Amien : Firaun Baru Itu Neoliberalisme

Posted by Unknown  |  at  9:39 AM


Oleh: Redaksi
Firaun adalah salah satu simbol pemimpin yang masih dikenang sebagai sosok penindas di zamannya. Begitupula Namrudz dan Abu Jahal serta Abu Lahab. Di zaman Neoliberalisme saat ini pun muncul semacam  itu seperti Geoge Bush yang menjajah
Irak. Sama saja sebagai penindas hanya dalam manifestasinya yang  berbeda beda.



“Para Rasul adalah bagian Partai Allah dan  musuhya adalah
Partai Setan” Katanya dalam Dialog Publik rangkaian acara Muktamar
IMM XIII yang digelas di  Wisma Bandar  Lampung, Jumat malam (30/05/2008).

Lebih jauh, seperti diberitakan oleh situs resmi Muhammadiyah penasehat PP Muhammadiyah Prof. Dr. Amien Rais juga mengingatkan 
para kader muda muhammadiyah seluruh Indonesia itu bahwa peseteruan abadi yang tercantum melalui kisah-kisah para
Nabi dalam sepertiga Al Quran adalah antara yang Haq dan yang batil.



“Ini harus dibaca sebagai haq lawan batil, nahi mungkar lawan nahi
ma’ruf, amar mungkar lawan amar ma’ruf, hisbullah lawan hisbul syaitan”
paparnya kemudian. Menurut
Ketua Majelis Wali Amanah Univ. Gadjah Mada tersebut, bila dahulu kita
mengenal penindasan dan ketidak adilan yang dilakukan Firaun.


Dalam  konteks
Indonesia saat ini Amien menyatakan  walaupun  Agustus 2008 nanti
Indonesia memperingati 63 tahun kemerdekaannya, pada hakekatnya bangsa
kita ini belum merdeka .“Saat ini ada kekuatan bernama 
neokolonialisme, neoimperialisme  yang ternyata masih mengangkangi
kehidupan indonesia” paparnya. (Kurt)

0 comments:

Amien : Firaun Baru Itu Neoliberalisme

Posted by Unknown  |  at  9:39 AM


Oleh: Redaksi
Firaun adalah salah satu simbol pemimpin yang masih dikenang sebagai sosok penindas di zamannya. Begitupula Namrudz dan Abu Jahal serta Abu Lahab. Di zaman Neoliberalisme saat ini pun muncul semacam  itu seperti Geoge Bush yang menjajah
Irak. Sama saja sebagai penindas hanya dalam manifestasinya yang  berbeda beda.



“Para Rasul adalah bagian Partai Allah dan  musuhya adalah
Partai Setan” Katanya dalam Dialog Publik rangkaian acara Muktamar
IMM XIII yang digelas di  Wisma Bandar  Lampung, Jumat malam (30/05/2008).

Lebih jauh, seperti diberitakan oleh situs resmi Muhammadiyah penasehat PP Muhammadiyah Prof. Dr. Amien Rais juga mengingatkan 
para kader muda muhammadiyah seluruh Indonesia itu bahwa peseteruan abadi yang tercantum melalui kisah-kisah para
Nabi dalam sepertiga Al Quran adalah antara yang Haq dan yang batil.



“Ini harus dibaca sebagai haq lawan batil, nahi mungkar lawan nahi
ma’ruf, amar mungkar lawan amar ma’ruf, hisbullah lawan hisbul syaitan”
paparnya kemudian. Menurut
Ketua Majelis Wali Amanah Univ. Gadjah Mada tersebut, bila dahulu kita
mengenal penindasan dan ketidak adilan yang dilakukan Firaun.


Dalam  konteks
Indonesia saat ini Amien menyatakan  walaupun  Agustus 2008 nanti
Indonesia memperingati 63 tahun kemerdekaannya, pada hakekatnya bangsa
kita ini belum merdeka .“Saat ini ada kekuatan bernama 
neokolonialisme, neoimperialisme  yang ternyata masih mengangkangi
kehidupan indonesia” paparnya. (Kurt)

0 comments:

Penetapan Ongkos Haji Alami Keterlambatan

Posted by Unknown  |  at  7:41 AM

KBIH Buntet Pesantren



Jakarta(MCH)--Menteri Agama, M. Maftuh Basyuni mengakui penetapan ongkos haji musim haji 1429 H atau 2008 mengalami keterlambatan karena berbagai hal, salah satunya kenaikan harga bahan bakar (BBM) sebagai salah satu komponen bagi penerbangan maskapai Garuda dan Arab Saudi.



"Maunya ingin secepatnya, namun belum juga dapat diputuskan karena
harga BBM berupa avtur untuk pesawat -- hingga kini masih fluktuatif -
sehingga pemerintah masih harus menunggu waktu yang tepat, kata Maftuh
di Jakarta, Selasa.

Menurut menteri, komponen biaya haji secara keseluruhan tak naik. Hanya
biaya transportasinya saja yang kemungkinan naik sebagai dampak
"membumbungnya" harga minyak dunia. Biaya pemondokan di tanah suci saja
tak dinaikkan. Demikian pula biaya lain selama berada di tanah suci.

Jadi, besaran kenaikan itu yang belum diketahui sehingga pemerintah
belum dapat menetapkan ongkos haji pada tahun ini. Kendati demikian ia
berharap maskapai penerbangan tak seenaknya menaikkan harga tiket
penerbangan haji.

Sebelumnya dalam rapat kerja Februari 2008 lalu antara Menteri Agama
dan DPR-RI disetujui bahwa ONH 1429 H naik, menyusul naiknya komponen
biaya haji. Berapa kenaikannya, dewan belum dapat menetapkan besarannya
karena harus dibahas lebih rinci.

"Pada prinsipnya dewan setuju naik dan dapat memahaminya," kata Hasrul
Azwar, Ketua Komisi VIII yang memimpin sidang pada saat itu.

Menag mengusulkan biaya ONH naik mengingat sejumlah komponen biaya ikut
naik seperti transportasi penerbangan dari tanah air ke Saudi Arabia
yang menggunakan pesawat Garuda dan maskapai Saudi Arabia.

Termasuk transportasi darat di tanah suci, katering dan pungutan air
port tax. Termasuk rencana pemberian makan gratis di Mekkah.

Tentang pemberian makan gratis ini, Menag mengatakan, sebetulnya tak
diambil dari ONH. "Biayanya diambil dari tabungan haji. Jika dewan
setuju, hal itu bisa saja dilakukan".

Mengenai pemondokan di tanah suci yang belakangan ini sulit berkaitan
dengan adanya perluasan Masjidil Haram, ia mengatakan, hal ini masih
terus dilakukan negosiasi sehingga pada saatnya bisa terpenuhi bagi
seluruh jemaah Indonesia.

Sesuai kuota, jemaah haji Indonesia yang akan pergi haji sekitar 210
ribu orang. Sekitar 40 persen jemaah haji untuk pemondokannya sudah
beres. "Sekitar 40 persen sudah beres," kata Maftuh (ant/ts)


 

0 comments:

Penetapan Ongkos Haji Alami Keterlambatan

Posted by Unknown  |  at  7:41 AM

KBIH Buntet Pesantren



Jakarta(MCH)--Menteri Agama, M. Maftuh Basyuni mengakui penetapan ongkos haji musim haji 1429 H atau 2008 mengalami keterlambatan karena berbagai hal, salah satunya kenaikan harga bahan bakar (BBM) sebagai salah satu komponen bagi penerbangan maskapai Garuda dan Arab Saudi.



"Maunya ingin secepatnya, namun belum juga dapat diputuskan karena
harga BBM berupa avtur untuk pesawat -- hingga kini masih fluktuatif -
sehingga pemerintah masih harus menunggu waktu yang tepat, kata Maftuh
di Jakarta, Selasa.

Menurut menteri, komponen biaya haji secara keseluruhan tak naik. Hanya
biaya transportasinya saja yang kemungkinan naik sebagai dampak
"membumbungnya" harga minyak dunia. Biaya pemondokan di tanah suci saja
tak dinaikkan. Demikian pula biaya lain selama berada di tanah suci.

Jadi, besaran kenaikan itu yang belum diketahui sehingga pemerintah
belum dapat menetapkan ongkos haji pada tahun ini. Kendati demikian ia
berharap maskapai penerbangan tak seenaknya menaikkan harga tiket
penerbangan haji.

Sebelumnya dalam rapat kerja Februari 2008 lalu antara Menteri Agama
dan DPR-RI disetujui bahwa ONH 1429 H naik, menyusul naiknya komponen
biaya haji. Berapa kenaikannya, dewan belum dapat menetapkan besarannya
karena harus dibahas lebih rinci.

"Pada prinsipnya dewan setuju naik dan dapat memahaminya," kata Hasrul
Azwar, Ketua Komisi VIII yang memimpin sidang pada saat itu.

Menag mengusulkan biaya ONH naik mengingat sejumlah komponen biaya ikut
naik seperti transportasi penerbangan dari tanah air ke Saudi Arabia
yang menggunakan pesawat Garuda dan maskapai Saudi Arabia.

Termasuk transportasi darat di tanah suci, katering dan pungutan air
port tax. Termasuk rencana pemberian makan gratis di Mekkah.

Tentang pemberian makan gratis ini, Menag mengatakan, sebetulnya tak
diambil dari ONH. "Biayanya diambil dari tabungan haji. Jika dewan
setuju, hal itu bisa saja dilakukan".

Mengenai pemondokan di tanah suci yang belakangan ini sulit berkaitan
dengan adanya perluasan Masjidil Haram, ia mengatakan, hal ini masih
terus dilakukan negosiasi sehingga pada saatnya bisa terpenuhi bagi
seluruh jemaah Indonesia.

Sesuai kuota, jemaah haji Indonesia yang akan pergi haji sekitar 210
ribu orang. Sekitar 40 persen jemaah haji untuk pemondokannya sudah
beres. "Sekitar 40 persen sudah beres," kata Maftuh (ant/ts)


 

0 comments:

Pergulatan Intelektual Al Ghozali

Posted by Unknown  |  at  7:00 AM




Munkidz


al-Munqidz min al-Dhalal



Pergulatan Intlektual Imam al-Ghazali



o l e h  Jamaluddin Mohammad


Jika
kita mau menengok kembali perjalanan sejarah umat manusia, kita akan
mendapati banyak sekali pergolakan, pertentangan, dan perebutan (atas
nama) “kebenaran”. Kebenaran seolah-olah tidak cukup hanya untuk
dipeluk dan diyakini, melainkan harus dipertaruhkan, dikukuhkan,
dikontestasikan, dan selanjutnya dijadikan alat kekuasaan.




Sehingga
seringkali “atas nama” kebenaran segalanya harus dibayar dengan darah,
nyawa, bahkan tidak jarang berakhir dengan perang terbuka. Al-Hallaj,
seorang sufi dari Persia, harus rela mati di tiang gantungan hanya
untuk mempertahankan doktrin hulul (bersemayamnya lahut di dalam nasut).
Syekh Siti Jenar diadili dan dieksekusi mati Wali Songo gara-gara
mengajarkan doktrin wihdat al-wujud (manunggaling kaula ing gusti) yang
dianggap “sesat” dan “menyesatkan”.






Ini adalah fakta sejarah
betapa “kebenaran” bisa tampil dalam berbagai warna dan bentuk.
Bergantung pada siapa dan demi kepentingan apa ia (di)hadir(kan). Pada
kenyataannya, kebenaran tidaklah bebas dari kepentingan dan kekuasaan.
Ia akan selamanya dipertaruhkan dan diperebutkan umat manusia.
Pertaruhan dan perebutan itu tidak selamanya terjadi dalam medan
terbuka. Terkadang ia muncul dan bergolak dalam ruang batin atau
psikologi seseorang.






Salah
satunya pernah dialami Imam al-Ghazali. Beliau pernah menderita semacam
“gejolak kejiwaan” pada saat beliau mencoba menelusuri “hakikat
kebenaran” (hakikah al-umur) dan “kebenaran sejati” (al-ilm al-yaqin).
Dalam pencariannya itu al-Ghazali mempelajari, mengkaji dan
memverifikasi segenap ilmu pengetahuan yang ada pada saat itu, seperti
ilmu kalam (teologi), fiqh, filsafat, dan tasawuf, berikut
cabang-cabangnya.






Pengalaman eksistensial al-Ghazali dalam
mencari dan mnyusuri “kebenaran” terekam jelas di dalam kitabnya
“al-Munqidz min al-Dhalal”. Dari awal-awal tulisannya itu, kita sudah
bisa mencium aroma kegelisahan al-Ghazali. Yang pasti, kata al-Ghazali,
kebenaran harus dicari, dan terus dicari sampai dalam waktu yang tak
berbatas. Kebenaran sejati tidak tersaji dalam tulisan, ucapan atau
pendapat orang. Kebenaran bersifat pribadi (subjektif), sehingga harus
didekati secara pribadi pula.





Sekilas tentang al-Ghazali





Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali lahir di Thus,
salah satu daerah di Khurosan, Iran pada 450 H/1058 M. Sejak kecil ia
belajar ilmu fiqh pada Imam Ahmad bin Muhammad al-Radzikani, kemudian
pindah ke Jurjan untuk nyantri pada Imam Abi Nasr al-Isma’ily.






Setelah
itu, al-Ghazali pindah ke Naisabur, belajar pada Imam Haramain
al-Juwaini. Di sini ia mulai mengenal tasawuf dan filsafat. Setelah
Juwaini tutup usia pada 477, tujuh tahun berikutnya al-Ghazali pergi ke
Irak, mengajar di Madrasah Nidzamiyyah. Di madrasah milik Wazir Nidzam
al-Mulk (1018-1018 M) inilah popularitas dan kapasitas keilmuan
al-Ghazali mulai diperhitungkan banyak orang. (Ihya, juz 1/3)






Karir
intelektual al-Ghazali semakin menunjukkan kematangannya setelah ia
banyak menulis tentang fiqh, teologi, filsafat dan tasawuf. Ia
tergolong ulama yang sangat produktif. Menurut Ibnu Qadli Syuhbah
al-Dimsyiqi, pengarang kitab “Thabaqat al-syafiiyyah”, ada sekitar 60
kitab yang ditulis al-Ghazali. Sementara Imam Zubaidi menyebut ada
sekitar 80 kitab dan risalah yang dikarang al-Ghazali.






Ketika usianya mulai beranjak senja, Al-Ghazali pulang ke tanah kelahirannya, sampai beliau wafat pada 505 H/1111 M.





Pintu kegelisahan al-Ghazali





Kitab
al-Munqiz min al-Dhalal merekam jelas kegelisahan al-Ghazali selama
pengembaraan intelektualnya. Dalam kitab ini, al-Ghazali menceritakan
dengan jujur bahwa proses pencarian “kebenaran” tidaklah semudah apa
yang dibayangkan orang. Ia butuh pengorbanan, keberanian, kejujuran
serta kesungguhan.





Sedari
kecil al-Ghazali selalu gelisah dan sering mempertanyakan segala
sesuatu. Sampai-sampai ia harus melepaskan segenap belenggu taklid
(budaya mem-bebek) dan meremukkan benteng keyakinan (aqidah) yang ia
terima sejak kecil. (hal. 25)





Kesadaran seperti ini timbul
setelah ia sama sekali tidak melihat perubahan apa-apa pada anak-anak
orang Nasrani maupun Yahudi. Mereka akan selamanya tumbuh menjadi
Nasrani maupun Yahudi, dan seterusnya. Sebagaimana yang disetir oleh
hadits Nabi SAW: “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orang
tuanyalah (Bapak) yang telah menjadikan ia Yahudi, Nasrani dan Majusi”.






Oleh
karena itu, tergerak dalam hati al-Ghazali untuk melakukan
lompatan-lompatan dan pilihan-pilihan sendiri; berdasarkan pencarian
dan upaya pribadi. Al-Ghazali pernah menceburkan diri menjadi pengikut
batiniyyah (salah satu sekte syiah paling ektrem dan radikal), menjadi
seorang teolog (mutakallimun), mempelajari segenap ilmu-ilmu filsafat,
dan pada akhirnya kepincut dengan tasawuf. (hal. 25)







Epistemologi al-Ghazali





Sebelum
kita menelisik lebih jauh isi kitab al-Munqidz min al-Dhalal, alangkah
baiknya kita paparkan terlebih dahulu epistemologi al-Ghazali. Ini
penting, sebab epistemologi ibarat pintu masuk untuk mengetahui
paradigma berpikir (gugusan pemikiran) seseorang. Dengan menyusuri
epistemologi seseorang, kita akan lebih mudah membaca alur pikir atau
sistematika pemikiran orang dari awal sampai akhir.





Epistemologi
berasal dari kata episteme (pengetahuan, ilmu pengetahuan) dan logos
(informasi). Secara sederhana epistemologi berarti “teori pengetahuan”
atau “pengetahuan tentang pengetahuan”. (Lorens Bagus, Kamus Filsafat,
hal.. 212)




Epistemologi melahirkan beragam metode dan
pendekatan. Yang paling masyhur adalah empirisme dan rasionalisme.
Selain kedua pendekatan itu, dalam filsafat Islam ditambahkan lagi
dengan pendekatan intuitif (irfani). Yang terakhir inilah yang
digunakan oleh al-Ghazali.




Seperti
yang dituturkan sendiri oleh al-Ghazali, pada awalnya ia mendasarkan
pengetahuannya pada empirisme (hissiyyat). Ia sebetulnya ragu dengan
metode ini: apakah dengan bersandarkan pada empirisme ia akan
memperoleh keyakinan? Dari sini al-Ghazali mulai melakukan pengujian.
(hal. 27)




Pertama-tama ia menguji validitas data-data indrawai
(data-data empirikal). Semisal, data yang diterima mata. Mata kita
seringkali melihat bintang-bintang di atas langit. Menurut penglihatan
kita, bintang-bintang itu terlihat kecil, sekecil uang logam. Tetapi,
berdasarkan ilmu geometri, ternyata bintang-bintang itu jauh lebih
besar dibanding bumi.




Ternyata, pada faktanya, data-data yang
diterima oleh indera sering kali menipu, bertolak belakang dengan fakta
sesungguhnya, sebagaimana pada contoh di atas. Dari sini al-Ghazali
berpindah pada pendekatan rasionalisme. Menurut penganut rasionalisme,
satu-satunya pengetahuan yang absah dan dapat dipercaya adalah
pengetahuan yang dihasilkan akal (rasional).




Contohnya,
bilangan 10 pasti lebih besar dari bilangan 3. Ada dan tiada tidak
mungkin bertemu dalam satu waktu, begitu juga qadim (lampau/kekal) dan
hadits (baru) tidak mungkin dilekatkan pada sesuatu dalam waktu
bersamaan, dan seterusnya. Ini adalah contoh-contoh pengetahuan yang
didapatkan oleh akal. Bukankan pengetahuan rasional lebih diterima
daripada pengetahuan empiris?




Namun, penganut empirisme pasti
akan menyangkal lagi dan mencoba memberikan keyakinan: berdasarkan
alasan apa sehingga kita merasa yakin bahwa akal lebih valid dibanding
pengalaman? Bukankan apa-apa yang kita cerap dari indera jauh lebih
riil dan nyata dibanding pengetahuan akal yang masih bersifat abstrak?




Empirisme
dan rasionalisme selamanya akan berperang dan saling menyalahkan.
Keduanya tidak dapat bertemu dan dipertemukan. Nah, pada saat terjadi
kebuntuan antara pilihan rasional dan empirikal, al-Ghazali justeru
berpaling dari keduanya dan menaruh kepercayaan pada pengetahuan
intuitif (mukasyafah). Menurut al-Ghazali, dengan pengetahuan intuitif
seseorang akan sampai kepada “kebenaran sejati”.




Untuk
meyakinkan bahwa pengetahuan intuitif benar-benar ada al-Ghazali
mengilustrasikan dengan pengalaman mimpi. Ketika kita bermimpi, kata
al-Ghazali, kita betul-betul merasakan, meyakini, dan mengimajinasikan
sebuah kenyataan (kejadian) diluar kenyataan indrawi.





Namun,
begitu kita terjaga, pengalaman mimpi itu lenyap begitu saja, tanpa
kita jumpai lagi dalam alam sadar. Dengan kata lain,
pengalaman-pengalaman bawah sadar /ketidaksadaran itu tidak
berkorespondensi (berkesesuaian) dengan akal maupun pengalaman indrawi.
Kendatipun demikian, mimpi itu riil dan keberadaannya sulit dibantah.






Ini juga sebetulnya sering
dialami oleh kita, baik dalam keadaan sadar sekalipun. Coba bayangkan,
apakah Anda yakin bahwa apapun yang Anda lakukan saat ini memiliki
landasan rasional maupun empirikal? Semisal, ketika Anda duduk dan
membaca, apakah Anda betul-betul sedang duduk dan membaca? Bisa jadi
Anda sebetulnya sedang bermimpi, menggigau, atau dalam keadaan terjaga
tetapi pikiran Anda melayang kemana-mana sehingga Anda sendiri tidak
tahu apa sebetulnya yang Anda kerjakan saat ini?






Berangkat dari
pendekatan intuitif inilah al-Ghazali membangun segenap gagasan dan
pemikirannya. Sehingga, tak pelak lagi, al-Ghazali membombardir
teologi, penganut aliran Batiniyyah, filsafat. Karena kesemuanya
bersendikan pada rasionalisme atau empirisme. Nah, di dalam kitabnya
ini (al-Munqidz min al-Dhalal) al-Ghazali mengkritik habis-habisan
Teologi, Madzhab Ta’limy (aliran Batiniyyah), dan Filsafat.





Teologi (ilmu Tauhid)





Al-Ghazali
sebetulnya tertarik dengan disiplin ilmu ini. Bahkan ia sendiri sempat
menulis buku tentang Teologi. Namun, sebagaimana pengakuan al-Ghazali
sendiri, bahwa ia tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari Teologi,
kecuali manfaat itu kembali pada teologi itu sendiri. (hal. 35)






Sebab,
pada perkembangan selanjutnya, disiplin ilmu Teologi sudah tidak lagi
terfokus pada wilayah kajiannya; pembahasannya terlalu melebar
kemana-mana; dan mulai melenceng dari tujuan.






Padahal, kata
al-Ghazali, tujuan ilmu Teologi adalah menjaga dan membentengi akidah
ahlussunah wal jama’ah dari pengaruh ahli bid’ah (hifdzu aqidah
ahlussunah wa hirasatuha an tasywisi ahli al-bid’ah). Sebab, Allah SWT
melalui lisan rasul sudah menyampaikan akidah yang benar demi
kemaslahatan dunia maupun akhirat (agama). Hanya saja, akidah itu
kemudian tercemari oleh kehadiran ahli bid’ah. Dalam konteks ini,
Teologi muncul untuk memurnikan kembali akidah yang sudah tercemar itu,
mengembalikan pada asalnya.






Tetapi,
yang terjadi justeru tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan
dicita-citakan. Wacana yang dikembangkan dalam teologi malah
bertitik-tolak dari dasar pikiran/asumsi/hipotesis (muqaddimat) lawan.
Disamping itu, para Teolog (mutakallimun) lebih banyak berapologi
menanggapi tuduhan-tuduhan lawan, ketimbang membicarakan esensi Teologi
itu sendiri.






Pada akhirnya para Teolog tidak lagi membela
sunnah, malah tenggelam pada pembahasan tentang dzat/substansi
(al-jauhar), sifat/aksiden (‘arad), dan sebagainya. Hal ini, kata
al-Ghazali, yang menyebabkan teologi melenceng jauh dari tujuan
mulianya (ghayah al-quswa). Dengan sangat kecewa al-Ghazali akhirnya
tidak begitu suka dengan ilmu ini. “falam yakun al-kalam fi haqqy
kaafiyan. Wala lidaai alladzi kuntu asykuuhu syafiyan” (bagiku, ilmu
kalam tidak mencukupi. Ia tidak dapat menyembuhkan penyakit
keragu-raguanku), kata al-Ghazali.





Filasafat





Al-Ghazali
belajar dan mendalami filsafat kurang lebih selama dua tahun. Ia banyak
membaca kitab-kitab filsafat yang dikarang filsuf muslim pada waktu
itu. Dari hasil bacaannya itu, al-Ghazali menyimpulkan ada tiga madzhab
besar dalam filsafat: (1) al-dahriyyun, (2) thabiiyyun, dan (3)
ilahiyyun. (hal 37)






Pertama, al-dahriyyun (atheisme). Ia merujuk
pada aliran filsafat kuno yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Menurut
aliran ini, kehidupan dunia ada dengan sendirinya melalui proses alam.
Manusia tercipta dari sperma, begitu juga sebaliknya. Proses alam akan
terus berjalan sesuai dengan hukumnya. Dan terus berjalan tanpa
mengenal akhir.






Kedua, thabiiyyun (naturalisme). Aliran filsafat
yang lebih banyak membahas gejala dan perubahan materi; fenomena alam
berikut makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan. Objek penelitiannya lebih
banyak dicurahkan untuk memahami struktur tubuh mahkluk hidup. Aliran
ini masih percaya terhadap adanya Tuhan.






Mereka
berpendapat bahwa kekuatan yang dimiliki manusia dihasilkan oleh
struktur tubuhnya, bukan disebabkan sesuatu yang lain yang berada
diluar tubuh. Mereka juga menolak adanya dualisme jiwa dan badan. Jiwa
tidak lain dari materi (badan) itu sendiri. sehingga, ketika seseorang
mati, maka jiwanya juga ikut mati. Mereka tidak mempercayai adanya
dunia adikodrati, seperti surga, neraka, kiamat, hisab, dll.






Dan
ketiga, ilahiyyun (metafisika). Socrates, Plato, dan Aristoteles adalah
sederetaan filsuf yang masuk dalam kelompok ini. Plato adalah Murid
Socrates, sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Aristoteles dikenal
sebagai pencetus ilmu mantiq (logika), banyak memberikan ulasan,
komentar, dan penyempurnaan terhadap pelbagai disiplin ilmu.
Aristoteles juga banyak mengkritik madzhab-madzhab filsafat sebelumnya,
seperti dahriyyun dan thabiyyun.






Secara garis besar, kajian filsafat meliputi:
matematika (riyadliyyah), logika (mantiqiyyah), ilmu alam (thabiiyyah),
metafisika (ilahiyyah), politik (siyasiyyah), dan etika (khalqiyyah).






Pada
prinsipnya, al-Ghazali tidak begitu antipati terhadap filsafat. Sebab,
menurutnya, filsafat sama sekali tidak memiliki relasi dengan agama.
Al-Ghazali termasuk pendukung sekularisasi ilmu. Hanya saja, kata
al-Ghazali, tidak sedikit paham/ajaran filsafat yang dapat menimbulkan
efek membahayakan (afat al-adzimah) bagi keimanan, dan bahkan
bertentangan dengan ajaran agama.






Sebagaimana madzhab dahriyyun
yang mengingkari adanya Tuhan dan thabiiyyun yang tidak mempercayai
keberadaan “dunia lain”. Begitu juga ajaran ilahiyyun yang di transfer
dari Ibnu Sina dan al-Farabi yang mengatakan bahwa jasad tidak akan
menerima nikmat maupun siksaan. Yang mendapatkan balasan di akherat
kelak hanyalah ruh. Mereka juga mengatakan bahwa alam bersifat qadim
dan abadi.





Madzhab al-ta’limiy





Pada
masa al-Ghazali hidup, madzhab ta’limiyyah atau aliran batiniyyah
(underground) sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Ta’limiyyah adalah salah satu aliran/sekte syiah ismailiyyah. Aliran
ini berpendapat bahwa “setiap orang butuh pengajaran (al-ta’lim) dan
bimbingan mu’allim (guru) yang ma’shum, suci; terlindungi dari dosa”
(al-hajat ila al-ta’lim wa al-mua’allim. La yashluhu kullu mu’allim bal
la budda min mu’allim al-ma’shum)”. (hal. 59)






Menurut sekte ini,
keberadaan mu’allim ma’shum mutlak diperlukan. Sebab, tanpa melalui
kehadiran mereka, seseorang tidak mungkin akan sampai pada “kebenaran”.
Muallim ma’shum yang dimaksudkan mereka adalah para imam (pemimpin)
mereka.






Ajaran seperti ini mendapat kritik keras dari
al-Ghazali. Menurutnya, tidak seorang pun di dunia ini yang patut
dikatakan ma’shum kecuali Nabi Muhammad SAW. Setiap orang bebas
melakukan ijtihad dalam mengambil keputusan hukum (istinbath al-ahkam),
tidak harus menunggu wangsit dari imam ma’shum, tegas al-Ghazali.






Kita
bisa belajar dari Mu’adz bin Jabal ketika diutus Nabi ke Yaman. Mu’adz
melakukan ijtihad sendiri ketika menemukan persoalan-persoalan yang
hukumnya tidak ditemukan di dalam nash (hadits maupun al-Qur’an). Lebih
lanjut, al-Ghazali mengatakan: “keterbatasan nash tidak akan bisa
mengikuti realitas yang terus mengalami perubahan (fainna al-nushus
al-mutanahiyah la tastau’ibu al-waqai’ al-ghaira al-mutanahiyyah)”.





Akhir pendakian al-Ghazali





Setelah
al-Ghazali merasa kecewa dengan ilmu-ilmu di atas, kemudian beliau
berpaling pada tasawuf (mistisisme). Untuk mengetahui hakikat tasawuf
yang sesungguhnya, al-Ghazali belajar dan membaca kitab-kitab yang
dikarang ulama-ulama tasawuf terkemuka pada waktu itu. Beliau membaca
“Kut al-Qulub” milik Abi Thalib al-Makki, “Mutafarrikat al-Ma’tsurah”
karya al-Junaidi, kitab-kitab karya al-Syibli, Abu Yazid al-Bustami,
Harits al-Muhasibi dan masih banyak lagi. (hal. 68)






Lagi-lagi
al-Ghazali harus menelan kekecewaan. Ternyata kitab-kitab yang ia baca
hanya menyuguhkan wacana tentang tasawuf. Menurut al-Ghazali, inti
tasawuf bukan pada teorinya (ilmu/wacana) melainkan pada aplikasinya
(amaliyyah). Substansi tasawuf terletak pada pengamalan (al-ahwal) dan
rasa (al-dzauq).






Dari sini al-Ghazali terangsang untuk
mengamalkan ajaran-ajaran tasawuf, mengasingkan diri (uzlah) dari satu
tempat ke tempat lain, menyepi (khalwah) dan mengunci diri selama
sehari penuh di menara masjid Dimsyik, tafakkur (kontempelasi) di
puncak Bait al-Muqaddas, melakukan ibadah Haji, dan ziarah ke makam
Rasulullah SAW. Sampai akhirnya beliau merasa bahwa dahaga
intlektualnya betul-betul hilang berkat mukasyafah dan dzauq. Sungguh,
sebuah pergulatan intelektual yang sangat menakjubkan! Wallahu a’lam bi
sawab.

jamaluddin_mohammad.jpgJamaluddin Mohammad
Tinggal di Ciputat;
Nyantri di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Muga-muga manfaat lan barokah. Amien








Source dari koleksi tulisan pribadinya (blog)


0 comments:

Pergulatan Intelektual Al Ghozali

Posted by Unknown  |  at  7:00 AM




Munkidz


al-Munqidz min al-Dhalal



Pergulatan Intlektual Imam al-Ghazali



o l e h  Jamaluddin Mohammad


Jika
kita mau menengok kembali perjalanan sejarah umat manusia, kita akan
mendapati banyak sekali pergolakan, pertentangan, dan perebutan (atas
nama) “kebenaran”. Kebenaran seolah-olah tidak cukup hanya untuk
dipeluk dan diyakini, melainkan harus dipertaruhkan, dikukuhkan,
dikontestasikan, dan selanjutnya dijadikan alat kekuasaan.




Sehingga
seringkali “atas nama” kebenaran segalanya harus dibayar dengan darah,
nyawa, bahkan tidak jarang berakhir dengan perang terbuka. Al-Hallaj,
seorang sufi dari Persia, harus rela mati di tiang gantungan hanya
untuk mempertahankan doktrin hulul (bersemayamnya lahut di dalam nasut).
Syekh Siti Jenar diadili dan dieksekusi mati Wali Songo gara-gara
mengajarkan doktrin wihdat al-wujud (manunggaling kaula ing gusti) yang
dianggap “sesat” dan “menyesatkan”.






Ini adalah fakta sejarah
betapa “kebenaran” bisa tampil dalam berbagai warna dan bentuk.
Bergantung pada siapa dan demi kepentingan apa ia (di)hadir(kan). Pada
kenyataannya, kebenaran tidaklah bebas dari kepentingan dan kekuasaan.
Ia akan selamanya dipertaruhkan dan diperebutkan umat manusia.
Pertaruhan dan perebutan itu tidak selamanya terjadi dalam medan
terbuka. Terkadang ia muncul dan bergolak dalam ruang batin atau
psikologi seseorang.






Salah
satunya pernah dialami Imam al-Ghazali. Beliau pernah menderita semacam
“gejolak kejiwaan” pada saat beliau mencoba menelusuri “hakikat
kebenaran” (hakikah al-umur) dan “kebenaran sejati” (al-ilm al-yaqin).
Dalam pencariannya itu al-Ghazali mempelajari, mengkaji dan
memverifikasi segenap ilmu pengetahuan yang ada pada saat itu, seperti
ilmu kalam (teologi), fiqh, filsafat, dan tasawuf, berikut
cabang-cabangnya.






Pengalaman eksistensial al-Ghazali dalam
mencari dan mnyusuri “kebenaran” terekam jelas di dalam kitabnya
“al-Munqidz min al-Dhalal”. Dari awal-awal tulisannya itu, kita sudah
bisa mencium aroma kegelisahan al-Ghazali. Yang pasti, kata al-Ghazali,
kebenaran harus dicari, dan terus dicari sampai dalam waktu yang tak
berbatas. Kebenaran sejati tidak tersaji dalam tulisan, ucapan atau
pendapat orang. Kebenaran bersifat pribadi (subjektif), sehingga harus
didekati secara pribadi pula.





Sekilas tentang al-Ghazali





Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali lahir di Thus,
salah satu daerah di Khurosan, Iran pada 450 H/1058 M. Sejak kecil ia
belajar ilmu fiqh pada Imam Ahmad bin Muhammad al-Radzikani, kemudian
pindah ke Jurjan untuk nyantri pada Imam Abi Nasr al-Isma’ily.






Setelah
itu, al-Ghazali pindah ke Naisabur, belajar pada Imam Haramain
al-Juwaini. Di sini ia mulai mengenal tasawuf dan filsafat. Setelah
Juwaini tutup usia pada 477, tujuh tahun berikutnya al-Ghazali pergi ke
Irak, mengajar di Madrasah Nidzamiyyah. Di madrasah milik Wazir Nidzam
al-Mulk (1018-1018 M) inilah popularitas dan kapasitas keilmuan
al-Ghazali mulai diperhitungkan banyak orang. (Ihya, juz 1/3)






Karir
intelektual al-Ghazali semakin menunjukkan kematangannya setelah ia
banyak menulis tentang fiqh, teologi, filsafat dan tasawuf. Ia
tergolong ulama yang sangat produktif. Menurut Ibnu Qadli Syuhbah
al-Dimsyiqi, pengarang kitab “Thabaqat al-syafiiyyah”, ada sekitar 60
kitab yang ditulis al-Ghazali. Sementara Imam Zubaidi menyebut ada
sekitar 80 kitab dan risalah yang dikarang al-Ghazali.






Ketika usianya mulai beranjak senja, Al-Ghazali pulang ke tanah kelahirannya, sampai beliau wafat pada 505 H/1111 M.





Pintu kegelisahan al-Ghazali





Kitab
al-Munqiz min al-Dhalal merekam jelas kegelisahan al-Ghazali selama
pengembaraan intelektualnya. Dalam kitab ini, al-Ghazali menceritakan
dengan jujur bahwa proses pencarian “kebenaran” tidaklah semudah apa
yang dibayangkan orang. Ia butuh pengorbanan, keberanian, kejujuran
serta kesungguhan.





Sedari
kecil al-Ghazali selalu gelisah dan sering mempertanyakan segala
sesuatu. Sampai-sampai ia harus melepaskan segenap belenggu taklid
(budaya mem-bebek) dan meremukkan benteng keyakinan (aqidah) yang ia
terima sejak kecil. (hal. 25)





Kesadaran seperti ini timbul
setelah ia sama sekali tidak melihat perubahan apa-apa pada anak-anak
orang Nasrani maupun Yahudi. Mereka akan selamanya tumbuh menjadi
Nasrani maupun Yahudi, dan seterusnya. Sebagaimana yang disetir oleh
hadits Nabi SAW: “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orang
tuanyalah (Bapak) yang telah menjadikan ia Yahudi, Nasrani dan Majusi”.






Oleh
karena itu, tergerak dalam hati al-Ghazali untuk melakukan
lompatan-lompatan dan pilihan-pilihan sendiri; berdasarkan pencarian
dan upaya pribadi. Al-Ghazali pernah menceburkan diri menjadi pengikut
batiniyyah (salah satu sekte syiah paling ektrem dan radikal), menjadi
seorang teolog (mutakallimun), mempelajari segenap ilmu-ilmu filsafat,
dan pada akhirnya kepincut dengan tasawuf. (hal. 25)







Epistemologi al-Ghazali





Sebelum
kita menelisik lebih jauh isi kitab al-Munqidz min al-Dhalal, alangkah
baiknya kita paparkan terlebih dahulu epistemologi al-Ghazali. Ini
penting, sebab epistemologi ibarat pintu masuk untuk mengetahui
paradigma berpikir (gugusan pemikiran) seseorang. Dengan menyusuri
epistemologi seseorang, kita akan lebih mudah membaca alur pikir atau
sistematika pemikiran orang dari awal sampai akhir.





Epistemologi
berasal dari kata episteme (pengetahuan, ilmu pengetahuan) dan logos
(informasi). Secara sederhana epistemologi berarti “teori pengetahuan”
atau “pengetahuan tentang pengetahuan”. (Lorens Bagus, Kamus Filsafat,
hal.. 212)




Epistemologi melahirkan beragam metode dan
pendekatan. Yang paling masyhur adalah empirisme dan rasionalisme.
Selain kedua pendekatan itu, dalam filsafat Islam ditambahkan lagi
dengan pendekatan intuitif (irfani). Yang terakhir inilah yang
digunakan oleh al-Ghazali.




Seperti
yang dituturkan sendiri oleh al-Ghazali, pada awalnya ia mendasarkan
pengetahuannya pada empirisme (hissiyyat). Ia sebetulnya ragu dengan
metode ini: apakah dengan bersandarkan pada empirisme ia akan
memperoleh keyakinan? Dari sini al-Ghazali mulai melakukan pengujian.
(hal. 27)




Pertama-tama ia menguji validitas data-data indrawai
(data-data empirikal). Semisal, data yang diterima mata. Mata kita
seringkali melihat bintang-bintang di atas langit. Menurut penglihatan
kita, bintang-bintang itu terlihat kecil, sekecil uang logam. Tetapi,
berdasarkan ilmu geometri, ternyata bintang-bintang itu jauh lebih
besar dibanding bumi.




Ternyata, pada faktanya, data-data yang
diterima oleh indera sering kali menipu, bertolak belakang dengan fakta
sesungguhnya, sebagaimana pada contoh di atas. Dari sini al-Ghazali
berpindah pada pendekatan rasionalisme. Menurut penganut rasionalisme,
satu-satunya pengetahuan yang absah dan dapat dipercaya adalah
pengetahuan yang dihasilkan akal (rasional).




Contohnya,
bilangan 10 pasti lebih besar dari bilangan 3. Ada dan tiada tidak
mungkin bertemu dalam satu waktu, begitu juga qadim (lampau/kekal) dan
hadits (baru) tidak mungkin dilekatkan pada sesuatu dalam waktu
bersamaan, dan seterusnya. Ini adalah contoh-contoh pengetahuan yang
didapatkan oleh akal. Bukankan pengetahuan rasional lebih diterima
daripada pengetahuan empiris?




Namun, penganut empirisme pasti
akan menyangkal lagi dan mencoba memberikan keyakinan: berdasarkan
alasan apa sehingga kita merasa yakin bahwa akal lebih valid dibanding
pengalaman? Bukankan apa-apa yang kita cerap dari indera jauh lebih
riil dan nyata dibanding pengetahuan akal yang masih bersifat abstrak?




Empirisme
dan rasionalisme selamanya akan berperang dan saling menyalahkan.
Keduanya tidak dapat bertemu dan dipertemukan. Nah, pada saat terjadi
kebuntuan antara pilihan rasional dan empirikal, al-Ghazali justeru
berpaling dari keduanya dan menaruh kepercayaan pada pengetahuan
intuitif (mukasyafah). Menurut al-Ghazali, dengan pengetahuan intuitif
seseorang akan sampai kepada “kebenaran sejati”.




Untuk
meyakinkan bahwa pengetahuan intuitif benar-benar ada al-Ghazali
mengilustrasikan dengan pengalaman mimpi. Ketika kita bermimpi, kata
al-Ghazali, kita betul-betul merasakan, meyakini, dan mengimajinasikan
sebuah kenyataan (kejadian) diluar kenyataan indrawi.





Namun,
begitu kita terjaga, pengalaman mimpi itu lenyap begitu saja, tanpa
kita jumpai lagi dalam alam sadar. Dengan kata lain,
pengalaman-pengalaman bawah sadar /ketidaksadaran itu tidak
berkorespondensi (berkesesuaian) dengan akal maupun pengalaman indrawi.
Kendatipun demikian, mimpi itu riil dan keberadaannya sulit dibantah.






Ini juga sebetulnya sering
dialami oleh kita, baik dalam keadaan sadar sekalipun. Coba bayangkan,
apakah Anda yakin bahwa apapun yang Anda lakukan saat ini memiliki
landasan rasional maupun empirikal? Semisal, ketika Anda duduk dan
membaca, apakah Anda betul-betul sedang duduk dan membaca? Bisa jadi
Anda sebetulnya sedang bermimpi, menggigau, atau dalam keadaan terjaga
tetapi pikiran Anda melayang kemana-mana sehingga Anda sendiri tidak
tahu apa sebetulnya yang Anda kerjakan saat ini?






Berangkat dari
pendekatan intuitif inilah al-Ghazali membangun segenap gagasan dan
pemikirannya. Sehingga, tak pelak lagi, al-Ghazali membombardir
teologi, penganut aliran Batiniyyah, filsafat. Karena kesemuanya
bersendikan pada rasionalisme atau empirisme. Nah, di dalam kitabnya
ini (al-Munqidz min al-Dhalal) al-Ghazali mengkritik habis-habisan
Teologi, Madzhab Ta’limy (aliran Batiniyyah), dan Filsafat.





Teologi (ilmu Tauhid)





Al-Ghazali
sebetulnya tertarik dengan disiplin ilmu ini. Bahkan ia sendiri sempat
menulis buku tentang Teologi. Namun, sebagaimana pengakuan al-Ghazali
sendiri, bahwa ia tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari Teologi,
kecuali manfaat itu kembali pada teologi itu sendiri. (hal. 35)






Sebab,
pada perkembangan selanjutnya, disiplin ilmu Teologi sudah tidak lagi
terfokus pada wilayah kajiannya; pembahasannya terlalu melebar
kemana-mana; dan mulai melenceng dari tujuan.






Padahal, kata
al-Ghazali, tujuan ilmu Teologi adalah menjaga dan membentengi akidah
ahlussunah wal jama’ah dari pengaruh ahli bid’ah (hifdzu aqidah
ahlussunah wa hirasatuha an tasywisi ahli al-bid’ah). Sebab, Allah SWT
melalui lisan rasul sudah menyampaikan akidah yang benar demi
kemaslahatan dunia maupun akhirat (agama). Hanya saja, akidah itu
kemudian tercemari oleh kehadiran ahli bid’ah. Dalam konteks ini,
Teologi muncul untuk memurnikan kembali akidah yang sudah tercemar itu,
mengembalikan pada asalnya.






Tetapi,
yang terjadi justeru tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan
dicita-citakan. Wacana yang dikembangkan dalam teologi malah
bertitik-tolak dari dasar pikiran/asumsi/hipotesis (muqaddimat) lawan.
Disamping itu, para Teolog (mutakallimun) lebih banyak berapologi
menanggapi tuduhan-tuduhan lawan, ketimbang membicarakan esensi Teologi
itu sendiri.






Pada akhirnya para Teolog tidak lagi membela
sunnah, malah tenggelam pada pembahasan tentang dzat/substansi
(al-jauhar), sifat/aksiden (‘arad), dan sebagainya. Hal ini, kata
al-Ghazali, yang menyebabkan teologi melenceng jauh dari tujuan
mulianya (ghayah al-quswa). Dengan sangat kecewa al-Ghazali akhirnya
tidak begitu suka dengan ilmu ini. “falam yakun al-kalam fi haqqy
kaafiyan. Wala lidaai alladzi kuntu asykuuhu syafiyan” (bagiku, ilmu
kalam tidak mencukupi. Ia tidak dapat menyembuhkan penyakit
keragu-raguanku), kata al-Ghazali.





Filasafat





Al-Ghazali
belajar dan mendalami filsafat kurang lebih selama dua tahun. Ia banyak
membaca kitab-kitab filsafat yang dikarang filsuf muslim pada waktu
itu. Dari hasil bacaannya itu, al-Ghazali menyimpulkan ada tiga madzhab
besar dalam filsafat: (1) al-dahriyyun, (2) thabiiyyun, dan (3)
ilahiyyun. (hal 37)






Pertama, al-dahriyyun (atheisme). Ia merujuk
pada aliran filsafat kuno yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Menurut
aliran ini, kehidupan dunia ada dengan sendirinya melalui proses alam.
Manusia tercipta dari sperma, begitu juga sebaliknya. Proses alam akan
terus berjalan sesuai dengan hukumnya. Dan terus berjalan tanpa
mengenal akhir.






Kedua, thabiiyyun (naturalisme). Aliran filsafat
yang lebih banyak membahas gejala dan perubahan materi; fenomena alam
berikut makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan. Objek penelitiannya lebih
banyak dicurahkan untuk memahami struktur tubuh mahkluk hidup. Aliran
ini masih percaya terhadap adanya Tuhan.






Mereka
berpendapat bahwa kekuatan yang dimiliki manusia dihasilkan oleh
struktur tubuhnya, bukan disebabkan sesuatu yang lain yang berada
diluar tubuh. Mereka juga menolak adanya dualisme jiwa dan badan. Jiwa
tidak lain dari materi (badan) itu sendiri. sehingga, ketika seseorang
mati, maka jiwanya juga ikut mati. Mereka tidak mempercayai adanya
dunia adikodrati, seperti surga, neraka, kiamat, hisab, dll.






Dan
ketiga, ilahiyyun (metafisika). Socrates, Plato, dan Aristoteles adalah
sederetaan filsuf yang masuk dalam kelompok ini. Plato adalah Murid
Socrates, sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Aristoteles dikenal
sebagai pencetus ilmu mantiq (logika), banyak memberikan ulasan,
komentar, dan penyempurnaan terhadap pelbagai disiplin ilmu.
Aristoteles juga banyak mengkritik madzhab-madzhab filsafat sebelumnya,
seperti dahriyyun dan thabiyyun.






Secara garis besar, kajian filsafat meliputi:
matematika (riyadliyyah), logika (mantiqiyyah), ilmu alam (thabiiyyah),
metafisika (ilahiyyah), politik (siyasiyyah), dan etika (khalqiyyah).






Pada
prinsipnya, al-Ghazali tidak begitu antipati terhadap filsafat. Sebab,
menurutnya, filsafat sama sekali tidak memiliki relasi dengan agama.
Al-Ghazali termasuk pendukung sekularisasi ilmu. Hanya saja, kata
al-Ghazali, tidak sedikit paham/ajaran filsafat yang dapat menimbulkan
efek membahayakan (afat al-adzimah) bagi keimanan, dan bahkan
bertentangan dengan ajaran agama.






Sebagaimana madzhab dahriyyun
yang mengingkari adanya Tuhan dan thabiiyyun yang tidak mempercayai
keberadaan “dunia lain”. Begitu juga ajaran ilahiyyun yang di transfer
dari Ibnu Sina dan al-Farabi yang mengatakan bahwa jasad tidak akan
menerima nikmat maupun siksaan. Yang mendapatkan balasan di akherat
kelak hanyalah ruh. Mereka juga mengatakan bahwa alam bersifat qadim
dan abadi.





Madzhab al-ta’limiy





Pada
masa al-Ghazali hidup, madzhab ta’limiyyah atau aliran batiniyyah
(underground) sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Ta’limiyyah adalah salah satu aliran/sekte syiah ismailiyyah. Aliran
ini berpendapat bahwa “setiap orang butuh pengajaran (al-ta’lim) dan
bimbingan mu’allim (guru) yang ma’shum, suci; terlindungi dari dosa”
(al-hajat ila al-ta’lim wa al-mua’allim. La yashluhu kullu mu’allim bal
la budda min mu’allim al-ma’shum)”. (hal. 59)






Menurut sekte ini,
keberadaan mu’allim ma’shum mutlak diperlukan. Sebab, tanpa melalui
kehadiran mereka, seseorang tidak mungkin akan sampai pada “kebenaran”.
Muallim ma’shum yang dimaksudkan mereka adalah para imam (pemimpin)
mereka.






Ajaran seperti ini mendapat kritik keras dari
al-Ghazali. Menurutnya, tidak seorang pun di dunia ini yang patut
dikatakan ma’shum kecuali Nabi Muhammad SAW. Setiap orang bebas
melakukan ijtihad dalam mengambil keputusan hukum (istinbath al-ahkam),
tidak harus menunggu wangsit dari imam ma’shum, tegas al-Ghazali.






Kita
bisa belajar dari Mu’adz bin Jabal ketika diutus Nabi ke Yaman. Mu’adz
melakukan ijtihad sendiri ketika menemukan persoalan-persoalan yang
hukumnya tidak ditemukan di dalam nash (hadits maupun al-Qur’an). Lebih
lanjut, al-Ghazali mengatakan: “keterbatasan nash tidak akan bisa
mengikuti realitas yang terus mengalami perubahan (fainna al-nushus
al-mutanahiyah la tastau’ibu al-waqai’ al-ghaira al-mutanahiyyah)”.





Akhir pendakian al-Ghazali





Setelah
al-Ghazali merasa kecewa dengan ilmu-ilmu di atas, kemudian beliau
berpaling pada tasawuf (mistisisme). Untuk mengetahui hakikat tasawuf
yang sesungguhnya, al-Ghazali belajar dan membaca kitab-kitab yang
dikarang ulama-ulama tasawuf terkemuka pada waktu itu. Beliau membaca
“Kut al-Qulub” milik Abi Thalib al-Makki, “Mutafarrikat al-Ma’tsurah”
karya al-Junaidi, kitab-kitab karya al-Syibli, Abu Yazid al-Bustami,
Harits al-Muhasibi dan masih banyak lagi. (hal. 68)






Lagi-lagi
al-Ghazali harus menelan kekecewaan. Ternyata kitab-kitab yang ia baca
hanya menyuguhkan wacana tentang tasawuf. Menurut al-Ghazali, inti
tasawuf bukan pada teorinya (ilmu/wacana) melainkan pada aplikasinya
(amaliyyah). Substansi tasawuf terletak pada pengamalan (al-ahwal) dan
rasa (al-dzauq).






Dari sini al-Ghazali terangsang untuk
mengamalkan ajaran-ajaran tasawuf, mengasingkan diri (uzlah) dari satu
tempat ke tempat lain, menyepi (khalwah) dan mengunci diri selama
sehari penuh di menara masjid Dimsyik, tafakkur (kontempelasi) di
puncak Bait al-Muqaddas, melakukan ibadah Haji, dan ziarah ke makam
Rasulullah SAW. Sampai akhirnya beliau merasa bahwa dahaga
intlektualnya betul-betul hilang berkat mukasyafah dan dzauq. Sungguh,
sebuah pergulatan intelektual yang sangat menakjubkan! Wallahu a’lam bi
sawab.

jamaluddin_mohammad.jpgJamaluddin Mohammad
Tinggal di Ciputat;
Nyantri di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Muga-muga manfaat lan barokah. Amien








Source dari koleksi tulisan pribadinya (blog)


0 comments:

Kematian sebagai Wisuda

Posted by Unknown  |  at  6:22 AM


Oleh: Dr. Komaruddin Hidayat
BERKENAAN dengan meninggalnya beberapa public figure akhir-akhir ini, menarik didengarkan bagaimana kalangan sufi memaknai kematian.



Mati adalah sebuah wisuda,sebuah penantian lama untuk kembali menghadap Tuhan Sang Kekasih. Mati itu kembali ke rumah primordial, bak pulang mudik, suatu peristiwa emosional dan spiritual yang menggairahkan, meski secara lahiriah tampak sakit. Mati itu sebuah proses metamorfosis.



Bagaikan kepompong yang mesti mengalami proses yang menyakitkan untuk bisa menjelma jadi kupu-kupu, sehingga bisa mengepakkan sayapnya melihat dan menikmati indah dan harumnya taman dengan daun,bunga dan buahnya yang warna-warni dalam terang matahari pagi. Mati bukanlah akhir kehidupan, melainkan suatu perpindahan dimensi karena roh tidak mengenal kehancuran, melainkan sekadar baju, kendaraan atau kurungan fisiknya saja yang rusak dimakan usia.



Mati itu menakutkan, karena semua orang cenderung takut terhadap dunia baru yang belum diketahuinya setelah roh pisah dari jasad.Mati itu membuat ngeri dan ingin dihindari bagi yang masih hidup karena banyak orang sebelum mati tampak merintih sakit dan menahan beban yang sangat berat. Mati datang pada kita dengan beragam pintu masuk. Mati menjemput kita tanpa pandang usia,pangkat,agama, dan status sosial.



Jenderal perang yang gagah perkasa bisa tiba-tiba gemetar dan menyerah bertekuk lutut di depan sang maut. Seorang miliarder pun tak akan mampu membujuk dan menyuap malaikat Izrail dengan kekayaannya agar menunda kematian jika Izrail datang dengan surat perintah Tuhan.Dokter yang mengaku paling super dengan peralatan paling canggih dan modern pun akan angkat tangan kalau maut sudah mengambil alih tugasnya. Lalu bagaimana kita sebaiknya memaknai kematian dan apakah korelasi kematian dengan kita semua yang masih hidup?



Rasionalitas Keabadian Jiwa

Sejak zaman klasik,para filsuf Yunani Kuno,Mesir Kuno, dan Tiongkok Kuno sudah membangun berbagai argumen dan menjaga keyakinan secara turun-temurun bahwa mati itu sesungguhnya hanyalah sebuah proses perpindahan dimensi dan alam kehidupan.Sebuah migrasi atau metamorfosis. Hidup ini bermakna dan berharga karena adanya kematian dan kematian memiliki makna karena adanya kelanjutan serial kehidupan baru.



Bagaimana kita yakin, menghargai, dan memperjuangkan prinsip moral kalau kematian berarti berakhirnya seluruh cerita kehidupan? Kalau saja orang baik dan buruk, pahlawan dan pecundang, koruptor dan hakim yang bersih semuanya berakhir dengan nilai dan nasib yang sama ketika ajal tiba, rasanya skenario kehidupan menjadi absurd,sulit diterima oleh rasa moral dan nalar yang logis.



Berbahagialah,ajaran agama secara tegas menyatakan bahwa hidup ini anugerah,dunia ini bagaikan ladang untuk bercocok tanam dan kematian berarti datangnya musim panen. Hukum kausalitas antara bercocok tanam dan panen ini oleh sebagian pakar diyakini masih akan berlangsung terus di balik peristiwa kematian seseorang. Roh tidak mati. Karena tidak mati, berarti hidup.



Hidup berarti beraktivitas dan aktivitas adalah wahana untuk meningkatkan kualitas hidup sebagai jalan untuk meraih derajat kebahagiaan yang lebih tinggi. Moralitas hidup dibangun berdasarkan empat pilar utama yang selalu diimani oleh umat beragama. Pertama, adanya kebebasan untuk beriman, beragama, dan berbuat. Tanpa kemerdekaan atau pilihan bebas, suatu tindakan tak ada nilai moralnya. Agama yang disebarkan dengan paksaan hanyalah melahirkan ketaatan semu.



Kedua, adanya keabadian jiwa.Tanpa keabadian jiwa,pilihan untuk beriman dan berbuat baik tidak memiliki dasar dan motivasi yang kokoh. Kalau saja kematian berarti tutup buku, tak ada cerita lanjutan. Ini bertentangan dengan sifat roh yang tak kenal kematian. Ketiga,harus ada proses pengadilan oleh Hakim Yang Mahaadil. Keempat, mesti ada ganjaran baik buruk sebagai konsekuensi dari proses pengadilan.



Yakin bahwa dunia adalah tempat bercocok tanam, maka merugilah mereka yang menganggap kenikmatan duniawi ini segala-galanya, lalu tidak mengindahkan iman dan moral. Kita pantas kasihan kepada koruptor yang merasa menang,senang,dan sukses membangun karier,padahal yang tengah berlangsung sesungguhnya sedang mempersiapkan kubangan neraka untuk dirinya.



Kita pantas kasihan kepada mereka yang bangga dengan kursi kekuasaannya yang diraih dengan cara keji dan mengorbankan orang lain demi memuaskan ego. Kita sering dibuat tertawa melihat seorang pejabat merasa paling berjasa kepada negeri ini,padahal bangsa ini tidak berubah karena dirinya, atau jangan-jangan malah rusak oleh kiprahnya. Orang yang merasa sukses tanpa landasan moral dan karya nyata hanyalah menipu dirinya sendiri. Dirinya paling sadar bahwa kesuksesan itu semu, dihantui rasa bersalah, dan khianat pada nurani.



Instrumental dan Fundamental

Orang yang bijak selalu sadar untuk memilah dan memilih antara nilai-nilai yang bersifat instrumental dan fundamental. Antara nilainilai yang temporer dan abadi, antara jalan kesenangan dan jalan kebenaran serta kebaikan. Antara kulit dan isi. Antara aksesori dan fungsi. Memang ada benarnya ungkapan yang mengatakan uang bukan segala-galanya, tapi tanpa uang akan susah segala-galanya.



Formula ini tidak berlaku secara absolut. Uang,kekayaan,dan pangkat tetaplah bernilai instrumental. Bahkan ilmu pengetahuan pun bersifat instrumental. Ketika semua itu terkumpul pada diri seseorang, perlu diajukan pertanyaan: bagaimana cara meraihnya dan untuk apa dan siapa serta niat apa difungsikan? Orang bijak mengatakan, kepemilikan sejati adalah yang melekat sekalipun ketika kematian tiba.



Kekayaan sejati adalah rekaman dan makna hidup sejati yang tersimpan dalam USB–pinjam bahasa komputer—yang akan terus melekat dalam perjalanan rohani. Rekaman-rekaman itulah yang akan menjadi teman sekaligus pembela yang ampuh dan cerdas serta meyakinkan di hari pengadilan akhirat kelak.



Yang akan terekam dan melekat pada ”spiritual chip” tentu bukannya uang, mobil, rumah, pangkat dan keluarga, melainkan rekaman amal yang dilandasi dan dimotivasi secara tulus sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah hidup, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk pelayanan dan cinta kasih kepada sesama makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan.



Nilai-nilai fundamental adalah motivasi dan prosedur yang benar,yang merupakan fundamen dan pilar bagi seluruh aktivitas duniawi, untuk meraih kualitas ukhrawi. Duniawi artinya kehidupan yang pendek dan dekat, ukhrawi artinya kehidupan yang masih jauh di masa depan.



Semoga kita memperoleh pencerahan dengan melihat dan merenungkan peristiwa kematian yang setiap menit terjadi, sehingga kematian benar-benar menjadi momen wisuda dan metamorfosis untuk meraih kehidupan yang lebih indah dan lebih membahagiakan di balik kematian itu. *)



Rektor UIN Syarif Hidayatullah
sumber: SINDO

0 comments:

Kematian sebagai Wisuda

Posted by Unknown  |  at  6:22 AM


Oleh: Dr. Komaruddin Hidayat
BERKENAAN dengan meninggalnya beberapa public figure akhir-akhir ini, menarik didengarkan bagaimana kalangan sufi memaknai kematian.



Mati adalah sebuah wisuda,sebuah penantian lama untuk kembali menghadap Tuhan Sang Kekasih. Mati itu kembali ke rumah primordial, bak pulang mudik, suatu peristiwa emosional dan spiritual yang menggairahkan, meski secara lahiriah tampak sakit. Mati itu sebuah proses metamorfosis.



Bagaikan kepompong yang mesti mengalami proses yang menyakitkan untuk bisa menjelma jadi kupu-kupu, sehingga bisa mengepakkan sayapnya melihat dan menikmati indah dan harumnya taman dengan daun,bunga dan buahnya yang warna-warni dalam terang matahari pagi. Mati bukanlah akhir kehidupan, melainkan suatu perpindahan dimensi karena roh tidak mengenal kehancuran, melainkan sekadar baju, kendaraan atau kurungan fisiknya saja yang rusak dimakan usia.



Mati itu menakutkan, karena semua orang cenderung takut terhadap dunia baru yang belum diketahuinya setelah roh pisah dari jasad.Mati itu membuat ngeri dan ingin dihindari bagi yang masih hidup karena banyak orang sebelum mati tampak merintih sakit dan menahan beban yang sangat berat. Mati datang pada kita dengan beragam pintu masuk. Mati menjemput kita tanpa pandang usia,pangkat,agama, dan status sosial.



Jenderal perang yang gagah perkasa bisa tiba-tiba gemetar dan menyerah bertekuk lutut di depan sang maut. Seorang miliarder pun tak akan mampu membujuk dan menyuap malaikat Izrail dengan kekayaannya agar menunda kematian jika Izrail datang dengan surat perintah Tuhan.Dokter yang mengaku paling super dengan peralatan paling canggih dan modern pun akan angkat tangan kalau maut sudah mengambil alih tugasnya. Lalu bagaimana kita sebaiknya memaknai kematian dan apakah korelasi kematian dengan kita semua yang masih hidup?



Rasionalitas Keabadian Jiwa

Sejak zaman klasik,para filsuf Yunani Kuno,Mesir Kuno, dan Tiongkok Kuno sudah membangun berbagai argumen dan menjaga keyakinan secara turun-temurun bahwa mati itu sesungguhnya hanyalah sebuah proses perpindahan dimensi dan alam kehidupan.Sebuah migrasi atau metamorfosis. Hidup ini bermakna dan berharga karena adanya kematian dan kematian memiliki makna karena adanya kelanjutan serial kehidupan baru.



Bagaimana kita yakin, menghargai, dan memperjuangkan prinsip moral kalau kematian berarti berakhirnya seluruh cerita kehidupan? Kalau saja orang baik dan buruk, pahlawan dan pecundang, koruptor dan hakim yang bersih semuanya berakhir dengan nilai dan nasib yang sama ketika ajal tiba, rasanya skenario kehidupan menjadi absurd,sulit diterima oleh rasa moral dan nalar yang logis.



Berbahagialah,ajaran agama secara tegas menyatakan bahwa hidup ini anugerah,dunia ini bagaikan ladang untuk bercocok tanam dan kematian berarti datangnya musim panen. Hukum kausalitas antara bercocok tanam dan panen ini oleh sebagian pakar diyakini masih akan berlangsung terus di balik peristiwa kematian seseorang. Roh tidak mati. Karena tidak mati, berarti hidup.



Hidup berarti beraktivitas dan aktivitas adalah wahana untuk meningkatkan kualitas hidup sebagai jalan untuk meraih derajat kebahagiaan yang lebih tinggi. Moralitas hidup dibangun berdasarkan empat pilar utama yang selalu diimani oleh umat beragama. Pertama, adanya kebebasan untuk beriman, beragama, dan berbuat. Tanpa kemerdekaan atau pilihan bebas, suatu tindakan tak ada nilai moralnya. Agama yang disebarkan dengan paksaan hanyalah melahirkan ketaatan semu.



Kedua, adanya keabadian jiwa.Tanpa keabadian jiwa,pilihan untuk beriman dan berbuat baik tidak memiliki dasar dan motivasi yang kokoh. Kalau saja kematian berarti tutup buku, tak ada cerita lanjutan. Ini bertentangan dengan sifat roh yang tak kenal kematian. Ketiga,harus ada proses pengadilan oleh Hakim Yang Mahaadil. Keempat, mesti ada ganjaran baik buruk sebagai konsekuensi dari proses pengadilan.



Yakin bahwa dunia adalah tempat bercocok tanam, maka merugilah mereka yang menganggap kenikmatan duniawi ini segala-galanya, lalu tidak mengindahkan iman dan moral. Kita pantas kasihan kepada koruptor yang merasa menang,senang,dan sukses membangun karier,padahal yang tengah berlangsung sesungguhnya sedang mempersiapkan kubangan neraka untuk dirinya.



Kita pantas kasihan kepada mereka yang bangga dengan kursi kekuasaannya yang diraih dengan cara keji dan mengorbankan orang lain demi memuaskan ego. Kita sering dibuat tertawa melihat seorang pejabat merasa paling berjasa kepada negeri ini,padahal bangsa ini tidak berubah karena dirinya, atau jangan-jangan malah rusak oleh kiprahnya. Orang yang merasa sukses tanpa landasan moral dan karya nyata hanyalah menipu dirinya sendiri. Dirinya paling sadar bahwa kesuksesan itu semu, dihantui rasa bersalah, dan khianat pada nurani.



Instrumental dan Fundamental

Orang yang bijak selalu sadar untuk memilah dan memilih antara nilai-nilai yang bersifat instrumental dan fundamental. Antara nilainilai yang temporer dan abadi, antara jalan kesenangan dan jalan kebenaran serta kebaikan. Antara kulit dan isi. Antara aksesori dan fungsi. Memang ada benarnya ungkapan yang mengatakan uang bukan segala-galanya, tapi tanpa uang akan susah segala-galanya.



Formula ini tidak berlaku secara absolut. Uang,kekayaan,dan pangkat tetaplah bernilai instrumental. Bahkan ilmu pengetahuan pun bersifat instrumental. Ketika semua itu terkumpul pada diri seseorang, perlu diajukan pertanyaan: bagaimana cara meraihnya dan untuk apa dan siapa serta niat apa difungsikan? Orang bijak mengatakan, kepemilikan sejati adalah yang melekat sekalipun ketika kematian tiba.



Kekayaan sejati adalah rekaman dan makna hidup sejati yang tersimpan dalam USB–pinjam bahasa komputer—yang akan terus melekat dalam perjalanan rohani. Rekaman-rekaman itulah yang akan menjadi teman sekaligus pembela yang ampuh dan cerdas serta meyakinkan di hari pengadilan akhirat kelak.



Yang akan terekam dan melekat pada ”spiritual chip” tentu bukannya uang, mobil, rumah, pangkat dan keluarga, melainkan rekaman amal yang dilandasi dan dimotivasi secara tulus sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah hidup, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk pelayanan dan cinta kasih kepada sesama makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan.



Nilai-nilai fundamental adalah motivasi dan prosedur yang benar,yang merupakan fundamen dan pilar bagi seluruh aktivitas duniawi, untuk meraih kualitas ukhrawi. Duniawi artinya kehidupan yang pendek dan dekat, ukhrawi artinya kehidupan yang masih jauh di masa depan.



Semoga kita memperoleh pencerahan dengan melihat dan merenungkan peristiwa kematian yang setiap menit terjadi, sehingga kematian benar-benar menjadi momen wisuda dan metamorfosis untuk meraih kehidupan yang lebih indah dan lebih membahagiakan di balik kematian itu. *)



Rektor UIN Syarif Hidayatullah
sumber: SINDO

0 comments:

Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional Segera Dibangun di Pekalongan

Posted by Unknown  |  at  1:41 PM


Oleh: Redaksi
Madrasah Aliyah sekolah bercirikhas agama Islam akan dibangun di Pekalongan. Tidak tanggung-tanggung fasilitas dan sistem pendidikannya bertaraf Internasional. Menteri Agama konon akan membuka pembangunan ini.


Harapan itu mengemuka dalam sebuah audiensi antara Kepala Kantor Wilayah
(Kanwil) Departemen Agama (Depag) Jateng H Masyhudi dengan Bupati Siti
Qomariyah di Rumah Dinas Bupati, Rabu (28/5). Tulis situs NU online.


Kepastian tingkat madrasah yang akan dibangun itu mengerucut kepada madrasah setingkat SMU atau aliyah dan akan diresmikan langsung oleh Menteri Agama, H. Maftuch Basuni. ”Sejauh
ini yang berkembang rencananya adalah madrasah aliyah,”
tandasnya Masyhudi.



Kota Pekalongan dipilih sebagai tempat pembangunan
karenanya untuk merealisasikan program ini, Bupati bersama Kakanwil
Depag dan Depag
Kabupaten akan bersama-sama merencanakan dan mengkaji sehingga
ditandatangani kesepakatan dengan Menteri Agama. ”Kami berharap
perencanaan itu bisa diselesaikan tahun ini,” tegas Masyhudi.



Memang rencana ini masih digodok mengenai
kepastian kapan dibangung belum ada pernyataan resmi. Namun Bupati
menilai rencana madrasah bertaraf internasional itu sangat
membanggakan. Dia berharap bisa
secepatnya direalisasikan sehingga bisa meningkatkan kualitas
pendidikan di Kabupaten Pekalongan. ”Saya akan secepatnya memerintahkan
kepada Dinas Pendidikan agar bersama-sama merencanakan langkah dengan
Depag sehingga bisa cepat direalisasikan,” tandasnya. (kurt)



0 comments:

Madrasah Aliyah Bertaraf Internasional Segera Dibangun di Pekalongan

Posted by Unknown  |  at  1:41 PM


Oleh: Redaksi
Madrasah Aliyah sekolah bercirikhas agama Islam akan dibangun di Pekalongan. Tidak tanggung-tanggung fasilitas dan sistem pendidikannya bertaraf Internasional. Menteri Agama konon akan membuka pembangunan ini.


Harapan itu mengemuka dalam sebuah audiensi antara Kepala Kantor Wilayah
(Kanwil) Departemen Agama (Depag) Jateng H Masyhudi dengan Bupati Siti
Qomariyah di Rumah Dinas Bupati, Rabu (28/5). Tulis situs NU online.


Kepastian tingkat madrasah yang akan dibangun itu mengerucut kepada madrasah setingkat SMU atau aliyah dan akan diresmikan langsung oleh Menteri Agama, H. Maftuch Basuni. ”Sejauh
ini yang berkembang rencananya adalah madrasah aliyah,”
tandasnya Masyhudi.



Kota Pekalongan dipilih sebagai tempat pembangunan
karenanya untuk merealisasikan program ini, Bupati bersama Kakanwil
Depag dan Depag
Kabupaten akan bersama-sama merencanakan dan mengkaji sehingga
ditandatangani kesepakatan dengan Menteri Agama. ”Kami berharap
perencanaan itu bisa diselesaikan tahun ini,” tegas Masyhudi.



Memang rencana ini masih digodok mengenai
kepastian kapan dibangung belum ada pernyataan resmi. Namun Bupati
menilai rencana madrasah bertaraf internasional itu sangat
membanggakan. Dia berharap bisa
secepatnya direalisasikan sehingga bisa meningkatkan kualitas
pendidikan di Kabupaten Pekalongan. ”Saya akan secepatnya memerintahkan
kepada Dinas Pendidikan agar bersama-sama merencanakan langkah dengan
Depag sehingga bisa cepat direalisasikan,” tandasnya. (kurt)



0 comments:

Warga Muhammadiyah Haram Menerima BLT

Posted by Unknown  |  at  1:19 PM


Oleh: Redaksi
Pembagian Bantuan Langung Tunai (BLT) yang sudah menginjak satu minggu ini, bagi Pengurus Wilayah Muhammadiyah Semarang mengharamkan warganya menerima bantuan tersebut.





"BLT dinilai menurunkan martabat bangsa. Lebih baik memberi daripada
menerima," kata Ketua PW Muhammadiyah Jateng, Marpuji Ali didampingi
Sekretaris, Tafsir kepada wartawan di Semarang, Kamis seperti dikutip Antara pekan lalu.



Marpuji mengimbau kepada seluruh warga Muhammadiyah di
Jateng agar tak ikut-ikutan menerima BLT. "Kita akan lebih
memberdayakan potensi lembaga amil, zakat, dan infak yang ada untuk
membantu warga Muhammadiyah yang kekurangan," katanya.



Sementara sekretaris PW Muhammadiyah Jateng, Tafsir mengatakan, BLT dapat
menimbulkan sikap mental miskin sehingga tidak mendidik kalangan
masyarakat. Meskipun dari segi agama dibolehkan menerima bantuan itu,
tetapi warga Muhammadiyah agar tak ikut-ikutan berebut BLT dengan
masyarakat lainnya.


Mental Kere Diharamkan


BLT merupakan hak bagi warga yang benar-benar miskin sehingga bagi
mereka yang tak miskin haram hukumnya menerima dana tersebut. "Warga
Muhammadiyah jangan merebut yang bukan haknya, karena haram hukumnya.
Walaupun miskin jangan sampai bermental `kere` (miskin)," katanya.

Di tempat terpisah, Ketua Umum DPP Muhammadiyah Din Syamsuddin mendukung
sikap PW Muhammadiyah Jateng yang mengharamkan warganya menerima BLT.
"Pak Din (Din Syamsuddin-red) melalui SMS (pesan singkat-red) kepada
saya mendukung mengharamkan warga Muhammadiyah menerima BLT," kata Tafsir.

Lebiih lanjut, kata Tafsir, Warga Muhammadiyah diminta jangan sampai menjadi beban negara
karena tanpa adanya BLT masih dapat bertahan melanjutkan hidupnya.
Melalui lembaga zakat yang ada dan tersebar sampai setiap cabang, bisa
membantu warga Muhammadiyah kurang mampu. Kecuali bila program BLT
diganti dalam bentuk zakat sehingga semua masyarakat kurang mampu
berhak menerima bantuan dana tersebut. "Kita tak ingin mengajari warga Muhammadiyah berjiwa miskin," katanya.  (Kurt).

0 comments:

Warga Muhammadiyah Haram Menerima BLT

Posted by Unknown  |  at  1:19 PM


Oleh: Redaksi
Pembagian Bantuan Langung Tunai (BLT) yang sudah menginjak satu minggu ini, bagi Pengurus Wilayah Muhammadiyah Semarang mengharamkan warganya menerima bantuan tersebut.





"BLT dinilai menurunkan martabat bangsa. Lebih baik memberi daripada
menerima," kata Ketua PW Muhammadiyah Jateng, Marpuji Ali didampingi
Sekretaris, Tafsir kepada wartawan di Semarang, Kamis seperti dikutip Antara pekan lalu.



Marpuji mengimbau kepada seluruh warga Muhammadiyah di
Jateng agar tak ikut-ikutan menerima BLT. "Kita akan lebih
memberdayakan potensi lembaga amil, zakat, dan infak yang ada untuk
membantu warga Muhammadiyah yang kekurangan," katanya.



Sementara sekretaris PW Muhammadiyah Jateng, Tafsir mengatakan, BLT dapat
menimbulkan sikap mental miskin sehingga tidak mendidik kalangan
masyarakat. Meskipun dari segi agama dibolehkan menerima bantuan itu,
tetapi warga Muhammadiyah agar tak ikut-ikutan berebut BLT dengan
masyarakat lainnya.


Mental Kere Diharamkan


BLT merupakan hak bagi warga yang benar-benar miskin sehingga bagi
mereka yang tak miskin haram hukumnya menerima dana tersebut. "Warga
Muhammadiyah jangan merebut yang bukan haknya, karena haram hukumnya.
Walaupun miskin jangan sampai bermental `kere` (miskin)," katanya.

Di tempat terpisah, Ketua Umum DPP Muhammadiyah Din Syamsuddin mendukung
sikap PW Muhammadiyah Jateng yang mengharamkan warganya menerima BLT.
"Pak Din (Din Syamsuddin-red) melalui SMS (pesan singkat-red) kepada
saya mendukung mengharamkan warga Muhammadiyah menerima BLT," kata Tafsir.

Lebiih lanjut, kata Tafsir, Warga Muhammadiyah diminta jangan sampai menjadi beban negara
karena tanpa adanya BLT masih dapat bertahan melanjutkan hidupnya.
Melalui lembaga zakat yang ada dan tersebar sampai setiap cabang, bisa
membantu warga Muhammadiyah kurang mampu. Kecuali bila program BLT
diganti dalam bentuk zakat sehingga semua masyarakat kurang mampu
berhak menerima bantuan dana tersebut. "Kita tak ingin mengajari warga Muhammadiyah berjiwa miskin," katanya.  (Kurt).

0 comments:

Keprihatinan SMU N 9 Bandung Menyikapi Krisis Minyak

Posted by Unknown  |  at  1:04 PM


Oleh: Redaksi
Krisis ekonomi akibat naiknya harga BBM mengundang kalangan pelajar ikut prihatin. Jika di Jakarta rawan tawuran dari anak SMP hingga Mahasiswa, maka cara SMAN 9 Bandung lain lagi. Mereka justru menggelar istighosah atau berdoa bersama agar diberi kekuatan dalam menghadapi himpitan hidup karena dampak kenaikan harga BBM.





Agus Suderajat guru agama SMAN 9 Bandung itu sebagai pemimpin acara.
Peserta Istighosah diikuti oleh siswa kelas 1 dan 2 berjumlah sekitar 700-an siswa yang dimulai pada
pukul 8.00 hingga 11.00 kemarin. Tulis Koran SINDO hari ini, Kamis, 29
Mei 2008.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat Iwan Hermawan,
mengungkapkan bahwa kenaikan harga BBM juga berimbas pada dunia
pendidikan. Salah satunya biaya SPP yang diperkirakan akan naik 20%.
”Belum lagi kenaikan harga buku mata pelajaran.Kenaikan harga BBM bagi
kami adalah ‘tsunami kedua’. Kutip SINDO.

"Istigasah ini kami laksanakan sebagai bentuk keprihatinan atas musibah
nasional yang menimpa masyarakat Indonesia setelah pemerintah menaikkan
harga BBM sebesar 28%,” katanya. Iwan pun menambahkan, tidak banyak
yang bisa dilakukan menyusul kenaikan harga BBM,kecuali berserah diri
kepada Sang Khalik.

Bahkan ia pun prihatin bahwa melakukan aksi demonstrasi, saat ini nyaris tak
bermanfaat karena tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. ”Kami
berharap kenaikan harga BBM diiringi dengan kenaikan bantuan
operasional sekolah (BOS) dan bantuan khusus murid (BKM) sehingga para
siswa tidak terlalu terbebani oleh kenaikan harga BBM,”ujar Iwan.

Meskipun masih pelajar, mereka begitu khusu memanjatkan doa dalam
mengikuti rangkaian acara tersebut. Bahkan, beberapa siswi terlihat
haru sampai menitikkan air mata.Seorang siswa kelas 2 SMAN 9 Faiz Urvan
berharap melalui istigasah ini dirinya diberikan kekuatan oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa. ”Impitan ekonomi akan semakin memberatkan kami sebagai
anak didik,”kata Faiz. (SND)

0 comments:

Keprihatinan SMU N 9 Bandung Menyikapi Krisis Minyak

Posted by Unknown  |  at  1:04 PM


Oleh: Redaksi
Krisis ekonomi akibat naiknya harga BBM mengundang kalangan pelajar ikut prihatin. Jika di Jakarta rawan tawuran dari anak SMP hingga Mahasiswa, maka cara SMAN 9 Bandung lain lagi. Mereka justru menggelar istighosah atau berdoa bersama agar diberi kekuatan dalam menghadapi himpitan hidup karena dampak kenaikan harga BBM.





Agus Suderajat guru agama SMAN 9 Bandung itu sebagai pemimpin acara.
Peserta Istighosah diikuti oleh siswa kelas 1 dan 2 berjumlah sekitar 700-an siswa yang dimulai pada
pukul 8.00 hingga 11.00 kemarin. Tulis Koran SINDO hari ini, Kamis, 29
Mei 2008.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat Iwan Hermawan,
mengungkapkan bahwa kenaikan harga BBM juga berimbas pada dunia
pendidikan. Salah satunya biaya SPP yang diperkirakan akan naik 20%.
”Belum lagi kenaikan harga buku mata pelajaran.Kenaikan harga BBM bagi
kami adalah ‘tsunami kedua’. Kutip SINDO.

"Istigasah ini kami laksanakan sebagai bentuk keprihatinan atas musibah
nasional yang menimpa masyarakat Indonesia setelah pemerintah menaikkan
harga BBM sebesar 28%,” katanya. Iwan pun menambahkan, tidak banyak
yang bisa dilakukan menyusul kenaikan harga BBM,kecuali berserah diri
kepada Sang Khalik.

Bahkan ia pun prihatin bahwa melakukan aksi demonstrasi, saat ini nyaris tak
bermanfaat karena tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. ”Kami
berharap kenaikan harga BBM diiringi dengan kenaikan bantuan
operasional sekolah (BOS) dan bantuan khusus murid (BKM) sehingga para
siswa tidak terlalu terbebani oleh kenaikan harga BBM,”ujar Iwan.

Meskipun masih pelajar, mereka begitu khusu memanjatkan doa dalam
mengikuti rangkaian acara tersebut. Bahkan, beberapa siswi terlihat
haru sampai menitikkan air mata.Seorang siswa kelas 2 SMAN 9 Faiz Urvan
berharap melalui istigasah ini dirinya diberikan kekuatan oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa. ”Impitan ekonomi akan semakin memberatkan kami sebagai
anak didik,”kata Faiz. (SND)

0 comments:

T. Boone Pickens Penyebab Naiknya Harga Minyak Dunia

Posted by Unknown  |  at  12:49 PM


T.BOOneHarga minyak dunia naik penyebabnya karena spekulan minyak tingkat dunia yang bermain. Salah satunya adalah T. Boone Pickens. Di pasar energi global dan lingkungan pasar modal Wall Street di Amerika Serikat (AS), nama T. Boone Pickens terkenal sebagai spekulan minyak kelas atas paling penting.



"Saat ia berbicara, orang-orang menyimaknya. Bahasanya mudah dimengerti
siapa pun. Ketika menyebut harga minyak bakal mencapai 150 dolar AS per
barel akhir 2008 nanti, semua orang mengamininya," ungkap Todd
Benjamin, Redaktur Keuangan CNN International seperti dirilis
Antaranews.

Menurutnya, Boone sebagai jago memprediksi harga minyak dan pandai
mengeksploitasi kekuatan logikanya yang cemerlang untuk menghubungkan
fakta dan kecenderungan harga dengan psikologi pasar. Hal itulah yang 
diamini juga oleh kalangan pasar keuangan global.

"Sebanyak 85 juta barel adalah total produksi minyak yang bisa
dihasilkan dunia sehari, padahal permintaan minyak dunia sehari 87 juta
barel," kata Pickens, saat mengungkapkan alasan mengapa harga minyak
dunia bakal terus naik.

Bukan main, asumsinya mendorong pelaku pasar keuangan --diantaranya
lembaga investasi Goldman Sachs-- membuat prediksi provokatif tentang
harga minyak dunia dengan asumsi bahwa keadaan riil di mana dunia sulit
memenuhi kebutuhan minyaknya memang bakal terjadi.

Dari anaslisa tersebut, harga minyak pun melesat tanpa bisa dihentikan
siapa pun. Seluruh dunia bimbang, sementara para pemimpin banyak negara
was-was karena situasi itu membatasi pilihan mereka dalam menyelamatkan
keuangan negara.

Tak hanya negara-negara berkembang, negara maju layaknya AS pun tak
tahan dengan keadaan tersebut. Para pejabat AS malah menuduh segelintir
orang tamak telah membuat ekonomi berdarah-darah dan memaksa sumber
keuangan AS terpompa ke luar negeri hanya untuk mendapatkan minyak.

"Rakyat bingung karena permintaan minyak tidaklah segila seperti
diperkirakan, tetapi mengapa harga minyak terus menggila?" tanya
Senator Herb Kohl, seperti dikutip Washington Post edisi 22 Mei 2008.

Tak hanya pejabat politik, eksekutif perusahaan-perusahaan minyak juga
menuduh spekulan dan pengelola dana sebagai biang kesulitan global ini.
Sebagian lainnya memperluas tuduhan ke Negara-Negara Pengekspor Minyak
(OPEC) yang disebut sengaja menyempitkan kapasitas produksi minyaknya
agar harga minyak terus meninggi.

OPEC balik menyerang dengan menunjuk para spekulan harga, para penimbun
minyak di AS dan kebijakan politik Washington yang sembrono justru
aktor dibalik malapetaka harga tersebut.

Sejumlah kalangan menilai kapasitas produksi minyak dunia sudah tak
lagi bisa menjawab ekspansi permintaan. Apalagi, negara seperti RRC dan
India agresif memburu minyak karena ekonominya semakin haus energi.

Koran Christian Science Monitor edisi 2 Mei 2008 menyebutkan, di dekade
1980an dan 1990an, meningkatnya permintaan pada minyak bisa dijawab
dengan memacu ladang-ladang minyak baru untuk berproduksi. Tetapi
kemampuan itu meluntur belakangan ini. Kutip Antara.

Ladang minyak baru memang bermunculan, seperti di Brazil dan Afrika Barat, namun butuh waktu lama untuk sampai bisa berproduksi.

Bagaimanapun harga minyak akan terus merangsek hingga mencapai
$150/barel tahun ini. "Ada bukti sangat kuat bahwa spekulasi skala
luarbiasa besar telah membuat harga minyak meningkat tajam," klaim
Senat AS dalam laporan bertajuk The Role of Market Speculation in
Rising Oil and Gas Prices tertanggal 27 Juni 2006. (kurt)

0 comments:

T. Boone Pickens Penyebab Naiknya Harga Minyak Dunia

Posted by Unknown  |  at  12:49 PM


T.BOOneHarga minyak dunia naik penyebabnya karena spekulan minyak tingkat dunia yang bermain. Salah satunya adalah T. Boone Pickens. Di pasar energi global dan lingkungan pasar modal Wall Street di Amerika Serikat (AS), nama T. Boone Pickens terkenal sebagai spekulan minyak kelas atas paling penting.



"Saat ia berbicara, orang-orang menyimaknya. Bahasanya mudah dimengerti
siapa pun. Ketika menyebut harga minyak bakal mencapai 150 dolar AS per
barel akhir 2008 nanti, semua orang mengamininya," ungkap Todd
Benjamin, Redaktur Keuangan CNN International seperti dirilis
Antaranews.

Menurutnya, Boone sebagai jago memprediksi harga minyak dan pandai
mengeksploitasi kekuatan logikanya yang cemerlang untuk menghubungkan
fakta dan kecenderungan harga dengan psikologi pasar. Hal itulah yang 
diamini juga oleh kalangan pasar keuangan global.

"Sebanyak 85 juta barel adalah total produksi minyak yang bisa
dihasilkan dunia sehari, padahal permintaan minyak dunia sehari 87 juta
barel," kata Pickens, saat mengungkapkan alasan mengapa harga minyak
dunia bakal terus naik.

Bukan main, asumsinya mendorong pelaku pasar keuangan --diantaranya
lembaga investasi Goldman Sachs-- membuat prediksi provokatif tentang
harga minyak dunia dengan asumsi bahwa keadaan riil di mana dunia sulit
memenuhi kebutuhan minyaknya memang bakal terjadi.

Dari anaslisa tersebut, harga minyak pun melesat tanpa bisa dihentikan
siapa pun. Seluruh dunia bimbang, sementara para pemimpin banyak negara
was-was karena situasi itu membatasi pilihan mereka dalam menyelamatkan
keuangan negara.

Tak hanya negara-negara berkembang, negara maju layaknya AS pun tak
tahan dengan keadaan tersebut. Para pejabat AS malah menuduh segelintir
orang tamak telah membuat ekonomi berdarah-darah dan memaksa sumber
keuangan AS terpompa ke luar negeri hanya untuk mendapatkan minyak.

"Rakyat bingung karena permintaan minyak tidaklah segila seperti
diperkirakan, tetapi mengapa harga minyak terus menggila?" tanya
Senator Herb Kohl, seperti dikutip Washington Post edisi 22 Mei 2008.

Tak hanya pejabat politik, eksekutif perusahaan-perusahaan minyak juga
menuduh spekulan dan pengelola dana sebagai biang kesulitan global ini.
Sebagian lainnya memperluas tuduhan ke Negara-Negara Pengekspor Minyak
(OPEC) yang disebut sengaja menyempitkan kapasitas produksi minyaknya
agar harga minyak terus meninggi.

OPEC balik menyerang dengan menunjuk para spekulan harga, para penimbun
minyak di AS dan kebijakan politik Washington yang sembrono justru
aktor dibalik malapetaka harga tersebut.

Sejumlah kalangan menilai kapasitas produksi minyak dunia sudah tak
lagi bisa menjawab ekspansi permintaan. Apalagi, negara seperti RRC dan
India agresif memburu minyak karena ekonominya semakin haus energi.

Koran Christian Science Monitor edisi 2 Mei 2008 menyebutkan, di dekade
1980an dan 1990an, meningkatnya permintaan pada minyak bisa dijawab
dengan memacu ladang-ladang minyak baru untuk berproduksi. Tetapi
kemampuan itu meluntur belakangan ini. Kutip Antara.

Ladang minyak baru memang bermunculan, seperti di Brazil dan Afrika Barat, namun butuh waktu lama untuk sampai bisa berproduksi.

Bagaimanapun harga minyak akan terus merangsek hingga mencapai
$150/barel tahun ini. "Ada bukti sangat kuat bahwa spekulasi skala
luarbiasa besar telah membuat harga minyak meningkat tajam," klaim
Senat AS dalam laporan bertajuk The Role of Market Speculation in
Rising Oil and Gas Prices tertanggal 27 Juni 2006. (kurt)

0 comments:

NU Tak Ingin Mendirikan Negara Islam

Posted by Unknown  |  at  12:19 PM


gusdur1.jpgMasih ingatkah saat Presiden Republik Indonesia (RI) ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pergi ke Amerika Serikat beberapa hari lalu?  Gus Dur begitu disegani di dunia internasional, terutama dalam upayanya menegakkan toleransi, dialog antar agama dan perdamaian dunia. Upaya keras yang tak mengenal lelah ini pun membuahkan tiga penghargaa berupa medal of valor dari Yayasan Simon Wiesenthal di Amerika Serikat (AS).



Dalam pelawatannya di negeri Paman Sam itu, Gus Dur tidak menyianyiakan
kesempatan untuk memperkenalkan NU di publik Internasional. Salah satu
yang diungkapkan Gus Dur adalah bahwa NU tidak berkeinginan mendirikan
negara Islam.

"Tahun 1935, atau 10 tahun sebelum Indonesia merdeka, Muktamar NU ke-9
di Banjarmasin memutuskan tidak diwajibkan mendirikan negara Islam.
Karenanya kita melihat di Indonesia ini agama bermacam-macam," ungkap
Gus Dur dalam jumpa pers setelah pelawatan dari sana di Kantor DPW PKB,
Jl Kalibata Timur, Jakarta.

Saat pelawatannya di Amerika, cerita Gus Dur seperti ditulis dalam
situs gusdur.net menyatakan bahwa penghargaan itu diberikan di Beverly
Wilshire Hotel, Beverly Hills. Kemudian beliau memberikan sambutan dan
saat itu mendapat standing ovation (tepuk tangan sambil berdiri tanda
penghormatan). Selama di sana, sejak 4 Mei sampai 12 Mei lalu,
didampingi salah satu puterinya, Inayah Abdurrahman Wahid. Setelah
menerima penghargaan Gus Dur dan rombongan juga berbicara di beberapa
lembaga penting di sana.

Beliau juga memberikan ceramah di depan publik Amerika Serikat tentang
Islam moderat pada hari berikutnya di Marvin Center Amphitheater
Universitas George Washington. Acara ini digelar oleh The American
Islamic Congress.

Ia merupakan lembaga swadaya masyarakat muslim di Amerika Serikat yang
mengampanyekan toleransi dan dialog antara Muslim dengan masyarakat
lain. Lembaga yang berkantor di Washington, Boston, Mesir dan Iraq ini
mengagas sejumlah forum perdamaian di berbagai belahan dunia.

Setelah itu, tulis situs resmi Gus Dur, selama kunjungannya di AS,
mantan ketua PBNU itu juga mengadakan pertemuan dengan sejumlah senator
AS. Misalnya, anggota senior Komite Hubungan Internasional Kongres AS
Robert Wexler dan Ketua Kaukus Anti Terorisme Kongres AS Sue Myrick.

Disamping itu juga beliau bertemu dengan Joe Rockefeller dan
Christopher Bond, dua senator yang berpengaruh menentukan kebijakan
luar negeri AS. Bahkan Gus Dur juga bertemu dengan Wakil Presiden AS
Dick Cheney di Gedung Putih, Washington DC.

Dalam pertemuan-pertemuan itu, Gus Dur mengharapkan pemerintah AS
menyikapi dengan arif gejala kian menguatnya kelompok fundamentalis
agama. "Penyikapan itu bukan dengan kekerasan tentunya. Saya termasuk
yang menginginkan terjadinya dialog antaragama," tegasnya.

Di sana, cerita Gus Dur, dirinya juga menyampaikan bahwa sikap
Indonesia atas keragaman agama-agama yang ada sangat jelas tertera
dalam UUD 1945 dan Pancasila. "Tapi ada juga orang-orang yang
sektarian," katanya. [Kurt]


0 comments:

NU Tak Ingin Mendirikan Negara Islam

Posted by Unknown  |  at  12:19 PM


gusdur1.jpgMasih ingatkah saat Presiden Republik Indonesia (RI) ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pergi ke Amerika Serikat beberapa hari lalu?  Gus Dur begitu disegani di dunia internasional, terutama dalam upayanya menegakkan toleransi, dialog antar agama dan perdamaian dunia. Upaya keras yang tak mengenal lelah ini pun membuahkan tiga penghargaa berupa medal of valor dari Yayasan Simon Wiesenthal di Amerika Serikat (AS).



Dalam pelawatannya di negeri Paman Sam itu, Gus Dur tidak menyianyiakan
kesempatan untuk memperkenalkan NU di publik Internasional. Salah satu
yang diungkapkan Gus Dur adalah bahwa NU tidak berkeinginan mendirikan
negara Islam.

"Tahun 1935, atau 10 tahun sebelum Indonesia merdeka, Muktamar NU ke-9
di Banjarmasin memutuskan tidak diwajibkan mendirikan negara Islam.
Karenanya kita melihat di Indonesia ini agama bermacam-macam," ungkap
Gus Dur dalam jumpa pers setelah pelawatan dari sana di Kantor DPW PKB,
Jl Kalibata Timur, Jakarta.

Saat pelawatannya di Amerika, cerita Gus Dur seperti ditulis dalam
situs gusdur.net menyatakan bahwa penghargaan itu diberikan di Beverly
Wilshire Hotel, Beverly Hills. Kemudian beliau memberikan sambutan dan
saat itu mendapat standing ovation (tepuk tangan sambil berdiri tanda
penghormatan). Selama di sana, sejak 4 Mei sampai 12 Mei lalu,
didampingi salah satu puterinya, Inayah Abdurrahman Wahid. Setelah
menerima penghargaan Gus Dur dan rombongan juga berbicara di beberapa
lembaga penting di sana.

Beliau juga memberikan ceramah di depan publik Amerika Serikat tentang
Islam moderat pada hari berikutnya di Marvin Center Amphitheater
Universitas George Washington. Acara ini digelar oleh The American
Islamic Congress.

Ia merupakan lembaga swadaya masyarakat muslim di Amerika Serikat yang
mengampanyekan toleransi dan dialog antara Muslim dengan masyarakat
lain. Lembaga yang berkantor di Washington, Boston, Mesir dan Iraq ini
mengagas sejumlah forum perdamaian di berbagai belahan dunia.

Setelah itu, tulis situs resmi Gus Dur, selama kunjungannya di AS,
mantan ketua PBNU itu juga mengadakan pertemuan dengan sejumlah senator
AS. Misalnya, anggota senior Komite Hubungan Internasional Kongres AS
Robert Wexler dan Ketua Kaukus Anti Terorisme Kongres AS Sue Myrick.

Disamping itu juga beliau bertemu dengan Joe Rockefeller dan
Christopher Bond, dua senator yang berpengaruh menentukan kebijakan
luar negeri AS. Bahkan Gus Dur juga bertemu dengan Wakil Presiden AS
Dick Cheney di Gedung Putih, Washington DC.

Dalam pertemuan-pertemuan itu, Gus Dur mengharapkan pemerintah AS
menyikapi dengan arif gejala kian menguatnya kelompok fundamentalis
agama. "Penyikapan itu bukan dengan kekerasan tentunya. Saya termasuk
yang menginginkan terjadinya dialog antaragama," tegasnya.

Di sana, cerita Gus Dur, dirinya juga menyampaikan bahwa sikap
Indonesia atas keragaman agama-agama yang ada sangat jelas tertera
dalam UUD 1945 dan Pancasila. "Tapi ada juga orang-orang yang
sektarian," katanya. [Kurt]


0 comments:

Achmad Zaini Memiliki Kekayaan 20 Kali APBN?

Posted by Unknown  |  at  10:59 AM


Zaini


Oleh: Redaksi



Sebuah
kabar menarik dari Bandung. Seorang  bernama Achmad Zaini Suparta SH,
mengklaim dirinya memiliki kekayaan sebesar 20 kali lipat APBN ngera
kita.





 





Ia kemudian menjanjikan bantuan miliaran rupiah kepada ratusan
pengusaha. Dana itu menurutnya bisa menjadikan Indonesia sejahtera.






"Dana saya cukup untuk membangun Indonesia 35 tahun ke depan
atau setara 20 kali lipat APBN," kata Achmad Zaini sebelum memberikan
pidato sambutan dalam acara Public Multy Project di Villa Istana Bunga,
Lembang, Jawa Barat, Kamis (29/5/2008) sebagaimana dikutp oleh
Detik.com.



Ia mengaskan dana itu tidak akan digunakan untuk
kepentingan pribadi. Sebaliknya, pria berambut cepak ini akan memakai
dana tersebut untuk kepentingan umum. Dia akan memberikan bantuan
kepada seluruh kabupaten di Indonesia.

"Pokoknya saya ingin ada
lapangan kerja sehingga tidak ada pengangguran. Dengan demikian
Indonesia akan sejahtera," ungkap pria berusia 52 tahun itu.

Tahap pertama dia akan memberikan bantuan kepada 10 kabupaten. Achmad
Zaini antara lain akan membangun 10 rumah sakit dan 10 sekolahan
tingkat SMA di setiap kabupaten tersebut.

Dalam berita yang cukup banyak dirilis detikcom diantaranya menyebutkan bahwa Ahmad Zaini mengaku sebagai Keturunan Prabu Siliwangi dan uang itu katanya akan segera cair karena BI pun sudah mengetahuinya. Bahkan ia menyebut PT Jasa Marga dan Bakri Investindo Ikut serta memburu dana Achmad Zaini meskipun kedua lembaga itu menampiknya.


Jika
klaim Achmad Zaini ini benar, maka orang ini termasuk orang terkaya di
Indonesia setelah Abu Rizal Bakri yang pernah dinobatkan sebagai orang
terkaya di Indonesian. Menurut catatan detikcom, besaran APBN Rp 900
triliun. Bila Achmad Zaini mengaku memiliki dana 20 kali APBN, maka dia
memiliki dana Rp 18.000 triliun. Subhanallah! Tapi apa ya benar ?
Wallahu a'lam. (Kurt)

0 comments:

Copyright © 2013 Blog Backup Buntet Pesantren. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9
Blogger template. Proudly Powered by Blogger.
back to top