tanganmu bolaik-balik. Hanya yang sungguh-sungguh orang baik saja yang merasa jengah karenanya.

Barangkali hanya ada satu orang di dunia fana ini yang walaupun sudah menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU sekaligus pengurus MUI pusat tapi justru sakit hati kalau dipanggil dengan embel-embel kyai. Yaitu: Pak Slamet (Drs. H. Slamet Efendi Yusuf).

Adapun yang sekedar enggan saja tapi tidak sampai sakit hati juga ada. Yakni: Gus Dur. Menurut Gus Mus, sebutan "gus" itu aslinya diperuntukkan bagi putera kyai yang belum pantas disebut kyai. Tapi Gus Dur yang sudah jauh melebihi batas kepantasan pun tetap saja dipanggil dengan "Gus".

Akino Wewe meriwayatkan, suatu kali salah seorang pengasuh Ponsok Pesantren Lirboyo, Kediri, menanyakan langsung kepada Gus Dur tentang hal itu. Apa jawaban Gus Dur?

"Saya sih lebih seneng dipanggil 'Gus'! Sebutan 'kyai' terlalu berat buat saya. Kyai itu kan harus kuat tirakat: makan sedikit, tidur sedikit, ngomongnya juga sedikit... Nggak kuat saya.... Enakan jadi gus saja: dikit-dikit makan, dikit-dikit tidur, dikit-dikit ngomong..."



disadur dari fanpage terong gosong

Asal-usul Istilah dan Tradisi Halalbihalal di Indonesia

Asal-usul Istilah dan Tradisi Halalbihalal di Indonesia

Posted by Unknown  |  at  12:10 AM

sumber: http://images.solopos.com/2012/08/HALAL-BI-HALAL-dwi-prasetya.jpg
Usai menjalankan ibadah puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Fitri pada 1 Syawal. Perayaan diwarnai dengan takbir, tasbih dan tahmid sepanjang hari. Berikutnya setelah melaksanakan shalat Id, jamaah saling bertegur sapa dan saling mendoakan. Rona ceria nampak pada wajah setiap orang. Suasana seperti ini umum kita temui pada momen Idul Fitri. Tapi, ada satu tradisi yang khas di Indonesia pada momen Idul Fitri ini, tradisi halalbihalal.

Sejarah yang paling populer mengenai asal-usul tradisi halalbihalal ini yaitu sebuah tradisi yang dimulai oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I, atau dikenal dengan Pangeran Sambernyawa, yang ketika itu memimpin Surakarta mengumpulkan para punggawa dan prajurit di balai istana untuk melakukan sungkem kepada Sang Raja dan Permaisuri setelah perayaan Idul Fitri. Hal ini dilakukan untuk menghemat tenaga dan biaya. Sejak saat itu, kunjungan terhadap orang yang lebih tua atau berkedudukan lebih tinggi untuk meminta maaf pada perayaan Idul Fitri menjadi tradisi tersendiri.

Adapun asal-usul istilah halalbihalal memiliki beragam versi. Halalbihalal sendiri merupakan istilah bahasa Indonesia yang menggunakan kata berbahasa Arab. Di negara Arab sendiri, baik kata maupun tradisinya, tidak ada sama sekali. Ini betul-betul khas Indonesia. Karena keunikannya, sehingga seorang dubes Belanda untuk Indonesia yang juga ahli sastra Arab, Nikolaos Van Dam, mengira bahwa halalbihalal adalah kata berbahasa Arab. Namun, setelah mencari referensi literatur Arab, ternyata dia tidak menemukan sama sekali kata maupun tradisi yang dimaksud.

Sebelum dibakukan menjadi kata dalam bahasa Indonesia, halalbihalal (ditulis sebagai satu kata tanpa spasi) sudah ditemukan dalam kamus bahasa Jawa-Belanda kumpulan Dr. Th. Pigeaud terbitan tahun 1938 yang persiapannya dimulai di Surakarta pada tahun 1926 atas perintah Gubernur Jenderal Hindia-Belanda pada tahun 1925. Halalbihalal dalam kamus tersebut terdapat pada entri huruf 'A' dengan kata 'alal behalal' dengan arti yang sama dengan arti 'halalbihalal' yang dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran dan merupakan suatu kebiasaan yang khas Indonesia.

Salah satu versi menyebutkan bahwa kata halalbihalal sudah ada sejak tahun 1935-1936. Diceritakan bahwa pada setiap hari Lebaran, ada penjual martabak berkebangsaan India yang berjualan di gerbang Taman Sriwedari, Surakarta. Ia dibantu oleh seorang pribumi untuk mendorong gerobak dan mengurus api penggorengan. Untuk menarik para pembeli, Si Pembantu tadi berteriak-teriak, "Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal!" Kemudian anak-anak menirukan ucapannya dengan "halal behalal". Sejak saat itu, istilah halal behalal menjadi populer di kalangan masyarakat di Surakarta.

Versi lain menyebutkan bahwa halalbihalal merupakan gabungan kata berbahasa Arab. Ada dua kata halal yang berarti 'boleh' atau 'diizinkan' digabungkan dengan kata penghubung bi yang berarti 'dengan'. Sehingga berarti halal dengan halal, artinya saling menghapus segala hal yang dilarang, seperti dosa dan kesalahan terhadap orang lain. Meskipun ketiga kata ini berasal dari bahasa Arab, tidak dikenal penggabungan kata seperti itu dalam bahasa Arab.

Versi berikutnya menyebutkan bahwa kata halalbihalal berawal dari keterbatasan bangsa Indonesia dalam berbahasa Arab ketika menunaikan ibadah haji. Ketika terjadi tawar-menawar harga barang, jamaah Indonesia hanya berkata "halal?". Lalu ketika penjual berkata "halal", maka transaksi disetujui bersama.

Apapun yang melatarbelakangi munculnya tradisi dan istilah ini di bumi Indonesia, ini adalah nilai bangsa yang harus dilestarikan sebagai bukti bahwa agama tidak bertentangan dengan budaya lokal, bahkan justru ikut membangun tumbuhkembangnya. Seperti juga yang diakui oleh Umar Kayam, seorang budayawan Indonesia, yang menilai tradisi halalbihalal ini sebagai terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam.

Referensi:

Copyright © 2013 Blog Backup Buntet Pesantren. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9
Blogger template. Proudly Powered by Blogger.
back to top