Lomba Karya Tulis Santri

Posted by Unknown  |  at  2:25 PM










Pendahuluan



Tidak bisa
dipungkiri bahwa pesantren adalah “gudang” intelektual Islam di Indonesia.
Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, peran pesantren tidak bisa diabaikan. Dari
lembaga ini telah lahir banyak sosok yang dikenal tidak saja sebagai pejuang
melainkan juga sebagai pemikir bangsa. Pesantren dengan dinamika yang terdapat
di dalamnya menjadi penentu denyut kehidupan berbangsa, dari pemikir-pemikir
yang keluaran pesantren, berbagai wacana keagamaan, kebangsaan, bahkan kesenian
diperdebatkan dan dibahas dengan tidak keluar dari etika dan moralitas
keislaman. Sosok seperti KH Abdurrahman Wahid, KH Said Aqil Sirodj, KH Masdar
Farid Mas’udi merupakan sedikit contoh alumni pesantren yang pemikirannya mempengaruhi
wacana keagamaan di negeri ini.















Lembaga
pendidikan pesantren lebih dikenal sebagai lembaga yang memiliki ciri
tradisional dan memiliki hubungan yang dekat dengan masyarakat. Kehidupan
pesantren yang berpusat pada kyai, santri, dan madrasah berbaur dengan
kehidupan yang ada di masyarakat yang berpusat di kantor kelurahan, pertanian,
persawahan, dan aktifitas ekonomi lainnya.



 



Pesantren pada
dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang bergerak dalam membangun kemandirian
bagi para santrinya. Ajaran tentang kemandirian terlihat dari model pelajaran
yang diterapkan dan juga dari pembelajaran tentang hidup dan kehidupan di
masyarakat secara praktis bagi para santrinya. Di pesantren, para santri
dididik hidup mandiri dan kreatif dalam mencari solusi bagi permasalahan ummat.



 



Pesantren tidak
saja sebagai penerus misi Islam yang lebih toleran dengan tradisi setempat,
melainkan juga telah terbukti banyak memberi sumbangan bagi upaya mewujudkan
idealisme pendidikan nasional. Tidak hanya sekedar meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia (human resource) pada aspek penguasaan sains dan teknologi semata, melainkan juga lebih concern dalam mencetak masyarakat
Indonesia yang memiliki semangat keagamaan yang berbasis tradisi dan memupuk
generasi yang bermoral baik (akhlaq al-karimah).



 



sampel





0 comments:

Lomba Karya Tulis Santri

Posted by Unknown  |  at  2:25 PM










Pendahuluan



Tidak bisa
dipungkiri bahwa pesantren adalah “gudang” intelektual Islam di Indonesia.
Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, peran pesantren tidak bisa diabaikan. Dari
lembaga ini telah lahir banyak sosok yang dikenal tidak saja sebagai pejuang
melainkan juga sebagai pemikir bangsa. Pesantren dengan dinamika yang terdapat
di dalamnya menjadi penentu denyut kehidupan berbangsa, dari pemikir-pemikir
yang keluaran pesantren, berbagai wacana keagamaan, kebangsaan, bahkan kesenian
diperdebatkan dan dibahas dengan tidak keluar dari etika dan moralitas
keislaman. Sosok seperti KH Abdurrahman Wahid, KH Said Aqil Sirodj, KH Masdar
Farid Mas’udi merupakan sedikit contoh alumni pesantren yang pemikirannya mempengaruhi
wacana keagamaan di negeri ini.















Lembaga
pendidikan pesantren lebih dikenal sebagai lembaga yang memiliki ciri
tradisional dan memiliki hubungan yang dekat dengan masyarakat. Kehidupan
pesantren yang berpusat pada kyai, santri, dan madrasah berbaur dengan
kehidupan yang ada di masyarakat yang berpusat di kantor kelurahan, pertanian,
persawahan, dan aktifitas ekonomi lainnya.



 



Pesantren pada
dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang bergerak dalam membangun kemandirian
bagi para santrinya. Ajaran tentang kemandirian terlihat dari model pelajaran
yang diterapkan dan juga dari pembelajaran tentang hidup dan kehidupan di
masyarakat secara praktis bagi para santrinya. Di pesantren, para santri
dididik hidup mandiri dan kreatif dalam mencari solusi bagi permasalahan ummat.



 



Pesantren tidak
saja sebagai penerus misi Islam yang lebih toleran dengan tradisi setempat,
melainkan juga telah terbukti banyak memberi sumbangan bagi upaya mewujudkan
idealisme pendidikan nasional. Tidak hanya sekedar meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia (human resource) pada aspek penguasaan sains dan teknologi semata, melainkan juga lebih concern dalam mencetak masyarakat
Indonesia yang memiliki semangat keagamaan yang berbasis tradisi dan memupuk
generasi yang bermoral baik (akhlaq al-karimah).



 



sampel





0 comments:

Madrasah Gratis, Mimpi Kali!

Posted by Unknown  |  at  5:42 PM


Madrasah atau sekolah yang berada di dalam naungan Departemen Agama masuk dalam UU Sistem Pendidikan Nastional (Sisdiknas). Di sana  madrasah
memiliki status yang sama dengan sekolah lainnya. Tapi urusan madrasah bisa gratis seperti sekolah umum, mimpi kali.



Nada "kesal" itu terungkap dalam sebuah seminar Pendidikan Madrasan dan Tantangan Global seperti ditulis NU online kemarin. “Karena berada dibawah binaan Departemen Agama, banyak bupati dan
walikota yang menggratiskan sekolah hanya untuk SD-SMA, tetapi tidak
untuk madrasah,” kata Prof Dr Basuki Wibowo dalam seminar di Jakarta Rabu (23/7).



Prof. Basuki menyarankan agar fasilitas gratis itu harus diberlakukan kepada madrasah, karena
sebagian anggota masyarakat lebih memilih menyekolahkan anaknya di
madrasah. “Sebagai contoh seperti di Banten, sebagian besar penduduknya
Islam dan pembayar pajaknya juga Islam,” tandasnya.



Sebagai akibatnya, para orang tua di daerah akhirnya lebih memilih
menyekolahkan anaknya di sekolah umum dari pada di madrasah. Hal ini
berkebalikan dengan meningkatnya minat orang tua di kota besar untuk
mengirimkan anaknya di sekolah Islam yang bermutu yang kini menjadi
trend dengan peminat yang besar.



“Madrasah dan sekolah Islam Al Azhar itu sama saja, kurikulum agamanya
6-8 jam. Yang membedakan adalah kualitas dan fasilitas pendukungnya,”
ujarnya.



Ini artinya jika madrasah dikelola dengan baik, maka anggapan bahwa
lulusan madrasah kurang berkualitas akan hilang dan menarik minat
masyarakat karena memberikan keunggulan dengan adanya tambahan materi
agama yang lebih banyak dibanding sekolah umum.

Ia mengibaratkan pengelolaan madrasah sebagai industri mulia yang
memberikan nilai tambah dalam aspek sosial dan keagamaan yang tak bisa
diberikan oleh sekolah umum lainnya.

“Perlu diatur strategi kompetisinya bagaiamana agar konsumen tertarik
dengan komitmen penyediaan proses belajar, hardware, software,
brainware dan fasilitas pendukung lainnya. Kalau tidak, akan bermasalah
karena sumber belajarnya kurang,” tandasnya.

Dekan Fakultas Teknik Universitas Jakarta ini berpendapat madrasah
sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa. Dengan jumlah 38 ribu buah
dan sekitar 5.5 juta siswa, jika dikelola dengan baik, akan mampu
meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia.

Beberapa hal yang harus dilakukan untuk mendukung daya saing
diantaranya adalah antusiasme dalam berkompetisi harus dimunculkan,
dari murid sampai pengelola, menyusun perencanaan stratregis, menarik
SDM yang mumpuni agar mau membuat orang pinter tertarik mengajar di
madrasah, pengelolaan keuangan yang baik dan kepemimpinan.
(NUol/kurt)



Madrasah atau sekolah yang berada di dalam naungan
Departemen Agama masuk dalam UU Sistem Pendidikan Nastional
(Sisdiknas). Di sana  madrasah
memiliki status yang sama dengan sekolah lainnya. Tapi urusan madrasah
bisa gratis seperti sekolah umum, mimpi kali.



Nada "kesal" itu terungkap dalam sebuah
seminar Pendidikan Madrasan dan Tantangan Global seperti ditulis NU
online kemarin. “Karena berada dibawah binaan Departemen Agama, banyak
bupati dan
walikota yang menggratiskan sekolah hanya untuk SD-SMA, tetapi tidak
untuk madrasah,” kata Prof Dr Basuki Wibowo dalam seminar di Jakarta
Rabu (23/7).



Prof. Basuki menyarankan agar fasilitas gratis itu harus diberlakukan kepada madrasah, karena
sebagian anggota masyarakat lebih memilih menyekolahkan anaknya di
madrasah. “Sebagai contoh seperti di Banten, sebagian besar penduduknya
Islam dan pembayar pajaknya juga Islam,” tandasnya.



Sebagai akibatnya, para orang tua di daerah akhirnya lebih memilih
menyekolahkan anaknya di sekolah umum dari pada di madrasah. Hal ini
berkebalikan dengan meningkatnya minat orang tua di kota besar untuk
mengirimkan anaknya di sekolah Islam yang bermutu yang kini menjadi
trend dengan peminat yang besar.



“Madrasah dan sekolah Islam Al Azhar itu sama saja, kurikulum agamanya
6-8 jam. Yang membedakan adalah kualitas dan fasilitas pendukungnya,”
ujarnya.



Ini artinya jika madrasah dikelola dengan baik, maka anggapan bahwa
lulusan madrasah kurang berkualitas akan hilang dan menarik minat
masyarakat karena memberikan keunggulan dengan adanya tambahan materi
agama yang lebih banyak dibanding sekolah umum.

Ia mengibaratkan pengelolaan madrasah sebagai industri mulia yang
memberikan nilai tambah dalam aspek sosial dan keagamaan yang tak bisa
diberikan oleh sekolah umum lainnya.

“Perlu diatur strategi kompetisinya bagaiamana agar konsumen tertarik
dengan komitmen penyediaan proses belajar, hardware, software,
brainware dan fasilitas pendukung lainnya. Kalau tidak, akan bermasalah
karena sumber belajarnya kurang,” tandasnya.

Dekan Fakultas Teknik Universitas Jakarta ini berpendapat madrasah
sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa. Dengan jumlah 38 ribu buah
dan sekitar 5.5 juta siswa, jika dikelola dengan baik, akan mampu
meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia.

Beberapa hal yang harus dilakukan untuk mendukung daya saing
diantaranya adalah antusiasme dalam berkompetisi harus dimunculkan,
dari murid sampai pengelola, menyusun perencanaan stratregis, menarik
SDM yang mumpuni agar mau membuat orang pinter tertarik mengajar di
madrasah, pengelolaan keuangan yang baik dan kepemimpinan.
(NUol/kurt)

0 comments:

Madrasah Gratis, Mimpi Kali!

Posted by Unknown  |  at  5:42 PM


Madrasah atau sekolah yang berada di dalam naungan Departemen Agama masuk dalam UU Sistem Pendidikan Nastional (Sisdiknas). Di sana  madrasah
memiliki status yang sama dengan sekolah lainnya. Tapi urusan madrasah bisa gratis seperti sekolah umum, mimpi kali.



Nada "kesal" itu terungkap dalam sebuah seminar Pendidikan Madrasan dan Tantangan Global seperti ditulis NU online kemarin. “Karena berada dibawah binaan Departemen Agama, banyak bupati dan
walikota yang menggratiskan sekolah hanya untuk SD-SMA, tetapi tidak
untuk madrasah,” kata Prof Dr Basuki Wibowo dalam seminar di Jakarta Rabu (23/7).



Prof. Basuki menyarankan agar fasilitas gratis itu harus diberlakukan kepada madrasah, karena
sebagian anggota masyarakat lebih memilih menyekolahkan anaknya di
madrasah. “Sebagai contoh seperti di Banten, sebagian besar penduduknya
Islam dan pembayar pajaknya juga Islam,” tandasnya.



Sebagai akibatnya, para orang tua di daerah akhirnya lebih memilih
menyekolahkan anaknya di sekolah umum dari pada di madrasah. Hal ini
berkebalikan dengan meningkatnya minat orang tua di kota besar untuk
mengirimkan anaknya di sekolah Islam yang bermutu yang kini menjadi
trend dengan peminat yang besar.



“Madrasah dan sekolah Islam Al Azhar itu sama saja, kurikulum agamanya
6-8 jam. Yang membedakan adalah kualitas dan fasilitas pendukungnya,”
ujarnya.



Ini artinya jika madrasah dikelola dengan baik, maka anggapan bahwa
lulusan madrasah kurang berkualitas akan hilang dan menarik minat
masyarakat karena memberikan keunggulan dengan adanya tambahan materi
agama yang lebih banyak dibanding sekolah umum.

Ia mengibaratkan pengelolaan madrasah sebagai industri mulia yang
memberikan nilai tambah dalam aspek sosial dan keagamaan yang tak bisa
diberikan oleh sekolah umum lainnya.

“Perlu diatur strategi kompetisinya bagaiamana agar konsumen tertarik
dengan komitmen penyediaan proses belajar, hardware, software,
brainware dan fasilitas pendukung lainnya. Kalau tidak, akan bermasalah
karena sumber belajarnya kurang,” tandasnya.

Dekan Fakultas Teknik Universitas Jakarta ini berpendapat madrasah
sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa. Dengan jumlah 38 ribu buah
dan sekitar 5.5 juta siswa, jika dikelola dengan baik, akan mampu
meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia.

Beberapa hal yang harus dilakukan untuk mendukung daya saing
diantaranya adalah antusiasme dalam berkompetisi harus dimunculkan,
dari murid sampai pengelola, menyusun perencanaan stratregis, menarik
SDM yang mumpuni agar mau membuat orang pinter tertarik mengajar di
madrasah, pengelolaan keuangan yang baik dan kepemimpinan.
(NUol/kurt)



Madrasah atau sekolah yang berada di dalam naungan
Departemen Agama masuk dalam UU Sistem Pendidikan Nastional
(Sisdiknas). Di sana  madrasah
memiliki status yang sama dengan sekolah lainnya. Tapi urusan madrasah
bisa gratis seperti sekolah umum, mimpi kali.



Nada "kesal" itu terungkap dalam sebuah
seminar Pendidikan Madrasan dan Tantangan Global seperti ditulis NU
online kemarin. “Karena berada dibawah binaan Departemen Agama, banyak
bupati dan
walikota yang menggratiskan sekolah hanya untuk SD-SMA, tetapi tidak
untuk madrasah,” kata Prof Dr Basuki Wibowo dalam seminar di Jakarta
Rabu (23/7).



Prof. Basuki menyarankan agar fasilitas gratis itu harus diberlakukan kepada madrasah, karena
sebagian anggota masyarakat lebih memilih menyekolahkan anaknya di
madrasah. “Sebagai contoh seperti di Banten, sebagian besar penduduknya
Islam dan pembayar pajaknya juga Islam,” tandasnya.



Sebagai akibatnya, para orang tua di daerah akhirnya lebih memilih
menyekolahkan anaknya di sekolah umum dari pada di madrasah. Hal ini
berkebalikan dengan meningkatnya minat orang tua di kota besar untuk
mengirimkan anaknya di sekolah Islam yang bermutu yang kini menjadi
trend dengan peminat yang besar.



“Madrasah dan sekolah Islam Al Azhar itu sama saja, kurikulum agamanya
6-8 jam. Yang membedakan adalah kualitas dan fasilitas pendukungnya,”
ujarnya.



Ini artinya jika madrasah dikelola dengan baik, maka anggapan bahwa
lulusan madrasah kurang berkualitas akan hilang dan menarik minat
masyarakat karena memberikan keunggulan dengan adanya tambahan materi
agama yang lebih banyak dibanding sekolah umum.

Ia mengibaratkan pengelolaan madrasah sebagai industri mulia yang
memberikan nilai tambah dalam aspek sosial dan keagamaan yang tak bisa
diberikan oleh sekolah umum lainnya.

“Perlu diatur strategi kompetisinya bagaiamana agar konsumen tertarik
dengan komitmen penyediaan proses belajar, hardware, software,
brainware dan fasilitas pendukung lainnya. Kalau tidak, akan bermasalah
karena sumber belajarnya kurang,” tandasnya.

Dekan Fakultas Teknik Universitas Jakarta ini berpendapat madrasah
sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa. Dengan jumlah 38 ribu buah
dan sekitar 5.5 juta siswa, jika dikelola dengan baik, akan mampu
meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia.

Beberapa hal yang harus dilakukan untuk mendukung daya saing
diantaranya adalah antusiasme dalam berkompetisi harus dimunculkan,
dari murid sampai pengelola, menyusun perencanaan stratregis, menarik
SDM yang mumpuni agar mau membuat orang pinter tertarik mengajar di
madrasah, pengelolaan keuangan yang baik dan kepemimpinan.
(NUol/kurt)

0 comments:

Copyright © 2013 Blog Backup Buntet Pesantren. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9
Blogger template. Proudly Powered by Blogger.
back to top